Koalisi quick count

Senin, 14 April 2014 - 06:23 WIB
Koalisi quick count
Koalisi quick count
A A A
HASIL real count Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 9 April 2014 masih beberapa pekan lagi diumumkan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Hitung manual yang sekarang masih berlangsung ini diperkirakan tidak akan jauh beda dengan hasil quick count yang telah diumumkan sejumlah lembaga survei beberapa jam setelah penutupan tempat pemungutan suara (TPS) 9 April lalu. Mayoritas partai politik (parpol) menerima hasil quick count dan yakin hasil real count tidak akan jauh beda dari perhitungan cepat itu.

Tapi tingkat kepercayaan parpol dan masyarakat terhadap quick count tidaklah sama. Ada yang sangat yakin atau 99,9% percaya, ada yang percaya 50%, serta ada yang hanya percaya 10% saja.

Terlepasdari keragaman level kepercayaan pada hasil quick count itu, sebagian pimpinan teras parpol dan tokoh-tokoh yang menjadi kandidat capres atau cawapres terlihat begitu optimistis dengan quick count dan menjadikannya sebagai pijakan untuk menentukan langkah lebih awal menghadapi pertarungan yang lebih sengit di pemilu presiden Juli mendatang.

Bahkan ada capres yang sangat antusias menyambut hasil quick count dengan melakukan road show maraton ke tokoh parpol lain untuk membicarakan koalisi pilpres. Mungkin ada kekhawatiran akan kalah cepat dari capres lain untuk mengikat janji dengan parpol sebagai mitra koalisi.

Dipihak lain ada tokoh parpol yang begitu agresif ingin segera dilamar capres tertentu sehingga segera mendapatkan kepastian masa depan cerah dalam pilpres. Apa yang dilakukan para capres maupun pimpinan parpol untuk saling menjajaki dalam rangka mencari kongsi dalam pilpres adalah sesuatu yang wajar dilakukan. Bahkan harus dilakukan karena jeda waktu antara pileg dan pilpres amatlah singkat, praktis hanya tiga bulan.

Dengan tidak adanya parpol yang memperoleh suara signifikan sesuai dengan prediksi hitung cepat, koalisi akan sangat cair dengan berbagai macampola. Artinya keterampilan berpolitik akan sangat menentukan peta kemenangan dalam pertarungan pilpres. Tidak ada yang mayoritas, semua harus berlomba-lomba mendapat kawan terbaik yang akan mampu menjadi senjata ampuh dalam pilpres.

Tergelincir sedikit saja akibatnya fatal. Meski mampu meraih mitra koalisi banyak dengan dukungan suara pileg yang meyakinkan (minimal 20% kursi DPR dan 25% suara nasional), hal itu tidak menjamin capres akan melenggang di pilpres jika dia ternyata salah memilih cawapres. Tidak ada korelasi langsung antara perolehan koalisi parpol dengan sosok yang diusung sebagai pasangan capres-cawapres di pilpres.

Publik akan lebih melihat sosok capres-cawapresnya, bukan berapa jumlah parpol yang mengusungnya. Andaikan saja capres A berhasil mengumpulkan dukungan 6 parpol dengan suara lebih dari 30%, tidak serta-merta rakyat akan memilih capres ini. Semua kembali kepada sosok dan ketokohan si capres-cawapres. Apakah mereka layak atau tidak diberi kepercayaan memimpin Indonesia hingga lima tahun mendatang yang penuh tantangan.

Jika sosoknya meragukan meski mendapat dukungan banyak parpol, pemilih juga akan ragu. Karena itu kesibukan yang menyita waktu dan tenaga dalam mencari kawan berkongsi akan sia-sia jika sosok capres-cawapres yang diusung tidak disukai dan sedikit mendapat kepercayaan pemilih. Berkoalisi dengan pijakan hasil quick count adalah sebuah langkah yang penuh risiko yang bisa mengaburkan substansi yang diinginkan pemilih pada pilpres nanti.

Karena mati-matian mencari koalisi, parpol akan terjebak pada hitung-hitungan siapa mendapat apa dan berapa. Dan hitung-hitungan model inilah yang paling menyita waktu dan akan putus pada last minutes sehingga sangat mungkin nanti ada capres potensial yang akhirnya tidak bisa maju karena tidak cukup mendapat dukungan suara pengusung atau ada capres favorit yang harus mendapat cawapres asal-asalan karena terlalu percaya diri dengan jumlah dukungan parpol.

Politik adalah seni dari segala kemungkinan. Kemungkinan menentukan koalisi berbasis quick count bisa jadi baik, tapi bisa juga buruk. Semua kembali pada kepiawaian para politikus untuk mengambil keputusan yang tepat di waktu yang tepat pula.

Yang jelas publik menginginkan capres-cawapres yang lahir dari proses yang rumit itu adalah putra-putri terbaik bangsa yang memiliki integritas dan kapabilitas untuk memajukan dan menyejahterakan Indonesia.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4936 seconds (0.1#10.140)