Islah tak mampu perbaiki posisi tawar PPP
A
A
A
Sindonews.com - Dukungan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terhadap calon presiden (Capres) dari Gerindra Prabowo Subianto dimentahkan lewat Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) III PPP di Bogor. Pasalnya, segala langkah SDA dalam membangun koalisi dianulir atau dianggap tidak sah.
Pengamat Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun mengatakan, dukungan internal PPP terhadap Prabowo tidak sepenuhnya dicabut. Pasca Mukernas III dukungan PPP dinilai semakin bersifat dinamis.
"Para elite PPP akan membaca tren publik. Jika tren publik dominan ke Jokowi maka akan dengan cepat PPP beralih ke PDIP, begitu juga ke Gerindra jika tren ke Prabowo," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Jumat (25/4/2014).
Selain trend publik, lanjut dia, dinamika perubahan koalisi ini sangat dipengaruhi oleh sejauh mana koalisi tersebut menguntungkan PPP. Terutama berkaitan dengan posisi calon wakil presiden (cawapres).
"Jika kemarin kubu SDA yang mencoba mencari keuntungan memberikan dukungan terhadap Prabowo, kali ini kubu lainnya akan mencoba ambil keuntungan dan meningkatkan posisi tawar dalam berkoalisi," jelasnya.
Kendati demikian, ia menilai, konflik internal yang terjadi di tubuh PPP telah menurunkan posisi tawar partai berlambang Kakbah ini di mata partai politik (parpol) ini. Soliditas internal menurutnya akan menjadi pertimbangan parpol lain untuk mengajak PPP berkoalisi.
"Konflik kemarin jelas sekali memberi pengaruh cukup signifikan menurunkan posisi tawar PPP. Lemahnya soliditas elite partai dan kurang bekerjanya mesin partai sampai di struktur paling bawah. Satu satunya daya tarik PPP adalah partai tua yang memiliki pemilih setia antara 5-6 persen," tutupnya.
Pengamat Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun mengatakan, dukungan internal PPP terhadap Prabowo tidak sepenuhnya dicabut. Pasca Mukernas III dukungan PPP dinilai semakin bersifat dinamis.
"Para elite PPP akan membaca tren publik. Jika tren publik dominan ke Jokowi maka akan dengan cepat PPP beralih ke PDIP, begitu juga ke Gerindra jika tren ke Prabowo," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Jumat (25/4/2014).
Selain trend publik, lanjut dia, dinamika perubahan koalisi ini sangat dipengaruhi oleh sejauh mana koalisi tersebut menguntungkan PPP. Terutama berkaitan dengan posisi calon wakil presiden (cawapres).
"Jika kemarin kubu SDA yang mencoba mencari keuntungan memberikan dukungan terhadap Prabowo, kali ini kubu lainnya akan mencoba ambil keuntungan dan meningkatkan posisi tawar dalam berkoalisi," jelasnya.
Kendati demikian, ia menilai, konflik internal yang terjadi di tubuh PPP telah menurunkan posisi tawar partai berlambang Kakbah ini di mata partai politik (parpol) ini. Soliditas internal menurutnya akan menjadi pertimbangan parpol lain untuk mengajak PPP berkoalisi.
"Konflik kemarin jelas sekali memberi pengaruh cukup signifikan menurunkan posisi tawar PPP. Lemahnya soliditas elite partai dan kurang bekerjanya mesin partai sampai di struktur paling bawah. Satu satunya daya tarik PPP adalah partai tua yang memiliki pemilih setia antara 5-6 persen," tutupnya.
(kri)