PSHK usulkan mekanisme peradilan cepat bagi pejabat negara
A
A
A
Sindonews.com - Di tengah gencarnya penolakan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tetap bersikukuh akan melantik Bupati Gunung Mas terpilih, Hambit Bintih. Kemendagri menggunakan Undang-Undang Pemerintah Daerah (Pemda) sebagai dasar hukumnya.
Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Ronald Rofiandri mengatakan, ke depan agar polemik seperti ini tak terulang maka sudah harus disediakan mekanisme peradilan cepat bagi pejabat negara, mulai dari level presiden hingga bupati, anggota DPR, dan posisi pejabat publik tertentu lainnya.
"Ini harus diatur di tingkat konstitusi. Peradilan cepat yang bersifat final, dimana posisi penuntut umum adalah jaksa senior, begitu juga para hakimnya," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Sabtu (28/12/2013).
Ia melanjutkan, tidak ada banding karena semua putusan bersifat final dan mengikat. Ini untuk menjawab kemungkinan terulangnya kebuntuan dan kompleksitas serupa.
"Usulan PSHK mengenai peradilan cepat bagi pejabat negara tidak relevan di tingkat revisi UU, tapi harus amandemen konstitusi. Ini agenda jangka panjang," kata dia.
Untuk jangka pendek, tambah dia, bisa ditempuh melalui usulan RUU Etika Penyelenggaraan Negara yang saat ini sedang disiapkan oleh Kementerian PANRB.
Sebelumnya diberitakan, Kemendagri kembali menegaskan, agar masyarakat memahami undang-undang (UU), terkait dengan rencana pelantikan calon Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah (Kalteng), Hambit Bintih.
"Kemendagri itu hanya (pelaksana) administrasi, kalau masyarakat tidak mengerti tentang UU. Padahal UU harus diperhatikan (secara) seksama," kata Mendagri Gamawan Fauzi, setelah mengikuti rapat dengan Pimpinan DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Jumat 27 Desember 2013.
Menurut Gamawan, rencana pelantikan tersebut dilihat dari aturan hukum. Pasalnya, jika tidak melantik, maka akan bertentangan dengan UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda). Karena menurut UU tersebut, calon pejabat yang masih berstatus tersangka dan belum terdakwa masih bisa dilantik.
"Apa bisa (kasus Hambit) ini dianggap berhalangan tetap? Pendapat di publik mengatakan, harus ada terobosan dan kebijakan baru. Kita tak lihat itu, karena UU sudah jelas. Kita lakukan terobosan mekanisme, kita digugat," ujarnya.
Baca berita:
Gamawan tetap lantik 10 kepala daerah berkasus korupsi
Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Ronald Rofiandri mengatakan, ke depan agar polemik seperti ini tak terulang maka sudah harus disediakan mekanisme peradilan cepat bagi pejabat negara, mulai dari level presiden hingga bupati, anggota DPR, dan posisi pejabat publik tertentu lainnya.
"Ini harus diatur di tingkat konstitusi. Peradilan cepat yang bersifat final, dimana posisi penuntut umum adalah jaksa senior, begitu juga para hakimnya," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Sabtu (28/12/2013).
Ia melanjutkan, tidak ada banding karena semua putusan bersifat final dan mengikat. Ini untuk menjawab kemungkinan terulangnya kebuntuan dan kompleksitas serupa.
"Usulan PSHK mengenai peradilan cepat bagi pejabat negara tidak relevan di tingkat revisi UU, tapi harus amandemen konstitusi. Ini agenda jangka panjang," kata dia.
Untuk jangka pendek, tambah dia, bisa ditempuh melalui usulan RUU Etika Penyelenggaraan Negara yang saat ini sedang disiapkan oleh Kementerian PANRB.
Sebelumnya diberitakan, Kemendagri kembali menegaskan, agar masyarakat memahami undang-undang (UU), terkait dengan rencana pelantikan calon Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah (Kalteng), Hambit Bintih.
"Kemendagri itu hanya (pelaksana) administrasi, kalau masyarakat tidak mengerti tentang UU. Padahal UU harus diperhatikan (secara) seksama," kata Mendagri Gamawan Fauzi, setelah mengikuti rapat dengan Pimpinan DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Jumat 27 Desember 2013.
Menurut Gamawan, rencana pelantikan tersebut dilihat dari aturan hukum. Pasalnya, jika tidak melantik, maka akan bertentangan dengan UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda). Karena menurut UU tersebut, calon pejabat yang masih berstatus tersangka dan belum terdakwa masih bisa dilantik.
"Apa bisa (kasus Hambit) ini dianggap berhalangan tetap? Pendapat di publik mengatakan, harus ada terobosan dan kebijakan baru. Kita tak lihat itu, karena UU sudah jelas. Kita lakukan terobosan mekanisme, kita digugat," ujarnya.
Baca berita:
Gamawan tetap lantik 10 kepala daerah berkasus korupsi
(kri)