Pengangkatan Hakim MK batal, bukti putusan pemerintah lemah
A
A
A
Sindonews.com - Keputusan Majelis Hakim PTUN Jakarta yang membatalkan Keppres tentang pengangkatan Patrialis Akbar dan Maria Farida Indrati sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), dinilai membuktikan keputusan pemerintah mengandung kelemahan.
Ketua Fraksi Partai hati Nurani Rakyat (Hanura), Sarifuddin Sudding mengungkapkan, hal itu untuk menanggapi keputusan PTUN Jakarta yang membatalkan Keppres Nomor 87/P tanggal 22 Juli 2013 tersebut.
“Keputusan PTUN itu sekaligus mengkonfirmasi bahwa produk yang dikeluarkan pemerintah banyak mengandung kelemahan. Ada unsur ketergesa-gesaan dan lebih parah lagi menimbulkan pertentangan antar peraturan perundang-undangan,” katanya melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (24/12/2013).
Sudding yang juga anggota Komisi III DPR RI itu menegaskan, semua pihak harus menghormati putusan PTUN itu. “Saya melihat, keputusan PTUN sudah didasari pertimbangan hukum sesuai alat bukti para pihak,” ujarnya.
Permintaan untuk menghormati keputusan itu juga ditujukannya untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ini terkait Majelis Hakim PTUN yang juga mewajibkan presiden untuk mencabut Keppres dan menerbitkan Keppres baru yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Sudding sepakat dengan pertimbangan hakim yang berpendapat pengangkatan Patrialis Akbar dan Maria Farida, dilakukan melalui penunjukan langsung. Sehingga, tanpa tata cara pencalonan yang dilakukan secara transparan dan partisipatif seperti yang diamanatkan pasal 19 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.
Sudding juga memberi catatan, meski pengangkatan keduanya dibatalkan, namun MK dapat menggelar sidang dan keputusannya diakui secara hukum. “Masih ada kesempatan banding jadi belum berkekuatan hukum tetap. Keputusan sidang-sidang MK masih memiliki legitimasi kuat,” pungkasnya.
Surat pembatalan Patrialis jadi Hakim MK.
Ajukan banding, Patrialis dinilai haus jabatan.
PTUN batalkan Keppres pengangkatan Patrialis jadi Hakim MK
Ketua Fraksi Partai hati Nurani Rakyat (Hanura), Sarifuddin Sudding mengungkapkan, hal itu untuk menanggapi keputusan PTUN Jakarta yang membatalkan Keppres Nomor 87/P tanggal 22 Juli 2013 tersebut.
“Keputusan PTUN itu sekaligus mengkonfirmasi bahwa produk yang dikeluarkan pemerintah banyak mengandung kelemahan. Ada unsur ketergesa-gesaan dan lebih parah lagi menimbulkan pertentangan antar peraturan perundang-undangan,” katanya melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (24/12/2013).
Sudding yang juga anggota Komisi III DPR RI itu menegaskan, semua pihak harus menghormati putusan PTUN itu. “Saya melihat, keputusan PTUN sudah didasari pertimbangan hukum sesuai alat bukti para pihak,” ujarnya.
Permintaan untuk menghormati keputusan itu juga ditujukannya untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ini terkait Majelis Hakim PTUN yang juga mewajibkan presiden untuk mencabut Keppres dan menerbitkan Keppres baru yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Sudding sepakat dengan pertimbangan hakim yang berpendapat pengangkatan Patrialis Akbar dan Maria Farida, dilakukan melalui penunjukan langsung. Sehingga, tanpa tata cara pencalonan yang dilakukan secara transparan dan partisipatif seperti yang diamanatkan pasal 19 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.
Sudding juga memberi catatan, meski pengangkatan keduanya dibatalkan, namun MK dapat menggelar sidang dan keputusannya diakui secara hukum. “Masih ada kesempatan banding jadi belum berkekuatan hukum tetap. Keputusan sidang-sidang MK masih memiliki legitimasi kuat,” pungkasnya.
Surat pembatalan Patrialis jadi Hakim MK.
Ajukan banding, Patrialis dinilai haus jabatan.
PTUN batalkan Keppres pengangkatan Patrialis jadi Hakim MK
(maf)