Ini catatan BEM UI terhadap Pemilu 2014
A
A
A
Sindonews.com - Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014 telah digelar 9 April lalu. Kini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) beserta jajarannya sedang melakukan rekapitulasi suara.
Ironisnya, partai justru sebagai peserta pemilu kini justru sibuk bermanuver untuk menyambut pemilihan presiden. Seakan-akan, pileg telah usai dan tidak ada masalah yang menyertai pelaksanaannya.
"Sayangnya, media massa sebagai sarana publik untuk mendapatkan informasi pun ikut mengaminkan anggapan tersebut dengan peliputan mereka yang over-exposed terhadap manuver-manuver partai politik dan bakal calon presiden," kata Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Ivan Riansa dalam keterangan tertulis, Kamis (8/5/2014).
BEM UI memiliki serangkaian catatan tajam terkait Pemilu 9 April lalu. Pertama, dalam pelaksanaannya di lapangan mulai dari KPU kota/ kabupaten sampai dengan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) masih terdapat cukup banyak permasalahan dan misadministrasi yang perlu jadi evaluasi.
Kedua, dari data yang terekam oleh panitia pengawas kelurahan (PPL) di tempat pemungutan suara (TPS) saja, jumlah permasalahan teknis di lapangan cukup besar.
"Data lain yang ditunjukkan oleh Matamassa, sebuah platform pelaporan pelanggaran pemilu menunjukkan dari total 1.589 laporan yang masuk, 1.421 di antaranya merupakan laporan berupa pelanggaran administratif," katanya.
Dia menambahkan, liputan dari beberapa media juga menunjukkan hal yang hampir serupa, seperti adanya 22 TPS yang melakukan pemilu ulang di daerah Bogor. Hal ini terjadi karena surat suara yang didistribusikan telah dicoblos terlebih dahulu.
Catatan kelima, lanjut dia, Panwaslu di Semarang juga menemukan praktik penggelembungan suara yang dilakukan oleh KPPS dengan cara memanipulasi formulir C1.
"Dari sekian banyak permasalahan teknis di lapangan tersebut, salah satu yang cukup krusial menurut kami adalah tidak konsistennya implementasi surat edaran mengenai dibolehkannya pindah daerah pemilihan (dapil) dengan menggunakan model A5 yang disampaikan oleh KPU satu bulan sebelum pelaksanaan pileg," tuturnya.
Ivan menambahkan, catatan keenam, dalam hal ini BEM UI mengkoordinasi mahasiswa perantauan agar mereka dapat pindah dapil untuk memilih di Kota Depok dengan menggunakan model A5 tersebut.
Namun dalam praktiknya, beberapa laporan dari mahasiswa rantau yang masuk ke BEM UI, justru ada yang ditolak oleh KPPS. Selain itu ada juga yang dibolehkan memilih oleh KPPS hanya dari pukul 12.00 – 13.00. Padahal model A5 itu dapat digunakan mulai sejak TPS dibuka sampai dengan tutup.
"Hal ini tentu saja menimbulkan kekecewaan bagi mahasiswa rantau yang berharap bisa tetap menggunakan hak konstitusionalnya," paparnya.
Oleh karena itu BEM UI hari ini akan menggelar long march menuju KPU dengan menyampaikan tiga agenda. Yakni memastikan bahwa KPU telah melakukan bimbingan teknis secara menyeluruh. Poin ini menegaskan seluruh perangkat penyelenggara pemilu khususnya di lapangan wajib mengetahui secara benar teknis pelaksanaan pemilu sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan KPU.
Kedua, mengevaluasi dan mengganti perangkat-perangkat KPU di daerah yang terbukti melakukan pelanggaran. Penyelenggara pemilu jelas harus diisi oleh orang-orang yang berintegritas. Ketiga, sosialisasikan aturan-aturan dengan masif.
Ironisnya, partai justru sebagai peserta pemilu kini justru sibuk bermanuver untuk menyambut pemilihan presiden. Seakan-akan, pileg telah usai dan tidak ada masalah yang menyertai pelaksanaannya.
"Sayangnya, media massa sebagai sarana publik untuk mendapatkan informasi pun ikut mengaminkan anggapan tersebut dengan peliputan mereka yang over-exposed terhadap manuver-manuver partai politik dan bakal calon presiden," kata Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Ivan Riansa dalam keterangan tertulis, Kamis (8/5/2014).
BEM UI memiliki serangkaian catatan tajam terkait Pemilu 9 April lalu. Pertama, dalam pelaksanaannya di lapangan mulai dari KPU kota/ kabupaten sampai dengan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) masih terdapat cukup banyak permasalahan dan misadministrasi yang perlu jadi evaluasi.
Kedua, dari data yang terekam oleh panitia pengawas kelurahan (PPL) di tempat pemungutan suara (TPS) saja, jumlah permasalahan teknis di lapangan cukup besar.
"Data lain yang ditunjukkan oleh Matamassa, sebuah platform pelaporan pelanggaran pemilu menunjukkan dari total 1.589 laporan yang masuk, 1.421 di antaranya merupakan laporan berupa pelanggaran administratif," katanya.
Dia menambahkan, liputan dari beberapa media juga menunjukkan hal yang hampir serupa, seperti adanya 22 TPS yang melakukan pemilu ulang di daerah Bogor. Hal ini terjadi karena surat suara yang didistribusikan telah dicoblos terlebih dahulu.
Catatan kelima, lanjut dia, Panwaslu di Semarang juga menemukan praktik penggelembungan suara yang dilakukan oleh KPPS dengan cara memanipulasi formulir C1.
"Dari sekian banyak permasalahan teknis di lapangan tersebut, salah satu yang cukup krusial menurut kami adalah tidak konsistennya implementasi surat edaran mengenai dibolehkannya pindah daerah pemilihan (dapil) dengan menggunakan model A5 yang disampaikan oleh KPU satu bulan sebelum pelaksanaan pileg," tuturnya.
Ivan menambahkan, catatan keenam, dalam hal ini BEM UI mengkoordinasi mahasiswa perantauan agar mereka dapat pindah dapil untuk memilih di Kota Depok dengan menggunakan model A5 tersebut.
Namun dalam praktiknya, beberapa laporan dari mahasiswa rantau yang masuk ke BEM UI, justru ada yang ditolak oleh KPPS. Selain itu ada juga yang dibolehkan memilih oleh KPPS hanya dari pukul 12.00 – 13.00. Padahal model A5 itu dapat digunakan mulai sejak TPS dibuka sampai dengan tutup.
"Hal ini tentu saja menimbulkan kekecewaan bagi mahasiswa rantau yang berharap bisa tetap menggunakan hak konstitusionalnya," paparnya.
Oleh karena itu BEM UI hari ini akan menggelar long march menuju KPU dengan menyampaikan tiga agenda. Yakni memastikan bahwa KPU telah melakukan bimbingan teknis secara menyeluruh. Poin ini menegaskan seluruh perangkat penyelenggara pemilu khususnya di lapangan wajib mengetahui secara benar teknis pelaksanaan pemilu sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan KPU.
Kedua, mengevaluasi dan mengganti perangkat-perangkat KPU di daerah yang terbukti melakukan pelanggaran. Penyelenggara pemilu jelas harus diisi oleh orang-orang yang berintegritas. Ketiga, sosialisasikan aturan-aturan dengan masif.
(dam)