Ekonomi Indonesia 10 besar

Selasa, 06 Mei 2014 - 06:31 WIB
Ekonomi Indonesia 10 besar
Ekonomi Indonesia 10 besar
A A A
BERITA positif tentang situasi perekonomian Indonesia ke depan bukan lagi berita istimewa. Sudah sering kali diulas oleh sejumlah lembaga riset internasional yang bergerak di sektor ekonomi yang memprediksi perekonomian nasional bakal menjadi tulang punggung perekonomian global dalam kurun waktu 20 tahun ke depan.

Namun sayang sekali, tidak jarang berbagai peluang yang bisa segera mendongkrak sejumlah aktivitas perekonomian terlewat begitu saja. Hambatan di dalam negeri justru selalu menjadi kendala terbesar. Berbagai kebijakan tidak berpihak kepada investor, misalnya pembebasan lahan yang terkatung-katung karena izin penggunaan lahan tidak pernah bisa diterbitkan segera.

Kali ini berita positif seputar perekonomian nasional berembus lagi. Perekonomian Indonesia menurut versi Bank Dunia, masuk dalam 10 peringkat dunia berdasarkan produk domestik bruto (PDB) dan tingkat daya beli (purchasing power parity). Indonesia berada di urutan 10 setelah Amerika Serikat yang ditempel China dan India, kemudian disusul Jepang, Jerman, Rusia, Brasil, Prancis dan Inggris. Padahal, setahun yang lalu Indonesia masih berada di urutan ke-16 dunia, masih versi Bank Dunia.

Pencapaian itu diklaim pemerintah bahwa berbagai kebijakan yang dihasilkan selama ini membuktikan sudah berada pada jalur yang tepat. Pemerintah optimistis posisi level 10 besar masih bisa digoyang hingga ke level tujuh besar.

Tentu bila sejumlah persyaratan bisa dipenuhi, sebagaimana diungkapkan Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri, setidaknya terdapat dua hal utama yang harus dibereskan, yakni perbaikan infrastruktur yang hingga saat ini masih terus menjadi salah satu sumber keluhan utama investor dan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang masih terbatas.

Selain itu, peringkat daya saing Indonesia di tingkat global, juga menunjukkan perkembangan yang sangat menggembirakan. Berdasarkan laporan Forum Ekonomi Dunia yang bertemakan The Global Competitiveness Report 2013–2014, posisi daya saing Indonesia meningkat signifikan dari peringkat 50 pada 2012–2013 melompat ke level 38 untuk periode 2013–2014.

Kenaikan peringkat daya saing tersebut tercatat tertinggi dalam sejarah, dan lebih tinggi dari rata-rata daya saing negara untuk kategori yang berpendapatan sebesar USD3.000 hingga USD8.999 per kapita. Dan sebelumnya, McKinsey sudah memprediksi bahwa Indonesia akan menjadi salah satu pemeran utama yang mengendalikan perekonomian global dalam waktu 15 hingga 20 tahun ke depan. Berdasarkan kajian lembaga riset internasional tersebut, perekonomian Indonesia akan bertengger di peringkat ke-7 besar perekonomian dunia.

McKinsey yang melakukan riset selama lebih kurang lima tahun sebelum menyimpulkan peringkat Indonesia, dengan menggunakan sejumlah parameter yang menjadi fenomena penyumbang pertumbuhan perekonomian nasional. Salah satu kekuatan Indonesia berdasarkan hasil survei tersebut adalah pertumbuhan kelas menengah yang terus meningkat. Dua tahun lalu terdapat sekitar 50 juta orang masuk kategori kelas menengah yang berpendapatan sebesar USD3.600.

Pertumbuhan angka kelas menengah itu diprediksi semakin kencang ke depan seiring pertumbuhan ekonomi. Kecenderungan pertumbuhan kelas menengah dengan tingkat daya beli tinggi bakal menembus 170 juta orang pada 2030 mendatang. Bila melihat aktivitas masyarakat terutama yang bermukim di kota besar, hasil riset McKinsey bukanlah sekadar dongeng. Fakta menunjukkan angka-angka pendukung pemutar pertumbuhan perekonomian terus bergeliat.

Hanya, yang menikmati terbatas sehingga masih terjadi kesenjangan pendapatan yang tajam di tengah masyarakat. Untuk mengatasi semua itu, persoalan konsistensi pemerintah dalam menjalankan berbagai kebijakan dibutuhkan ketegasan. Tengok saja kebijakan di sektor energi yang tidak pernah tuntas berkaitan dengan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Kebijakan pembatasan impor masih ompong. Untuk menutupi kebutuhan pangan di dalam negeri, kabarnya 65% harus didatangkan dari luar negeri.

Pembangunan infrastruktur terkendala persoalan izin penggunaan lahan, yang tidak jarang membuat investor mundur teratur. Kalau berbagai persoalan itu tidak bisa diatasi secepatnya, berita positif seputar pertumbuhan ekonomi hanya sekadar terdengar nyaring di telinga masyarakat.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5249 seconds (0.1#10.140)