Koalisi identik dengan ajang pemukatan jahat

Kamis, 17 April 2014 - 06:35 WIB
Koalisi identik dengan ajang pemukatan jahat
Koalisi identik dengan ajang pemukatan jahat
A A A
Sindonews.com - Pasca penyelenggaraan Pemilu Legislatif (Pileg), kesibukan partai politik (parpol) terarah pada penyelenggaraan Pemilu Presiden (Pilpres). Satu hal yang meramaikan musim pencalonan presiden dan wakil presiden ini adalah fakta bahwa tak ada satu parpol pun yang bebas melenggang sendirian untuk mengajukan pasangan capres-cawapres.

Perolehan suara parpol pada Pileg yang menjadi basis kelayakan pengusungan itu memperlihatkan tak satu parpol pun yang sanggup menyentuh syarat 25 persen perolehan suara nasional atau 20 persen kursi. Dengan capaian parpol tersebut, mau tidak mau harus dilakukan koalisi antar parpol hingga mencapai ambang batas pencalonan itu.

Menurut Pengamat Politik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, sejarah keberadaan koalisi dalam tiga periode terakhir era reformasi merupakan narasi tragis yang secara telanjang memaparkan aspek pragmatis kekuasaan.

"Koalisi yang dibangun ringkih dan riskan. Ketika dihadapkan pada satu isu, anggota koalisi dengan lepas bebas bisa saling berhadap-hadapan dengan partai sekoalisi," ujar Lucius ketika dihubungi Sindonews, Kamis (17/4/2014).

Dilanjutkannya, akan tetapi ketika sajiannya adalah menu kursi kekuasaan, maka tak satu parpol pun yang ingin diabaikan. Semua parpol berebut untuk mendapatkannya.

"Makna istilah 'koalisi' pun menjadi cenderung negatif. Koalisi dibangun sekadar ajang pemufakatan jahat bagi-bagi jatah antar parpol," tegasnya.

Pasalnya, visinya untuk bagi-bagi jatah kekuasaan, maka koalisi tak mau diatur tuntas. "Jika diatur tuntas, parpol-parpol seolah-olah khawatir peluang mereka untuk bergerilya meraih kekuasaan akan dihadang aturan," pungkasnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9987 seconds (0.1#10.140)