Wakil Ketua MPR anggap pemilu serentak tak efisien
A
A
A
Sindonews.com - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemilu serentak dilaksankan pada tahun 2019, namun anggapan akan ada efisiensi anggaran ditepis Wakil Ketua MPR, Hajriyanto Y Thohari.
Ketua DPP Partai Golkar ini berpendapat, dengan dilangsungkan bersamaan maka akan banyak calon presiden (capres) yang muncul karena tidak ada lagi ambang batas capres atau presidential threshold (PT), sehingga membuka peluang dilakukan dua putaran.
"Pemilu serentak itu tidak akan ada pemilu presiden satu putaran karena calon banyak. (Misalnya) Ada 10 parpol peserta pemilu, semuanya bisa mengajukan capres," kata Hajriyanto di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (23/1/2014).
"Dari mana pikiran pemilu serentak akan mengakibatkan ketidakborosan atau efisisensi. Pasti dua putaran," sambungnya.
Pemilu dua putaran itu diprediksi bisa terjadi bila pemilu dilakukan serentak karena sampai saat ini syarat seseorang menjadi presiden yakni mendapatkan suara 50 persen plus 1 masih berlaku sesuai undang-undang.
"Karena syarat jadi presiden di Undang-undang Dasar 45, melebihi 50 persen plus satu. (Jadi) Dari segi anggaran tidak argumen efisiensi, hanya beri persamaan bahwa partai besar dan kecil bisa mengajukan capres," tuntasnya.
Sebelumnya, MK memutuskan mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang- undang (UU) Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden (Pilpres) diadakan serentak.
Dalam putusannya, MK menyatakan, pelaksanaan pemilu serentak itu dilakukan mulai berlaku pada 2019 mendatang.
Baca juga: KPU tanggapi putusan pemilu serentak 2019
Ketua DPP Partai Golkar ini berpendapat, dengan dilangsungkan bersamaan maka akan banyak calon presiden (capres) yang muncul karena tidak ada lagi ambang batas capres atau presidential threshold (PT), sehingga membuka peluang dilakukan dua putaran.
"Pemilu serentak itu tidak akan ada pemilu presiden satu putaran karena calon banyak. (Misalnya) Ada 10 parpol peserta pemilu, semuanya bisa mengajukan capres," kata Hajriyanto di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (23/1/2014).
"Dari mana pikiran pemilu serentak akan mengakibatkan ketidakborosan atau efisisensi. Pasti dua putaran," sambungnya.
Pemilu dua putaran itu diprediksi bisa terjadi bila pemilu dilakukan serentak karena sampai saat ini syarat seseorang menjadi presiden yakni mendapatkan suara 50 persen plus 1 masih berlaku sesuai undang-undang.
"Karena syarat jadi presiden di Undang-undang Dasar 45, melebihi 50 persen plus satu. (Jadi) Dari segi anggaran tidak argumen efisiensi, hanya beri persamaan bahwa partai besar dan kecil bisa mengajukan capres," tuntasnya.
Sebelumnya, MK memutuskan mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang- undang (UU) Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden (Pilpres) diadakan serentak.
Dalam putusannya, MK menyatakan, pelaksanaan pemilu serentak itu dilakukan mulai berlaku pada 2019 mendatang.
Baca juga: KPU tanggapi putusan pemilu serentak 2019
(ysw)