Visi-misi capres
A
A
A
PEMILU Presiden 9 Juli tidak lama lagi. Menurut hitungan waktunya sudah sangat dekat, yakni sekitar 65 hari. Namun, hingga saat ini kita belum tahu apa visi-misi konkret para capres yang sudah sering muncul di media massa.
Siapa capres yang bakal bertarung di laga penentuan 9 Juli memang belum diputuskan oleh KPU, karena pendaftarannya memang belum dibuka. Namun, siapa yang kira-kira akan bertarung sudah cukup populer karena intensitas pemberitaan mereka. Rakyat sudah bisa menerka-nerka siapa saja kemungkinan capres yang maju meski hingga kini para capres masih sibuk memilah dan memilih cawapres dan parpol pendukung koalisi.
Namun, selain nama-nama capres yang sudah mulai mengerucut, masih ada kemungkinan dari hasil hitung cepat Pemilu Legislatif (Pileg) 9 April 2014 akan muncul poros baru yang bakal mengusung pasangan capres-cawapres. Namun, ini sangat bergantung pada pergerakan politik yang berlangsung kian cepat. Dan, biasanya kejutan politik akan muncul di detik-detik akhir menjelang penutupan pendaftaran di KPU, meskipun gaya seperti ini semestinya sudah harus dihilangkan dari budaya politik kita.
Di samping membuat bingung karena pendeknya sosialisasi, capres dadakan juga membuat publik rentan salah pilih. Jika ini terjadi, nasib bangsa dan negara lima tahun ke depan menjadi pertaruhan. Lantas, bagaimana dengan para capres yang potensial maju di Pilpres 9 Juli? Semua capres yang mengemuka sudah dikenal dengan baik oleh rakyat.
Popularitas mereka tidak diragukan lagi, tapi masih sedikit yang tahu apa yang akan diperbuat oleh para capres jika terpilih menjadi presiden 2014–2019. Kalaupun ada, sifatnya masih parsial; tidak gambaran utuh alias sepotong-sepotong. Konsep menuju Indonesia yang lebih baik di bawah presiden baru nanti masih belum jelas. Kita berharap para capres sudah mulai membeberkan apa yang akan dia lakukan selama lima menjabat kepada publik secara lebih terperinci.
Misalkan akan menyusun kabinet seperti apa, tahun pertama apa prioritasnya, tahun kedua apa dan seterusnya hingga tahun kelima. Semua harus jelas sasaran yang hendak dicapai dengan cara apa dan bagaimana. Capres tidak cukup hanya bicara slogan dan konsep umum yang itu-itu saja. Indonesia harus menjadi negara yang lebih maju dan lebih baik, semua orang setuju dan tahu itu. Namun, harus ada ukuran yang jelas untuk menilai target lebih baik dan lebih maju seperti apa yang hendak dicapai di berbagai bidang.
Dalam bidang politik dalam negeri bagaimana, ekonomi, hukum, sosial-budaya, luar negeri seperti apa, semua harus terukur. Ini untuk mempermudah masyarakat mencatat dan menilai sejauh mana capres ini layak untuk dipilih atau tidak dipilih. Visi dan program harus mulai dijadikan isu utama di samping pertimbangan aliran politik, latar belakang kesukuan dan golongan, ataupun pertimbangan individual dari para capres.
Bukan berarti sejumlah hal itu tidak penting sebagai pertimbangan, melainkan visi-misi seharusnya menjadi hal yang paling patut dipertimbangkan sebelum menjatuhkan pilihan. Karena itu, visi-misi tidak cukup hanya disampaikan pada waktu kampanye resmi yang waktunya sangat pendek itu. Karena ini hal penting, para capres harus meluangkan waktu dan kesempatan untuk lebih banyak bicara soal ini.
KPU sebagai pemegang otoritas pelaksana pemilu juga harus memberi porsi yang lebih besar pada masalah ini; karena inilah intisari dari pelaksanaan pilpres 9 Juli itu sendiri. Jangan sampai publik hanya disuguhi urusan perdebatan teknis yang kurang substantif ataupun manuver-manuver politik yang tidak mendidik yang hanya membuat gaduh, apalagi dibumbui dengan kampanye hitam dan saling buka aib untuk menjatuhkan lawan. Ini sama sekali tidak elegan.
Alangkah indahnya jika pilpres diawali dengan adu gagasan dan visi para capres. Para capres silakan berdebat di ruang publik soal visi-misi dan rakyat yang menjadi jurinya. Debat visi-misi capres tidak cukup hanya sekali, dua kali, tapi harus berkali-kali sampai publik paham ke mana negeri ini mau dibawa oleh para capres kita.
Siapa capres yang bakal bertarung di laga penentuan 9 Juli memang belum diputuskan oleh KPU, karena pendaftarannya memang belum dibuka. Namun, siapa yang kira-kira akan bertarung sudah cukup populer karena intensitas pemberitaan mereka. Rakyat sudah bisa menerka-nerka siapa saja kemungkinan capres yang maju meski hingga kini para capres masih sibuk memilah dan memilih cawapres dan parpol pendukung koalisi.
Namun, selain nama-nama capres yang sudah mulai mengerucut, masih ada kemungkinan dari hasil hitung cepat Pemilu Legislatif (Pileg) 9 April 2014 akan muncul poros baru yang bakal mengusung pasangan capres-cawapres. Namun, ini sangat bergantung pada pergerakan politik yang berlangsung kian cepat. Dan, biasanya kejutan politik akan muncul di detik-detik akhir menjelang penutupan pendaftaran di KPU, meskipun gaya seperti ini semestinya sudah harus dihilangkan dari budaya politik kita.
Di samping membuat bingung karena pendeknya sosialisasi, capres dadakan juga membuat publik rentan salah pilih. Jika ini terjadi, nasib bangsa dan negara lima tahun ke depan menjadi pertaruhan. Lantas, bagaimana dengan para capres yang potensial maju di Pilpres 9 Juli? Semua capres yang mengemuka sudah dikenal dengan baik oleh rakyat.
Popularitas mereka tidak diragukan lagi, tapi masih sedikit yang tahu apa yang akan diperbuat oleh para capres jika terpilih menjadi presiden 2014–2019. Kalaupun ada, sifatnya masih parsial; tidak gambaran utuh alias sepotong-sepotong. Konsep menuju Indonesia yang lebih baik di bawah presiden baru nanti masih belum jelas. Kita berharap para capres sudah mulai membeberkan apa yang akan dia lakukan selama lima menjabat kepada publik secara lebih terperinci.
Misalkan akan menyusun kabinet seperti apa, tahun pertama apa prioritasnya, tahun kedua apa dan seterusnya hingga tahun kelima. Semua harus jelas sasaran yang hendak dicapai dengan cara apa dan bagaimana. Capres tidak cukup hanya bicara slogan dan konsep umum yang itu-itu saja. Indonesia harus menjadi negara yang lebih maju dan lebih baik, semua orang setuju dan tahu itu. Namun, harus ada ukuran yang jelas untuk menilai target lebih baik dan lebih maju seperti apa yang hendak dicapai di berbagai bidang.
Dalam bidang politik dalam negeri bagaimana, ekonomi, hukum, sosial-budaya, luar negeri seperti apa, semua harus terukur. Ini untuk mempermudah masyarakat mencatat dan menilai sejauh mana capres ini layak untuk dipilih atau tidak dipilih. Visi dan program harus mulai dijadikan isu utama di samping pertimbangan aliran politik, latar belakang kesukuan dan golongan, ataupun pertimbangan individual dari para capres.
Bukan berarti sejumlah hal itu tidak penting sebagai pertimbangan, melainkan visi-misi seharusnya menjadi hal yang paling patut dipertimbangkan sebelum menjatuhkan pilihan. Karena itu, visi-misi tidak cukup hanya disampaikan pada waktu kampanye resmi yang waktunya sangat pendek itu. Karena ini hal penting, para capres harus meluangkan waktu dan kesempatan untuk lebih banyak bicara soal ini.
KPU sebagai pemegang otoritas pelaksana pemilu juga harus memberi porsi yang lebih besar pada masalah ini; karena inilah intisari dari pelaksanaan pilpres 9 Juli itu sendiri. Jangan sampai publik hanya disuguhi urusan perdebatan teknis yang kurang substantif ataupun manuver-manuver politik yang tidak mendidik yang hanya membuat gaduh, apalagi dibumbui dengan kampanye hitam dan saling buka aib untuk menjatuhkan lawan. Ini sama sekali tidak elegan.
Alangkah indahnya jika pilpres diawali dengan adu gagasan dan visi para capres. Para capres silakan berdebat di ruang publik soal visi-misi dan rakyat yang menjadi jurinya. Debat visi-misi capres tidak cukup hanya sekali, dua kali, tapi harus berkali-kali sampai publik paham ke mana negeri ini mau dibawa oleh para capres kita.
(hyk)