Keikhlasan Prabowo diuji di Pilpres 2014
A
A
A
Sindonews.com - Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Bakir Ihsan memandang, duet antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi) pada Pilpres 2014 bisa menyebabkan munculnya dua matahari kembar. Sebab, keduanya merasa sama-sama unggul dan memiliki elektabilitas yang tinggi.
"Kemungkinan itu bisa saja terjadi, sebagaimana terjadi pada level gubernur atau bupati. Tapi presiden tetap lebih punya kuasa secara konstitusi dibandingkan wakilnya," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Senin (23/12/2013).
Karena itu, kata dia, keikhlasan Jokowi dan Prabowo akan diuji pada pilpres mendatang. Khususnya, Prabowo yang sudah lebih dulu malang melintang di dunia perpolitikan dengan segudang pengalamannya.
"Justru kalau elektabilitas Jokowi lebih tinggi daripada Prabowo, tapi Jokowi hanya siap jadi wakilnya, itu berarti merendahkan kepercayaan rakyat. Padahal suara rakyat adalah suara Tuhan. Merendahkan suara rakyat berarti merendahkan suara Tuhan," jelas Bakir.
Selain itu, semakin renggangnya hubungan PDIP dan Gerindra pasca Pemilukada DKI Jakarta dianggap akan menjadi batu ganjalan menduetkan Prabowo-Jokowi atau sebaliknya. Selain itu, lanjutnya, PDIP dan Jokowi tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang sedang baik hanya sekadar menjadi cawapres.
"Tapi sekali lagi, dalam politik ada beribu nafas yang memberi ruang terjadinya segala kemungkinan, sampai pada kepastian perolehan suara dan peta politik pasca pileg. Tak ada kawan dan lawan yang abadi."
"Sejak reformasi, prinsip ini masih terus terjadi dan pada 2014 belum ada tanda-tanda berhenti. Semua mencair berdasarkan kepentingan partai," tutupnya.
Baca berita:
Guruh: Belum saatnya Jokowi jadi capres
"Kemungkinan itu bisa saja terjadi, sebagaimana terjadi pada level gubernur atau bupati. Tapi presiden tetap lebih punya kuasa secara konstitusi dibandingkan wakilnya," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Senin (23/12/2013).
Karena itu, kata dia, keikhlasan Jokowi dan Prabowo akan diuji pada pilpres mendatang. Khususnya, Prabowo yang sudah lebih dulu malang melintang di dunia perpolitikan dengan segudang pengalamannya.
"Justru kalau elektabilitas Jokowi lebih tinggi daripada Prabowo, tapi Jokowi hanya siap jadi wakilnya, itu berarti merendahkan kepercayaan rakyat. Padahal suara rakyat adalah suara Tuhan. Merendahkan suara rakyat berarti merendahkan suara Tuhan," jelas Bakir.
Selain itu, semakin renggangnya hubungan PDIP dan Gerindra pasca Pemilukada DKI Jakarta dianggap akan menjadi batu ganjalan menduetkan Prabowo-Jokowi atau sebaliknya. Selain itu, lanjutnya, PDIP dan Jokowi tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang sedang baik hanya sekadar menjadi cawapres.
"Tapi sekali lagi, dalam politik ada beribu nafas yang memberi ruang terjadinya segala kemungkinan, sampai pada kepastian perolehan suara dan peta politik pasca pileg. Tak ada kawan dan lawan yang abadi."
"Sejak reformasi, prinsip ini masih terus terjadi dan pada 2014 belum ada tanda-tanda berhenti. Semua mencair berdasarkan kepentingan partai," tutupnya.
Baca berita:
Guruh: Belum saatnya Jokowi jadi capres
(kri)