Saran Sigma kepada KPU jika rekapitulasi suara meleset
A
A
A
Sindonews.com - Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) menyatakan, jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) gagal menetapkan rekapitulasi hasil pemilu legislatif (Pileg) pada 9 Mei mendatang, maka pemilu dianggap cacat hukum.
Direktur Sigma Said Salahudin mengatakan jika hal tersebut terjadi maka solusinya KPU menghadap kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
"Nah, yang paling mungkin itu adalah meminta kepada Presiden untuk menerbitkan Perppu. Karena ini menyangkut hasil Pemilu, maka disitu ada unsur kegentingan yang memaksa," kata Said kepada Sindonews, Jakarta, Kamis (8/5/2014).
Menurut Said, mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012, Pasal 207 ayat (1), KPU hanya diberikan waktu 30 hari untuk menetapkan hasil pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD. Jika melebihi batas waktu tersebut, maka penyelenggara pemilu bisa terkena sanksi pidana.
Untuk mengganti atau mengubah Undang-Undang Pemilu itu, maka KPU memiliki kesempatan di tiga instansi berwenang seperti DPR, Mahkamah Kontitusi (MK) dan presiden. Namun, jika melihat waktu yang sempit, maka perubahan itu berada di tangan presiden melalui penerbitan perppu.
"Ide penerbitan Perppu ini sebetulnya sudah berulang kali saya sampaikan, tetapi KPU tak mau menggubrisnya. Mereka terlalu congkak dan over confidence," ujarnya.
Pada sisa waktu yang kurang dari dua hari lagi, tambah Said, meminta perppu kepada Presiden pun dianggap sesuatu yang mustahil. Sebab, meski dianggap paling mudah, tetapi persetujuan Perppu tak semudah membalikan telapak tangan.
"Presiden juga perlu waktu untuk melakukan kajian hukum terkait pasal-pasal mana saja yang perlu diubah, dan seperti apa bunyi dari norma yang akan diubah tersebut," tuturnya.
Said menambahkan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga diminta tidak tinggal diam dengan masalah itu. Menurutnya, Bawaslu harus bergerak menghadap presiden dari sekarang untuk mendorong dikeluarkannya Perppu itu.
"Bawaslu itu kan bagian dari penyelenggara Pemilu juga. Mereka bisa mengambil inisitif itu," tuturnya.
Direktur Sigma Said Salahudin mengatakan jika hal tersebut terjadi maka solusinya KPU menghadap kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
"Nah, yang paling mungkin itu adalah meminta kepada Presiden untuk menerbitkan Perppu. Karena ini menyangkut hasil Pemilu, maka disitu ada unsur kegentingan yang memaksa," kata Said kepada Sindonews, Jakarta, Kamis (8/5/2014).
Menurut Said, mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012, Pasal 207 ayat (1), KPU hanya diberikan waktu 30 hari untuk menetapkan hasil pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD. Jika melebihi batas waktu tersebut, maka penyelenggara pemilu bisa terkena sanksi pidana.
Untuk mengganti atau mengubah Undang-Undang Pemilu itu, maka KPU memiliki kesempatan di tiga instansi berwenang seperti DPR, Mahkamah Kontitusi (MK) dan presiden. Namun, jika melihat waktu yang sempit, maka perubahan itu berada di tangan presiden melalui penerbitan perppu.
"Ide penerbitan Perppu ini sebetulnya sudah berulang kali saya sampaikan, tetapi KPU tak mau menggubrisnya. Mereka terlalu congkak dan over confidence," ujarnya.
Pada sisa waktu yang kurang dari dua hari lagi, tambah Said, meminta perppu kepada Presiden pun dianggap sesuatu yang mustahil. Sebab, meski dianggap paling mudah, tetapi persetujuan Perppu tak semudah membalikan telapak tangan.
"Presiden juga perlu waktu untuk melakukan kajian hukum terkait pasal-pasal mana saja yang perlu diubah, dan seperti apa bunyi dari norma yang akan diubah tersebut," tuturnya.
Said menambahkan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga diminta tidak tinggal diam dengan masalah itu. Menurutnya, Bawaslu harus bergerak menghadap presiden dari sekarang untuk mendorong dikeluarkannya Perppu itu.
"Bawaslu itu kan bagian dari penyelenggara Pemilu juga. Mereka bisa mengambil inisitif itu," tuturnya.
(dam)