Uji UU Pilpres, Yusril ngaku jadi sasaran kecurigaan
A
A
A
Sindonews.com - Yusril Ihza Mahendra mengaku banyak orang mencurigainya karena langkahnya yang baru mengajukan uji Undang-undang Pilpres. Sementara Hamdan Zoelva yang kini Ketua Mahkamah Konstitusi diketahui pernah menjadi anggota DPR RI dari Partai Bulan Bintang (PBB) yang Yusril dirikan.
“Seolah karena kini Hamdan yang jadi Ketua MK, maka Hamdan akan bantu saya,” ucap Yusril dalam rilisnya, Kamis (24/1/2014).
Ucapan itu serangkai dengan tanggapan Yusril terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji UU Pilpres yang dimohon oleh Effendi Ghazali dkk. Intinya seluruh pasal UU Pipres yang dimohon uji dinyatakan MK bertentangan dengan UUD 1945 dan karenanya tidak punya kekuatan hukum mengikat.
Pakar hukum tata negara yang pernah menjabat Menteri Hukum dan HAM tersebut mengaku telah membaca putusan tersebut dengan seksama.
“MK dalam pertimbangannya menyatakan bahwa pemilu serentak baru berlaku untuk Pemilu 2019 dan seterusnya, bukan untuk Pemilu 2014. Meski pasal-pasal UU Pilpres bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak punya kekuatan hukum mengikat, namun pasal-pasal tersebut tetap sah digunakan untuk Pemilu 2014,” imbuh Yusril.
Ditambahkannya, MK juga mengatakan dengan putusan ini, maka perlu perubahan UU Pileg maupun Pilpres untuk dilaksanakan tahun 2019 dan seterusnya. Itu disebabkan Efendi Ghazali dkk, tidak memberikan jalan keluar setelah pasal-pasal UU Pilpres yang diuji dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Dengan demikian, setelah dinyatakan bertentangan dan tidak punya kekuatan hukum mengikat, akan terjadi kevakuman hukum.
“Dalam permohonan saya, saya menunjukkan jalan keluar itu. Saya minta MK menafsirkan secara langsung maksud Pasal 6A Ayat (2) dan Pasal 22E UUD 1945. Kalau MK tafsirkan maksud Pasal 6A Ayat (2) parpol peserta pemilu mencalonkan pasangan capres sebelum Pileg, maka tak perlu UU lagi untuk melaksanakannya,” argumen Yusril.
Yusril memaparkan, kalau MK menafsirkan Pasal 22E Ayat (1) bahwa pemilu dilaksanakan sekali dalam lima tahun berarti pileg dan pilpres disatukan. Karena itu, kata dia, UU tidak perlu diubah untuk pelaksanaannya.
Maka penyatuan Pileg dan Pilpres dapat dilaksakan tahun 2014 ini juga. “Namun apa boleh buat MK sudah ambil keputusan rupanya sejak setahun lalu, namun baru hari ini putusannya dibacakan,” tukas Yusril.
Yusril secara implisit menyebutkan banyak orang mencurigainya akan berkolusi dengan Hamdan. Dia balik bertanya, “Mengapa tidak mencurigai Akil sebagai eks Golkar yang menahan-nahan pembacaan putusan permohonan Effendi Ghazali hampir setahun lamanya? Mengapa putusan itu baru dibaca sekarang ketika Pemilu 2014 sudah dekat?”
Baca berita:
Effendi: Pemilu serentak 2019, kemenangan rakyat
“Seolah karena kini Hamdan yang jadi Ketua MK, maka Hamdan akan bantu saya,” ucap Yusril dalam rilisnya, Kamis (24/1/2014).
Ucapan itu serangkai dengan tanggapan Yusril terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji UU Pilpres yang dimohon oleh Effendi Ghazali dkk. Intinya seluruh pasal UU Pipres yang dimohon uji dinyatakan MK bertentangan dengan UUD 1945 dan karenanya tidak punya kekuatan hukum mengikat.
Pakar hukum tata negara yang pernah menjabat Menteri Hukum dan HAM tersebut mengaku telah membaca putusan tersebut dengan seksama.
“MK dalam pertimbangannya menyatakan bahwa pemilu serentak baru berlaku untuk Pemilu 2019 dan seterusnya, bukan untuk Pemilu 2014. Meski pasal-pasal UU Pilpres bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak punya kekuatan hukum mengikat, namun pasal-pasal tersebut tetap sah digunakan untuk Pemilu 2014,” imbuh Yusril.
Ditambahkannya, MK juga mengatakan dengan putusan ini, maka perlu perubahan UU Pileg maupun Pilpres untuk dilaksanakan tahun 2019 dan seterusnya. Itu disebabkan Efendi Ghazali dkk, tidak memberikan jalan keluar setelah pasal-pasal UU Pilpres yang diuji dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Dengan demikian, setelah dinyatakan bertentangan dan tidak punya kekuatan hukum mengikat, akan terjadi kevakuman hukum.
“Dalam permohonan saya, saya menunjukkan jalan keluar itu. Saya minta MK menafsirkan secara langsung maksud Pasal 6A Ayat (2) dan Pasal 22E UUD 1945. Kalau MK tafsirkan maksud Pasal 6A Ayat (2) parpol peserta pemilu mencalonkan pasangan capres sebelum Pileg, maka tak perlu UU lagi untuk melaksanakannya,” argumen Yusril.
Yusril memaparkan, kalau MK menafsirkan Pasal 22E Ayat (1) bahwa pemilu dilaksanakan sekali dalam lima tahun berarti pileg dan pilpres disatukan. Karena itu, kata dia, UU tidak perlu diubah untuk pelaksanaannya.
Maka penyatuan Pileg dan Pilpres dapat dilaksakan tahun 2014 ini juga. “Namun apa boleh buat MK sudah ambil keputusan rupanya sejak setahun lalu, namun baru hari ini putusannya dibacakan,” tukas Yusril.
Yusril secara implisit menyebutkan banyak orang mencurigainya akan berkolusi dengan Hamdan. Dia balik bertanya, “Mengapa tidak mencurigai Akil sebagai eks Golkar yang menahan-nahan pembacaan putusan permohonan Effendi Ghazali hampir setahun lamanya? Mengapa putusan itu baru dibaca sekarang ketika Pemilu 2014 sudah dekat?”
Baca berita:
Effendi: Pemilu serentak 2019, kemenangan rakyat
(kri)