Lantik tersangka suap, moral Mendagri rendah
A
A
A
Sindonews.com - Gerakan Indonesia Bersih (GIB) menilai kengototan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi melantik tersangka Hambit Bintih sebagai Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah (Kalteng) menunjukan standar moral yang rendah.
Hambit Bintih merupakan tersangka pemberi suap Rp3 miliar kepada mantan Ketua Mahkamah Kontitusi (MK) Akil Mochtar terkait pengurusan sengketa Pemilukada Kabupaten Gunung Mas yang disidangkan di MK.
"Standar moral Mendagri sangat rendah. Seharusnya dia malu dan membatalkan melantik tersangka (Hambit Bintih) yang ada di dalam penjara," tegas Koordinator GIB Adhie M Massardi kepada SINDO di Jakarta, Kamis (26/12/13).
Menurutnya, jabatan publik itu diatur dalam dua undang-undang, tertulis dan tidak tertulis. "Yang tidak tertulis itu etika (kepatutan) dan moralitas," ujarnya.
Juru Bicara Presiden era Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) ini menyatakan, tidak semua yang tidak dilarang dalam aturan tertulis, seperti melantik orang dalam bui, boleh dilaksanakan. Demikian pula, tidak semua yang belum ada aturannya tidak boleh dilaksanakan. Seperti memberhentikan gubernur atau bupati yang sudah jadi tersangka.
"Di negara-negara beradab, pejabat publik mengundurkan diri atau diberhentikan atasannya ketika isu korupsi menerpanya. Karena jabatan publik itu syarat utamanya kepercayaan (trust) masyarakat," tandasnya.
Sebelumnya, Mendagri Gamawan Fauzi memastikan tetap akan melantik Hambit Bintih sebagai Bupati Gunung Mas meski berstatus tersangka dan ditahan KPK. Sejumlah kalangan menyayangkan langkah Mendagri yang dinilai mengabaikan aspek etika moral itu.
“Dia (Hambit Bintih) baru tersangka, patut dianggap tidak bersalah sebelum inkracht,” kata Gamawan di Kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa 24 Desember 2013.
Mantan Gubernur Sumatera Barat ini menjelaskan, meski pelantikan Hambit menuai kritik dari banyak pihak, masalah ini perlu dilihat secara komprehensif sebab semuanya saling berkaitan antara hukum, desakan masyarakat, dan prosedur.
Di satu sisi Hambit sebagai bupati pilihan rakyat, tentu saja dia mempunyai hak untuk dilantik. Menurut dia, dalam hukum harus menganut asas praduga tak bersalah. Di sisi lain, Hambit tersangkut masalah suap.
“Menjadi tersangka belum tentu menjadi narapidana, masih ada proses hukum. Kita harus hormati haknya,” jelasnya.
Baca berita:
Lantik Hambit Bintih, Kemendagri tabrak norma kepatutan
Hambit Bintih merupakan tersangka pemberi suap Rp3 miliar kepada mantan Ketua Mahkamah Kontitusi (MK) Akil Mochtar terkait pengurusan sengketa Pemilukada Kabupaten Gunung Mas yang disidangkan di MK.
"Standar moral Mendagri sangat rendah. Seharusnya dia malu dan membatalkan melantik tersangka (Hambit Bintih) yang ada di dalam penjara," tegas Koordinator GIB Adhie M Massardi kepada SINDO di Jakarta, Kamis (26/12/13).
Menurutnya, jabatan publik itu diatur dalam dua undang-undang, tertulis dan tidak tertulis. "Yang tidak tertulis itu etika (kepatutan) dan moralitas," ujarnya.
Juru Bicara Presiden era Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) ini menyatakan, tidak semua yang tidak dilarang dalam aturan tertulis, seperti melantik orang dalam bui, boleh dilaksanakan. Demikian pula, tidak semua yang belum ada aturannya tidak boleh dilaksanakan. Seperti memberhentikan gubernur atau bupati yang sudah jadi tersangka.
"Di negara-negara beradab, pejabat publik mengundurkan diri atau diberhentikan atasannya ketika isu korupsi menerpanya. Karena jabatan publik itu syarat utamanya kepercayaan (trust) masyarakat," tandasnya.
Sebelumnya, Mendagri Gamawan Fauzi memastikan tetap akan melantik Hambit Bintih sebagai Bupati Gunung Mas meski berstatus tersangka dan ditahan KPK. Sejumlah kalangan menyayangkan langkah Mendagri yang dinilai mengabaikan aspek etika moral itu.
“Dia (Hambit Bintih) baru tersangka, patut dianggap tidak bersalah sebelum inkracht,” kata Gamawan di Kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa 24 Desember 2013.
Mantan Gubernur Sumatera Barat ini menjelaskan, meski pelantikan Hambit menuai kritik dari banyak pihak, masalah ini perlu dilihat secara komprehensif sebab semuanya saling berkaitan antara hukum, desakan masyarakat, dan prosedur.
Di satu sisi Hambit sebagai bupati pilihan rakyat, tentu saja dia mempunyai hak untuk dilantik. Menurut dia, dalam hukum harus menganut asas praduga tak bersalah. Di sisi lain, Hambit tersangkut masalah suap.
“Menjadi tersangka belum tentu menjadi narapidana, masih ada proses hukum. Kita harus hormati haknya,” jelasnya.
Baca berita:
Lantik Hambit Bintih, Kemendagri tabrak norma kepatutan
(kri)