Pembahasan UU Desa jangan terburu-buru
A
A
A
Sindonews.com - Pembahasan Peraturan Pemerintah (PP) Undang-undang (UU) Nomor 6/2014 Tentang Pemerintahan Desa jangan terburu-buru. Hal ini dikarenakan kompleksnya persoalan yang perlu diatur dalam PP tersebut.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng mengatakan awal implementasi UU Desa merupakan masa transisi, yang mana memerlukan persiapan yang matang.
Oleh sebab itu, dirinya mempertanyakan sikap pemerintah yang ingin menyelesaikan PP tersebut pada akhir Mei mendatang. “Pertanyaannya adalah PP ini harus selesai bulan Mei. Padahal banyak sekali klausul-klausul yang harus diselesaikan,” katanya dalam diskusi, di Jakarta, Rabu 30 April 2014.
Robert mengatakan dua PP yang direncanakan pemerintah yakni terkait dana desa dan penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan hal yang besar. Menurut dia, pemerintah tidak perlu mengejar target agar bulan Mei harus selesai.
“Masa transisi ini bolehlah sampai Desember. Ini bukan hal yang ditarget-targetkan. Target ini lebih cenderung ada unsur politik,” paparnya.
Isu-isu krusial yang perlu di dalam PP perlu dibahas secara matang, sehingga ada ketetapan formula. Dengan demikian dalam implementasi UU Desa tidak terjadi bias.
Dia menguraikan setidaknya terdapat tiga masalah utama dalam masa transisi implementassi UU Desa. Pertama adalah terkait kapasitas administrasi dan tata kelola birokrasi di desa yang masih belum terlatih. Menurutnya hal ini harus diselesaikan dan segera dibereskan.
Kedua adalah persoalan akuntabilitas. Robert cukup meragukan akuntabilitas pemerintah desa dalam mengelola anggaran yang cukup besar. Alasannya, untuk tataran pemerintah kabupaten/kota persoalan akuntabilitas belum juga terselesaikan. Dalam hal ini pemerintah ditingkatan kabipaten/kota hanya bertanggungjawab secara prosedur bukan subtantif.
“Antara RAPBD (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) dengan realisasi APBD ini sering terjadi keterputusan. Tidak ada mekanisme meminta tanggung jawab. Jadi memang sistem akuntabilitas masih belum terbayangkan di desa. Ini bagaimaana sistem akuntbilitas apakah oleh BPK atau inspektorat karena tidak mungkin hanya ke BPD (Badan Permusyawaratan Desa),” jelasnya.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng mengatakan awal implementasi UU Desa merupakan masa transisi, yang mana memerlukan persiapan yang matang.
Oleh sebab itu, dirinya mempertanyakan sikap pemerintah yang ingin menyelesaikan PP tersebut pada akhir Mei mendatang. “Pertanyaannya adalah PP ini harus selesai bulan Mei. Padahal banyak sekali klausul-klausul yang harus diselesaikan,” katanya dalam diskusi, di Jakarta, Rabu 30 April 2014.
Robert mengatakan dua PP yang direncanakan pemerintah yakni terkait dana desa dan penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan hal yang besar. Menurut dia, pemerintah tidak perlu mengejar target agar bulan Mei harus selesai.
“Masa transisi ini bolehlah sampai Desember. Ini bukan hal yang ditarget-targetkan. Target ini lebih cenderung ada unsur politik,” paparnya.
Isu-isu krusial yang perlu di dalam PP perlu dibahas secara matang, sehingga ada ketetapan formula. Dengan demikian dalam implementasi UU Desa tidak terjadi bias.
Dia menguraikan setidaknya terdapat tiga masalah utama dalam masa transisi implementassi UU Desa. Pertama adalah terkait kapasitas administrasi dan tata kelola birokrasi di desa yang masih belum terlatih. Menurutnya hal ini harus diselesaikan dan segera dibereskan.
Kedua adalah persoalan akuntabilitas. Robert cukup meragukan akuntabilitas pemerintah desa dalam mengelola anggaran yang cukup besar. Alasannya, untuk tataran pemerintah kabupaten/kota persoalan akuntabilitas belum juga terselesaikan. Dalam hal ini pemerintah ditingkatan kabipaten/kota hanya bertanggungjawab secara prosedur bukan subtantif.
“Antara RAPBD (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) dengan realisasi APBD ini sering terjadi keterputusan. Tidak ada mekanisme meminta tanggung jawab. Jadi memang sistem akuntabilitas masih belum terbayangkan di desa. Ini bagaimaana sistem akuntbilitas apakah oleh BPK atau inspektorat karena tidak mungkin hanya ke BPD (Badan Permusyawaratan Desa),” jelasnya.
(maf)