Patrialis dan pemerintah diminta legowo terima putusan PTUN
A
A
A
Sindonews.com - Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang membatalkan Surat Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 87/P Tahun 2013 tentang pengangkatan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Partrialis Akbar menuai polemik di kalangan masyarakat.
Wakil Direktur Indonesia Human Right Commitee for Social Justice (IHCS), Ridwan Darmawan Keppres merupakan hak dan kewenangan presiden, tetapi jika ditemukan keanehan di balik terbitnya Keppres tersebut maka, publik berhak membatalkan Keppres tersebut.
"Era demokrasi sekarang kehendak masyarakat harus jadi yang utama. Perppu atau Keppres kalau nyatanya menyalahi aturan, publik boleh gebuk Keppres," kata Ridwan, ketika berbincang dengan Sindonews, melalui sambungan telepon, Rabu (25/12/2013).
Menurutnya, legal standing atas gugatan yang dilayangkan Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK kepada PTUN, harus disikapi pemerintah secara bijak. Alasannya, putusan PTUN memiliki kekuatan hukum.
Maka itu, rencana pemerintah dan Patrialis Akbar akan melakukan upaya banding dinilai semakin memunculkan hilangnya kepercayaan publik kepada pejabat. Sikap kesan tak terima pejabat itu mencerminkan tidak adanya kedewasaan dan penghirmatan terhadap keputusan hukum.
"Banding boleh diajukan, itu hak setiap warga negara. Tapi seorang presiden dan hakim kontitusi dalam masalah ini (Keppres) kita uji sikap kenegarawanannya seperti apa," ucapnya.
Atas dasar itulah dia berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Patrialis sebaiknya sama-sama legowo menerima putusan PTUN. Hal ini untuk menghindari bertambahnya polemik di publik. " Jangan tambah polemik dong, kita minta hormati keputusan hukum," imbuhnya.
Sebelumnya, Koalisi masyarakat sipil selamatkan MK akhirnya memenangkan gugatan atas Keppres Nomor 87/P tahun 2013 terkait pengangkatan Patrialis Akbar sebagai hakim MK di PTUN.
Putusan tersebut dibacakan oleh Hakim Ketua Teguh Satya Bhakti serta anggota Elizabeh I.E.H.L Tobing, I Nyoman Harnanta, panitera pengganti Nanang Damini.
Adapun pihak penggugat berasal dari sejumlah LSM. Mereka antara lain, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Indonesia Legal Roundtable (ILR), Lembaga Studi Advokasi Masyarakat (ELSAM), Public Interest Lawyer Networks (PILNET) dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
Sedangkan pihak tergugat, adalah mereka tergugat I, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku pemilik Keppres, dan tergugat II, Patrialis Akbar sendiri sebagai Hakim MK.
Berita Patrialis batal jadi Hakim MK, SBY bakal banding.
Wakil Direktur Indonesia Human Right Commitee for Social Justice (IHCS), Ridwan Darmawan Keppres merupakan hak dan kewenangan presiden, tetapi jika ditemukan keanehan di balik terbitnya Keppres tersebut maka, publik berhak membatalkan Keppres tersebut.
"Era demokrasi sekarang kehendak masyarakat harus jadi yang utama. Perppu atau Keppres kalau nyatanya menyalahi aturan, publik boleh gebuk Keppres," kata Ridwan, ketika berbincang dengan Sindonews, melalui sambungan telepon, Rabu (25/12/2013).
Menurutnya, legal standing atas gugatan yang dilayangkan Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK kepada PTUN, harus disikapi pemerintah secara bijak. Alasannya, putusan PTUN memiliki kekuatan hukum.
Maka itu, rencana pemerintah dan Patrialis Akbar akan melakukan upaya banding dinilai semakin memunculkan hilangnya kepercayaan publik kepada pejabat. Sikap kesan tak terima pejabat itu mencerminkan tidak adanya kedewasaan dan penghirmatan terhadap keputusan hukum.
"Banding boleh diajukan, itu hak setiap warga negara. Tapi seorang presiden dan hakim kontitusi dalam masalah ini (Keppres) kita uji sikap kenegarawanannya seperti apa," ucapnya.
Atas dasar itulah dia berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Patrialis sebaiknya sama-sama legowo menerima putusan PTUN. Hal ini untuk menghindari bertambahnya polemik di publik. " Jangan tambah polemik dong, kita minta hormati keputusan hukum," imbuhnya.
Sebelumnya, Koalisi masyarakat sipil selamatkan MK akhirnya memenangkan gugatan atas Keppres Nomor 87/P tahun 2013 terkait pengangkatan Patrialis Akbar sebagai hakim MK di PTUN.
Putusan tersebut dibacakan oleh Hakim Ketua Teguh Satya Bhakti serta anggota Elizabeh I.E.H.L Tobing, I Nyoman Harnanta, panitera pengganti Nanang Damini.
Adapun pihak penggugat berasal dari sejumlah LSM. Mereka antara lain, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Indonesia Legal Roundtable (ILR), Lembaga Studi Advokasi Masyarakat (ELSAM), Public Interest Lawyer Networks (PILNET) dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
Sedangkan pihak tergugat, adalah mereka tergugat I, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku pemilik Keppres, dan tergugat II, Patrialis Akbar sendiri sebagai Hakim MK.
Berita Patrialis batal jadi Hakim MK, SBY bakal banding.
(kur)