Jika GBHN dikembalikan, pilpres melalui MPR
A
A
A
Sindonews.com - Sebagian kalangan menilai Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) perlu dimunculkan lagi, karena pasca dihapuskan memberikan dampak yang buruk terhadap pembangunan nasional.
Meskipun saat ini sebagai pedoman pembangunan nasional ditentukan lewat Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJM) Nasional, namun tidak efektif untuk acuan atau pedoman pembangunan. Pakar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate, Margarito Khamis, berpendapat mengembalikan GBHN tidak ada persoalannya, namun tentu memiliki konsekuensi secara politis.
"Tidak ada persoalan GBHN dikembalikan, tetapi apakah rakyat Indonesia setuju, karena itu sangat sensitif dan berkaitan erat dengan orde baru," jelasnnya kepada SINDO, Kamis, 2 Januari 2014.
Margarito menambahkan, jika GBHN dikembalikan seutuhnya konsekuensinya pemilihan presiden dikembalikan kepada MPR, bukan lagi dipilih oleh rakyat.
"Bisa juga alternatif lain, GBHN difungsikan hanya untuk panduan pembangunan dan pemilihan presiden tetap dipilih rakyat," ujarnya.
Meskipun hal itu bisa dilakukan, Margarito menilai mengembalikan GBHN untuk acuan pembangunan tidak memiliki urgensi yang jelas. Menurutnya, memang saat ini pemerintah menjadikan RPJM dan RPJP untuk pedoman pembangunan dan dinilai tidak ada konsekuensi yuridis, tapi tidak mesti mengembalikan GBHN.
"Jika RPJM dinilai tidak mempan, bisa diusulkan dibarengi dengan adanya panduan kerangka pembangunan dan dibagikan kepada rakyat, jika seandainya bertolak belakang, kan rakyat bisa menilainya," jelas Margarito.
2014, KPU mulai bahas aturan pilpres
Meskipun saat ini sebagai pedoman pembangunan nasional ditentukan lewat Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJM) Nasional, namun tidak efektif untuk acuan atau pedoman pembangunan. Pakar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate, Margarito Khamis, berpendapat mengembalikan GBHN tidak ada persoalannya, namun tentu memiliki konsekuensi secara politis.
"Tidak ada persoalan GBHN dikembalikan, tetapi apakah rakyat Indonesia setuju, karena itu sangat sensitif dan berkaitan erat dengan orde baru," jelasnnya kepada SINDO, Kamis, 2 Januari 2014.
Margarito menambahkan, jika GBHN dikembalikan seutuhnya konsekuensinya pemilihan presiden dikembalikan kepada MPR, bukan lagi dipilih oleh rakyat.
"Bisa juga alternatif lain, GBHN difungsikan hanya untuk panduan pembangunan dan pemilihan presiden tetap dipilih rakyat," ujarnya.
Meskipun hal itu bisa dilakukan, Margarito menilai mengembalikan GBHN untuk acuan pembangunan tidak memiliki urgensi yang jelas. Menurutnya, memang saat ini pemerintah menjadikan RPJM dan RPJP untuk pedoman pembangunan dan dinilai tidak ada konsekuensi yuridis, tapi tidak mesti mengembalikan GBHN.
"Jika RPJM dinilai tidak mempan, bisa diusulkan dibarengi dengan adanya panduan kerangka pembangunan dan dibagikan kepada rakyat, jika seandainya bertolak belakang, kan rakyat bisa menilainya," jelas Margarito.
2014, KPU mulai bahas aturan pilpres
(lal)