KPK buru bukti pemberi gratifikasi Akil
A
A
A
Sindonews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memburu dan mendalami bukti-bukti keterlibatan pemberi gratifikasi dan janji kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) M Akil Mochtar dalam pengurusan delapan sengketa pilkada yang disidangkan di MK.
Delapan sengketa pilkada yang dimaksud gratifikasi tujuh sengketa pilkada yakni Kota Palembang, Kabupaten Empat Lawang Sumatera Selatan, Provinsi Banten, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara, Lampung Selatan, Provinsi Lampung dan Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Sedangkan pemberian janji pada pilkada Provinsi Jawa Timur.
Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, kasus Akil yang sudah masuk tahap pelimpahan ke penuntutan bukan berarti kasusnya sudah berhenti. Apalagi Akil sudah menjadi tersangka dalam beberapa sangkan, dugaan suap dalam pengurusan sengketa pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Lebak, Banten, gratifikasi, penerimaan janji, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Menurutnya, untuk menjerat pemberi gratifikasi dan janji tersebut butuh pendalaman dan penelusuran lebih jauh. "Bukti-buktinya kita dalami dulu. Masih terus kita kembangkan. Ya, kalau sudah ada dua alat bukti yang cukup kan bisa (ditersangkakan)," ujar Abraham di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (31/1/14) dini hari.
Karenanya pendiri Anti Corruption Commission (ACC) Makassar ini berharap masyarakat dapat bersabar mengikuti proses yang dijalankan KPK. Menurutnya, penyidik tentu membutuhkan waktu untuk mengembangkan kasus ini.
Abraham berusaha diplomatis saat dikonfirmasi apakah Romi Herton (Wali Kota Palembang), Budi Antoni Aljufri (Bupati Empat Lawang), Ratu Atut Chosiyah (Gubernur Banten), Bonaran Situmeang (Bupati Tapanuli Tengah), Rusli Sibua (Bupati Pulau Morotai), Rycko Menoza Sjachroedin (Bupati Lampung Selatan), Syamsu Umar Abdul Samiun (Bupati Buton), Zainudin Amali (Ketua DPD Golkar Jatim) merupakan pemberi yang bisa dijerat KPK.
"Sabar-sabar saja dulu. Kan sebentar lagi Pak AM sidang. Ikuti persidangan. Nanti akan dibuka di sana apa yang ditanyakan," ucapnya.
Sebelumnya, penetapan Akil sebagai tersangka suap sengketa pilkada Lebak dan Gunung Mas disampaikan KPK secara resmi pada 3 Oktober 2013 atau satu hari pasca operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Akil dan lima tersangka lain. Dalam kasus suap ini penyidik menyangkakan Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat 2 UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara untuk gratifikasi sengketa pilkada Empat Lawang dan Palembang disangka melanggar Pasal 12 B. Status tersangka Akil diumumkan sekitar Oktober 2013. Dalam sprindik disebutkan pasal 12 B ini terkait "sengketa pilkada Empat Lawang, Kota Palembang, dan lain-lain".
Penetapan Akil sebagai tersangka Pencucian Uang disampaikan pada 28 Oktober 2013. Akil disangka melanggar Pasal 3 dan 4 Undang-Undang (UU) Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dan Pasal 3 atau Pasal 6 ayat 1 UU Nomor 15/2002 UU TPPU sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 tahun 2003 jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Delapan sengketa pilkada yang dimaksud gratifikasi tujuh sengketa pilkada yakni Kota Palembang, Kabupaten Empat Lawang Sumatera Selatan, Provinsi Banten, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara, Lampung Selatan, Provinsi Lampung dan Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Sedangkan pemberian janji pada pilkada Provinsi Jawa Timur.
Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, kasus Akil yang sudah masuk tahap pelimpahan ke penuntutan bukan berarti kasusnya sudah berhenti. Apalagi Akil sudah menjadi tersangka dalam beberapa sangkan, dugaan suap dalam pengurusan sengketa pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Lebak, Banten, gratifikasi, penerimaan janji, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Menurutnya, untuk menjerat pemberi gratifikasi dan janji tersebut butuh pendalaman dan penelusuran lebih jauh. "Bukti-buktinya kita dalami dulu. Masih terus kita kembangkan. Ya, kalau sudah ada dua alat bukti yang cukup kan bisa (ditersangkakan)," ujar Abraham di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (31/1/14) dini hari.
Karenanya pendiri Anti Corruption Commission (ACC) Makassar ini berharap masyarakat dapat bersabar mengikuti proses yang dijalankan KPK. Menurutnya, penyidik tentu membutuhkan waktu untuk mengembangkan kasus ini.
Abraham berusaha diplomatis saat dikonfirmasi apakah Romi Herton (Wali Kota Palembang), Budi Antoni Aljufri (Bupati Empat Lawang), Ratu Atut Chosiyah (Gubernur Banten), Bonaran Situmeang (Bupati Tapanuli Tengah), Rusli Sibua (Bupati Pulau Morotai), Rycko Menoza Sjachroedin (Bupati Lampung Selatan), Syamsu Umar Abdul Samiun (Bupati Buton), Zainudin Amali (Ketua DPD Golkar Jatim) merupakan pemberi yang bisa dijerat KPK.
"Sabar-sabar saja dulu. Kan sebentar lagi Pak AM sidang. Ikuti persidangan. Nanti akan dibuka di sana apa yang ditanyakan," ucapnya.
Sebelumnya, penetapan Akil sebagai tersangka suap sengketa pilkada Lebak dan Gunung Mas disampaikan KPK secara resmi pada 3 Oktober 2013 atau satu hari pasca operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Akil dan lima tersangka lain. Dalam kasus suap ini penyidik menyangkakan Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat 2 UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara untuk gratifikasi sengketa pilkada Empat Lawang dan Palembang disangka melanggar Pasal 12 B. Status tersangka Akil diumumkan sekitar Oktober 2013. Dalam sprindik disebutkan pasal 12 B ini terkait "sengketa pilkada Empat Lawang, Kota Palembang, dan lain-lain".
Penetapan Akil sebagai tersangka Pencucian Uang disampaikan pada 28 Oktober 2013. Akil disangka melanggar Pasal 3 dan 4 Undang-Undang (UU) Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dan Pasal 3 atau Pasal 6 ayat 1 UU Nomor 15/2002 UU TPPU sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 tahun 2003 jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
(hyk)