Mantan Ketua MK dijerat pasal berlapis
A
A
A
Sindonews.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar didakwa menerima janji atau hadiah dalam penanganan sengketa pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) di MK.
Akil pun dijerat pasal berlapis, karena diduga melakukan lebih dari satu tindak pidana. Dakwaan Akil dibacakan oleh Jaksa KPK secara bergantian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Dalam dakwaan pertama, jaksa menganggap Akil menerima suap Pemilukada Kabupaten Gunung Mas, Pemilukada Kabupaten Lebak, Pemilukada Empat Lawang, Pemilukada Kota Palembang, Pemilukada Kabupaten Lampung Selatan.
"Terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdirir sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan yang menerima hadiah atau janji," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pulung Rinandoro saat membacakan berkas dakwaan Akil, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/2/2014).
Dengan begitu, Akil diancam pidana dalam pasal 12 huruf c Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi (tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tipikor, juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Selain itu, mantan anggota DPR Fraksi Golkar itu juga didakwa menerima gratifikasi yang diduga berkaitan dengan penanganan sengketa sejumlah pemilukada yakni, Pemilukada Kabupaten Buton, Pemilukada Kabupaten Pulau Morotai, Kabupaten Tapanuli Tengah, Pemilukada Jawa Timur.
Dalam kasus ini, Akil diancam pasal 12 huruf c UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tipikor juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Tak berhenti disitu, Akil juga dijerat pasal 12 huruf e UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tipikor juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Pasal tersebut berkaitan dengan dugaan penyalahgunaan kekuasaan, sebagai hakim konstitusi, Akil meminta Wakil Gubernur Papua Alex Hesegem memberi duit Rp125 juta untuk ongkos konsultasi terkait permohonan keberatan hasil Pemilukada Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, dan Kabupaten Boven Digoel.
Dakwaan selanjutnya, Akil didakwa menerima hadiah terkait permohonan keberatan atas hasil Pemilukada Provinsi Banten. Akil diancam pidana dalam pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tipikor juncto pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Tak hanya itu, Akil juga didakwa dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Akil dijerat pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Akil juga diancam pidana pasal 3 ayat (1) huruf a dan c UU RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang TPPU, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang TPPU juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Akil didakwa terima puluhan miliar terkait pemilukada
Akil pun dijerat pasal berlapis, karena diduga melakukan lebih dari satu tindak pidana. Dakwaan Akil dibacakan oleh Jaksa KPK secara bergantian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Dalam dakwaan pertama, jaksa menganggap Akil menerima suap Pemilukada Kabupaten Gunung Mas, Pemilukada Kabupaten Lebak, Pemilukada Empat Lawang, Pemilukada Kota Palembang, Pemilukada Kabupaten Lampung Selatan.
"Terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdirir sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan yang menerima hadiah atau janji," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pulung Rinandoro saat membacakan berkas dakwaan Akil, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/2/2014).
Dengan begitu, Akil diancam pidana dalam pasal 12 huruf c Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi (tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tipikor, juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Selain itu, mantan anggota DPR Fraksi Golkar itu juga didakwa menerima gratifikasi yang diduga berkaitan dengan penanganan sengketa sejumlah pemilukada yakni, Pemilukada Kabupaten Buton, Pemilukada Kabupaten Pulau Morotai, Kabupaten Tapanuli Tengah, Pemilukada Jawa Timur.
Dalam kasus ini, Akil diancam pasal 12 huruf c UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tipikor juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Tak berhenti disitu, Akil juga dijerat pasal 12 huruf e UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tipikor juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Pasal tersebut berkaitan dengan dugaan penyalahgunaan kekuasaan, sebagai hakim konstitusi, Akil meminta Wakil Gubernur Papua Alex Hesegem memberi duit Rp125 juta untuk ongkos konsultasi terkait permohonan keberatan hasil Pemilukada Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, dan Kabupaten Boven Digoel.
Dakwaan selanjutnya, Akil didakwa menerima hadiah terkait permohonan keberatan atas hasil Pemilukada Provinsi Banten. Akil diancam pidana dalam pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tipikor juncto pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Tak hanya itu, Akil juga didakwa dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Akil dijerat pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Akil juga diancam pidana pasal 3 ayat (1) huruf a dan c UU RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang TPPU, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang TPPU juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Akil didakwa terima puluhan miliar terkait pemilukada
(maf)