Pemilu serentak dinilai abaikan pemilukada

Minggu, 26 Januari 2014 - 12:44 WIB
Pemilu serentak dinilai...
Pemilu serentak dinilai abaikan pemilukada
A A A
Sindonews.com - Pasca putusan judicial review sebagian pasal Undang-undang Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden yang dilaksanakan serentak untuk Pemilu 2019 di Mahkamah Kontitusi (MK) masih meninggalkan persoalan. Putusan itu dinilai masih memerlukan penyempurnaan.

Sebab, pemilu serentak yang diistilahkan sebagai pemilu lima kotak yakni DPR, DPD, DPRD daerah tingkat I, II, pemilu presiden dan wakil presiden masih mengabaikan pemilukada.

"Nah sehingga pemilu lima kotak itu mengabaikan pemilukada. Putusan MK itu di Pasal 18 Ayat (4) belum terpikirkan (menyertakan) pemilukada," kata Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Didik Supriyanto, saat diskusi 'Menata Ulang Jadwal Pilkada: Menuju Pemilu Serentak Nasional dan Pemilu Serentak Daerah' di Bakoel Coffe, Cikini, Jakarta, Minggu (26/1/2014).

Menurut Didik, pada putusan MK yang diajukan koalisi masyarakat sipil pemilu serentak tidak menjelaskan original inten. Kata dia, original inten harus jelas mengartikan pemilu serentak.

"Karena pemilukada bagian dari kesuluruhan (putusan pemilu serentak), maka pemilukada harus masuk di pemilu serentak," ujarnya.

Oleh sebab itu, MK dan pemerintah harus memperjelas posisi pemilukada berada di mana. Karena, jika berargumen pada pemilu serentak untuk menghemat biaya dan efesiensi pemilih, maka suka tidak suka pemilukada harus diikut sertakan dalam 'rezim' pemilu.

Seperti diketahui, aliansi masyarakat sipil untuk pemilu serentak sebagai pemohon, mengajukan beberapa pasal dalam UU 42 tahun 2008 yang saling menegasikan satu sama lain dengan UUD 1945.

Beberapa pasal tersebut yaitu, Pasal 3 ayat (5), Pasal 9, Pasal 12 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 14 Ayat (2) dan Pasal 112 UU UU Pilpres. Pemohon beranggapan bahwa "Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD”, yang tercantum pada Pasal 3 Ayat (5) UU Pilpres bertentangan dengan Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945. Ketentuan ini mengatur penyelenggaraan pemilu menjadi dua kali pelaksanaan, yakni pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pemilu presiden dan wakil presiden.

Sementara itu dalam ketentuan Pasal 22E Ayat (1) dan (2) UUD 1945, hasil amandemen konstitusi pada tahun 2001, dengan jelas menyatakan bahwa pemilihan umum memang dimaksudkan untuk diselenggarakan lima tahun sekali (serentak) untuk memilih (sekaligus) anggota DPR, DPD, DPRD, serta presiden dan wakil presiden.

Sedangkan Pasal 3 Ayat (5) UU 42/2008 yang berbunyi, "Pemilihan umum presiden dan wakil presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD" bertentangan dengan naskah asli penyusun konstitusi terutama Pasal 6A Ayat (2) dan Pasal 22E Ayat (1) dan Ayat (2), sehingga harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Baca berita:
Presidential threshold tak diperlukan lagi dalam pemilu serentak
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7014 seconds (0.1#10.140)