4 pilar tamat, Pancasila kembali jadi dasar negara
A
A
A
Sindonews.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol).
"Mengabulkan sebagian permohonan para pemohon," kata Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva, saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (3/4/2014).
Dalam hal ini, MK menyatakan bahwa frasa 'empat pilar berbangsa dan bernegara' yaitu yang terkandung dalam Pasal 34 Ayat (3b) huruf a Pasal 34 Ayat (3b) huruf a UU Parpol, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Secara konstitusional, menurut MK, pembukaan UUD 1945 itu mendudukkan apa yang terkandung di dalam Pancasila adalah sebagai dasar negara.
Hakim Konstitusi, Fadlil Sumadi menyatakan sebagai dasar negara, Pancasila secara normatif harus menjadi dasar penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia yang berfungsi memberikan perlindungan, penyejahteraan, pencerdasan dan berpartisipasi dalam ketertiban dunia sebagaimana diuraikan di muka.
Lebih lanjut, dia mengatakan, pendidikan politik berbangsa dan bernegara tidak hanya terbatas pada keempat pilar tersebut. Melainkan masih banyak aspek lainnya yang penting, antara lain negara hukum, kedaulatan rakyat, wawasan nusantara, ketahanan nasional dan lain sebagainya.
Maka dari itu, dalam melakukan pendidikan politik, partai politik harus juga melakukan pendidikan politik terhadap berbagai aspek penting dalam berbangsa dan bernegara tersebut.
Menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar selain mendudukkan sama dan sederajat dengan pilar yang lain, juga akan menimbulkan kekacauan epistimologis, ontologis dan aksiologis sebagaimana diuraikan di atas.
Kemudian, MK menegaskan bahwa Pancasila memiliki kedudukan yang tersendiri dalam kerangka berpikir bangsa dan negara Indonesia berdasarkan konstitusi yaitu di samping sebagai dasar negara, juga sebagai dasar filosofi negara, norma fundamental negara, ideologi negara, dan cita.
Sementara itu, Kuasa Hukum Pemohon TM Lutfie Yazid mengapresiasi putusan MK yang menempatkan kembali Pancasila sebagai dasar negara, bukan lagi sebagai salah satu pilar berbangsa dan bernegara.
"Empat pilar sudah Innalillah (tamat). Enggak boleh lagi bilang Pancasila jadi pilar dan tidak ada lagi pakai APBN untuk sosialisi empat pilar," kata Lutfie Yazid, usai menghadiri sidang putusan di MK tersebut.
Kendati demikian, Luthfi berharap di masa mendatang tidak ada lagi kekuatan manapun yang mencoba mengutak-atik Pancasila sebagai dasar negara.
Ditambahkannya, dengan ini pula Pancasila diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam masyarakat yang majemuk ini yang tengah dilanda krisis multi dimensi yang begitu dahsyat ini dan bukan hanya menjadi lips service untuk kepentingan sesaat.
"Hal-hal yang enggak perlu untuk sosialisi empat pilar enggak perlu, uang negara harus dihemat di tengah krisis multidimensi lagi," tegasnya.
Seperti diketahui, pemohon dalam pengujian UU Parpol ini adalah sejumlah warga negara yang tergabung dalam Masyarakat Pengawal Pancasila Jogya, Solo dan Semarang (MPP Joglosemar).
"Mengabulkan sebagian permohonan para pemohon," kata Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva, saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (3/4/2014).
Dalam hal ini, MK menyatakan bahwa frasa 'empat pilar berbangsa dan bernegara' yaitu yang terkandung dalam Pasal 34 Ayat (3b) huruf a Pasal 34 Ayat (3b) huruf a UU Parpol, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Secara konstitusional, menurut MK, pembukaan UUD 1945 itu mendudukkan apa yang terkandung di dalam Pancasila adalah sebagai dasar negara.
Hakim Konstitusi, Fadlil Sumadi menyatakan sebagai dasar negara, Pancasila secara normatif harus menjadi dasar penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia yang berfungsi memberikan perlindungan, penyejahteraan, pencerdasan dan berpartisipasi dalam ketertiban dunia sebagaimana diuraikan di muka.
Lebih lanjut, dia mengatakan, pendidikan politik berbangsa dan bernegara tidak hanya terbatas pada keempat pilar tersebut. Melainkan masih banyak aspek lainnya yang penting, antara lain negara hukum, kedaulatan rakyat, wawasan nusantara, ketahanan nasional dan lain sebagainya.
Maka dari itu, dalam melakukan pendidikan politik, partai politik harus juga melakukan pendidikan politik terhadap berbagai aspek penting dalam berbangsa dan bernegara tersebut.
Menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar selain mendudukkan sama dan sederajat dengan pilar yang lain, juga akan menimbulkan kekacauan epistimologis, ontologis dan aksiologis sebagaimana diuraikan di atas.
Kemudian, MK menegaskan bahwa Pancasila memiliki kedudukan yang tersendiri dalam kerangka berpikir bangsa dan negara Indonesia berdasarkan konstitusi yaitu di samping sebagai dasar negara, juga sebagai dasar filosofi negara, norma fundamental negara, ideologi negara, dan cita.
Sementara itu, Kuasa Hukum Pemohon TM Lutfie Yazid mengapresiasi putusan MK yang menempatkan kembali Pancasila sebagai dasar negara, bukan lagi sebagai salah satu pilar berbangsa dan bernegara.
"Empat pilar sudah Innalillah (tamat). Enggak boleh lagi bilang Pancasila jadi pilar dan tidak ada lagi pakai APBN untuk sosialisi empat pilar," kata Lutfie Yazid, usai menghadiri sidang putusan di MK tersebut.
Kendati demikian, Luthfi berharap di masa mendatang tidak ada lagi kekuatan manapun yang mencoba mengutak-atik Pancasila sebagai dasar negara.
Ditambahkannya, dengan ini pula Pancasila diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam masyarakat yang majemuk ini yang tengah dilanda krisis multi dimensi yang begitu dahsyat ini dan bukan hanya menjadi lips service untuk kepentingan sesaat.
"Hal-hal yang enggak perlu untuk sosialisi empat pilar enggak perlu, uang negara harus dihemat di tengah krisis multidimensi lagi," tegasnya.
Seperti diketahui, pemohon dalam pengujian UU Parpol ini adalah sejumlah warga negara yang tergabung dalam Masyarakat Pengawal Pancasila Jogya, Solo dan Semarang (MPP Joglosemar).
(kri)