Politik bermain, KPK aniaya Anas
A
A
A
Sindonews.com - Anas Urbaningrum yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Sport Center Hambalang, Bogor, Jawa Barat, sejak 22 Februari 2013, hingga saat ini belum juga ditindaklanjuti kasusnya.
Loyalis Anas yang juga kader Partai Demokrat, Gede Pasek Suardika, memertanyakan proses hukum yang berjalan di KPK terhadap kasus teman sejawatnya itu.
Pengamat hukum dari Universita Padjajaran, Indra Prawira, mengatakan sikap KPK yang terus mengulur proses hukum Anas dinilai sebagai bentuk penganiayaan terhadap seseorang yang dijerat perkara korupsi oleh lembaga pimpinan Abraham Samad Cs itu.
"Kalau menahan-nahan kasusnya, KPK menganiaya orang, akhirnya politik bermain," tukas Indra kepada Sindonews, Selasa (24/12/2013).
Sehingga timbul kesan KPK dikendalikan oleh kekuatan politik penguasa dalam menjalankan tugasnya pokok dan fungsinya sebagai lembaga independen pemberantasn korupsi yang diberi kewenangan luar biasa.
KPK yang tidak memiliki kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), seharusnya berhati-hati dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi. Jika saat ini bukti kejahatan mantan Ketua Umum Partai Demokrat tak cukup, lebih baik KPK melimpahkan kasus Anas ke Polri ata Kejaksaan Agung.
"KPK kan tidak mengenal SP3, jadi kalau di SP3 oleh Polri atau Kejaksaan Agung enggak masalah buat menghindari malu, jadi KPK tetap bersih namanya," ketusnya.
Sebaliknya, jika mantan orang nomor satu di Demokrat itu mencukupi bukti kuat untuk dijerat, namun KPK terus mengulur kasus tersebut karena dikhawatrikan akan memengaruhi citra Demokrat jelang Pemilu 2014. Maka KPK tak lagi netral dalam kinerjanya.
"KPK dituding tebang pilih, ini jadi bergeser ke politik," tandasnya.
Komentar Anas soal SBY tunjuk pengacara keluarga
Loyalis Anas yang juga kader Partai Demokrat, Gede Pasek Suardika, memertanyakan proses hukum yang berjalan di KPK terhadap kasus teman sejawatnya itu.
Pengamat hukum dari Universita Padjajaran, Indra Prawira, mengatakan sikap KPK yang terus mengulur proses hukum Anas dinilai sebagai bentuk penganiayaan terhadap seseorang yang dijerat perkara korupsi oleh lembaga pimpinan Abraham Samad Cs itu.
"Kalau menahan-nahan kasusnya, KPK menganiaya orang, akhirnya politik bermain," tukas Indra kepada Sindonews, Selasa (24/12/2013).
Sehingga timbul kesan KPK dikendalikan oleh kekuatan politik penguasa dalam menjalankan tugasnya pokok dan fungsinya sebagai lembaga independen pemberantasn korupsi yang diberi kewenangan luar biasa.
KPK yang tidak memiliki kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), seharusnya berhati-hati dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi. Jika saat ini bukti kejahatan mantan Ketua Umum Partai Demokrat tak cukup, lebih baik KPK melimpahkan kasus Anas ke Polri ata Kejaksaan Agung.
"KPK kan tidak mengenal SP3, jadi kalau di SP3 oleh Polri atau Kejaksaan Agung enggak masalah buat menghindari malu, jadi KPK tetap bersih namanya," ketusnya.
Sebaliknya, jika mantan orang nomor satu di Demokrat itu mencukupi bukti kuat untuk dijerat, namun KPK terus mengulur kasus tersebut karena dikhawatrikan akan memengaruhi citra Demokrat jelang Pemilu 2014. Maka KPK tak lagi netral dalam kinerjanya.
"KPK dituding tebang pilih, ini jadi bergeser ke politik," tandasnya.
Komentar Anas soal SBY tunjuk pengacara keluarga
(lal)