Putusan DKPP dapat digugat ke PTUN
A
A
A
Sindonews.com - Keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tidak lagi final dan mengikat tapi bisa digugat ke pengadilan tata usaha negara (PTUN).
Hal tersebut berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini. Yakni, MK mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu yang mengatur tentang kewenangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
"Mengabulkan sebagian permohonan pemohon," kata Ketua MK Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan di Gedung MK, jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (3/4/2014).
Dalam hal ini, Mahkamah menyatakan frasa bersifat final dan mengikat dalam Pasal 112 ayat (12) Undang-undang tentang Penyelenggara Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) bersifat final dan mengikat bagi presiden, Komisi Pemilihan Umum (KPU), KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan Bawaslu.
Oleh karena itu, keputusan DKPP tidak lagi bersifat final dan mengikat, dan dapat diajukan banding ke PTUN. Mahkamah berpendapat bahwa putusan DKPP yang bersifat final dan mengikat dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.
Kemudian, masih menurut Mahkamah, bahwa putusan final dan mengikat DKPP tidak dapat disamakan dengan putusan final dan mengikat dari lembaga peradilan pada umumnya, karena DKPP adalah perangkat internal penyelenggara pemilu.
Oleh karena itu, sifat final dan mengikat dari putusan DKPP harus dimaknai final dan mengikat bagi presiden, KPU, KPU Provinsi, KPU Kabuaten/Kota, maupun Bawaslu.
Adapun putusan presiden, KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, maupun Bawaslu dapat menjadi objek gugatan di PTUN.
Hakim Konstitusi Muhammad Alim mengatakan, objek perkara yang ditangani DKPP terbatas hanya kepada perilaku pribadi, atau orang perseorangan pejabat atau petugas penyelenggara Pemilu.
Seperti diketahui, DKPP sebelumnya mempunyai kewenangan untuk memutuskan pemberhentian penyelenggara pemilu hanya jika DKPP telah melakukan penelitian dan/atau verifikasi terhadap pengaduan, mendengarkan pembelaan, dan keterangan saksi-saksi serta memperhatikan bukti-bukti.
Sementara uji materi ini dimohonkan oleh mantan Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) DKI Jakarta Ramdansyah. Dia menilai keputusan DKPP memberhentikan anggota KPU, Bawaslu, dan Panwaslu, telah melebihi kewenangan sebagai lembaga etik.
Hal tersebut berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini. Yakni, MK mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu yang mengatur tentang kewenangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
"Mengabulkan sebagian permohonan pemohon," kata Ketua MK Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan di Gedung MK, jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (3/4/2014).
Dalam hal ini, Mahkamah menyatakan frasa bersifat final dan mengikat dalam Pasal 112 ayat (12) Undang-undang tentang Penyelenggara Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) bersifat final dan mengikat bagi presiden, Komisi Pemilihan Umum (KPU), KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan Bawaslu.
Oleh karena itu, keputusan DKPP tidak lagi bersifat final dan mengikat, dan dapat diajukan banding ke PTUN. Mahkamah berpendapat bahwa putusan DKPP yang bersifat final dan mengikat dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.
Kemudian, masih menurut Mahkamah, bahwa putusan final dan mengikat DKPP tidak dapat disamakan dengan putusan final dan mengikat dari lembaga peradilan pada umumnya, karena DKPP adalah perangkat internal penyelenggara pemilu.
Oleh karena itu, sifat final dan mengikat dari putusan DKPP harus dimaknai final dan mengikat bagi presiden, KPU, KPU Provinsi, KPU Kabuaten/Kota, maupun Bawaslu.
Adapun putusan presiden, KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, maupun Bawaslu dapat menjadi objek gugatan di PTUN.
Hakim Konstitusi Muhammad Alim mengatakan, objek perkara yang ditangani DKPP terbatas hanya kepada perilaku pribadi, atau orang perseorangan pejabat atau petugas penyelenggara Pemilu.
Seperti diketahui, DKPP sebelumnya mempunyai kewenangan untuk memutuskan pemberhentian penyelenggara pemilu hanya jika DKPP telah melakukan penelitian dan/atau verifikasi terhadap pengaduan, mendengarkan pembelaan, dan keterangan saksi-saksi serta memperhatikan bukti-bukti.
Sementara uji materi ini dimohonkan oleh mantan Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) DKI Jakarta Ramdansyah. Dia menilai keputusan DKPP memberhentikan anggota KPU, Bawaslu, dan Panwaslu, telah melebihi kewenangan sebagai lembaga etik.
(dam)