Defisit belum teratasi

Kamis, 26 Desember 2013 - 06:29 WIB
Defisit belum teratasi
Defisit belum teratasi
A A A
TANTANGAN pemerintah dalam melayarkan perekonomian nasional tahun depan masih terfokus pada pengendalian defisit neraca perdagangan.

Bank Dunia mengakui sejumlah langkah pemerintah untuk menjaga stabilitas makro ekonomi sudah pada jalur yang benar, namun masih sebatas langkah jangka pendek. Sementara program jangka panjang terkait peningkatan pertumbuhan ekonomi dan perdagangan guna menekan defisit masih dibutuhkan reformasi struktural yang lebih luas. Bank Dunia menilai kebijakan menekan defisit neraca perdagangan belum konkret. Karena itu, Bank Dunia hanya berani memprediksi pertumbuhan perekonomian nasional pada level 5,3% pada 2014 lebih rendah dari prediksi tahun ini pada kisaran 5,6%.

Persoalan defisit neraca perdagangan yang diprediksi masih menjadi kendala utama yang menahan laju perekonomian nasional tahun depan diamini Menteri Perdagangan Gita Wirjawan. Pemerintah memprediksi angka defisit neraca perdagangan tidak akan jauh berbeda dengan tahun ini yang diperkirakan bertengger pada kisaran USD5 miliar. Menteri Perdagangan memprediksi kinerja perdagangan luar negeri tidak akan mengalami perubahan signifikan dari tahun ini dengan trade balance sekitar USD370 miliar hingga USD380 miliar.

Tahun depan nilai impor bahkan boleh jadi semakin melaju melihat kondisi di dalam negeri. Tengok saja, impor minyak yang selama ini menjadi sumber utama yang membuat defisit neraca perdagangan semakin besar dan sulit ditangani. Selain kebutuhan impor minyak terus bertambah, kini juga diperlemah oleh kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat makin loyo hingga menembus level 12.000 per USD.

Selanjutnya, sejumlah komoditas pangan yang semula diharapkan terjadi swasembada pada tahun depan ternyata hanya sebuah program indah di atas kertas alias meleset. Dari lima komoditas pangan yang dicanangkan mencapai swasembada 2014 ternyata dua di antaranya sudah pasti tak bisa direalisasikan. Pertama, swasembada daging sapi harus dikoreksi. Fakta lapangan, kebutuhan pemenuhan daging sapi dari dalam negeri diperkirakan hanya bisa menutupi konsumsi masyarakat atau sekitar 80%, sisanya sebanyak 20% untuk industri terpaksa diatasi melalui impor.

Kedua,swasembada gula tahun depan juga meleset jauh. Industri gula dan penunjangnya tak bisa mengikuti irama pemerintah yang bertekad melakukan swasembada gula pada tahun depan. Kini Bulog sudah mengancang-ancang untuk menyetok gula sebanyak 300.000 ton melalui impor. Melihat kecenderungan tersebut, sejumlah analis ekonomi memperkirakan kebijakan moneter yang ketat pada 2014 masih berlangsung demi menyehatkan neraca perdagangan.

Selain persoalan defisit neraca perdagangan yang terus melilit masih ada persoalan internal yang sepertinya luput dari perhatian pemerintah yakni struktur industri manufaktur yang masih terdapat jeda dari hulu ke hilir. Persoalan tersebut membuat pemerintah kesulitan mendongkrak kapasitas industri nasional di tengah laju permintaan berbagai kebutuhan masyarakat yang semakin meroket. Persoalan industri manufaktur yang terputus dari hulu ke hilir juga berkontribusi besar menaikkan nilai impor.

Bagaimana dengan kontribusi pemilihan umum (pemilu) terhadap pertumbuhan perekonomian pada tahun depan? Memang pemilu dipastikan akan berkontribusi positif terhadap perkembangan perekonomian melalui berbagai belanja terkait penyelenggaraan pemilu baik legislatif maupun presiden. Namun, kontribusinya menurut hitung-hitungan sejumlah pakar ekonomi akan menghasilkan perputaran uang sekitar Rp50 triliun. Jadi, sebenarnya terlalu kecil untuk berharap memutar roda perekonomian yang lebih kencang. Yang menarik dicermati untuk tahun depan adalah perilaku investor.

Tahun depan adalah tahun politik untuk memilih para elite politik atau wakil rakyat dan nakhoda negeri ini. Para investor sudah pasti akan menempuh langkah wait and see sebelum menanamkan modal. Para investor terutama investor asing akan memelototi apakah pemimpin atau presiden terpilih propasar atau tidak. Itu wajar saja sebab para pemodal dalam melakukan investasi membutuhkan keamanan dan stabilisasi negeri tujuan investasi.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9679 seconds (0.1#10.140)