Diperiksa KPK, Hakim Konstitusi beri kelonggaran prosedur
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva, telah menjalani pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh tersangka Akil Mochtar, hari ini.
Perlu diketahui, dua Hakim Konstitusi lainnya, yakni Anwar Usman dan Maria Farida Indrati sudah menjalani diperiksa beberapa kali oleh penyidik KPK, beberapa waktu yang lalu.
Hamdan menuturkan, bahwa dirinya dan dua hakim lainnya itu tidak menjalani ketentuan di dalam pasal 6 ayat 3 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK). Yakni, dalam pemeriksaan yang dilakukan KPK tersebut, tidak ada izin tertulis dari presiden.
Sekadar informasi, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK dan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2003 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 24 tentang MK menyatakan bahwa hakim konstitusi hanya dapat dikenai tindakan kepolisian atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan tertulis dari presiden.
"Menurut Pasal 6 Ayat 3 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, hakim konsitusi hanya bisa dimintai keterangan sebagai saksi baik di KPK, kejaksaan maupun di kepolisian, harus izin presiden dan atas perintah jaksa agung," ujar Hamdan saat jumpa pers di Gedung MK, jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (12/12/2013).
Maka dari itu, dia menegaskan, bahwa kesediaannya dan dua hakim lainnya diperiksa KPK, karena komitmen dari MK yang sejak awal untuk membantu dan memberiksan akses dalam rangka mempercepat penyelesaian perkara yang melibatkan mantan Ketua MK Akil Mochtar.
"Untuk segera memulihkan wibawa MK yang sebenarnya," katanya.
Lebih lanjut, dia menuturkan, bahwa kesediaan hakim konstitusi memenuhi permintaan KPK sedapat mungkin telah diupayakan untuk tidak mengganggu pelaksanaan tugas-tugas konstitusional MK. Sebab, kata dia, apabila pelaksanaan tugas konstitusionalnya terganggu, maka akan banyak perkara konstitusi yang terbengkalai.
Hal itu, kata dia, akan menciderai hak-hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh UUD 1945 dan akan berdampak terhadap penyelenggaraan negara. Apalagi, ujar dia, perkara-perkara sengketa pemilukada yang sudah harus diputus paling lambat dalam waktu 14 hari kerja.
"MK perlu menegaskan bahwa permintaan keterangan kepada hakim konstitusi oleh KPK untuk didengar keterangannya sebagai saksi atau tindakan kepolisian apapun tanpa memenuhi prosedur Pasal 6 Undang-Undang MK, hanya terjadi sekali ini saja, yakni pada kasus dugaan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh tersangka Akil Mochtar," imbuhnya.
Ke depan, lanjut dia, segala bentuk permintaan keterangan kepada hakim konstitusi oleh KPK atau penegak hukum lainnya, harus memenuhi prosedur sebagaimana ketentuan Pasal 6 UU MK. "Hal ini penting ditegaskan demi menjunjung tinggi hukum sebagai dasar penyelenggara negara," pungkasnya.
Baca berita:
Hakim MK dicecar soal Pemilukada Lebak
Perlu diketahui, dua Hakim Konstitusi lainnya, yakni Anwar Usman dan Maria Farida Indrati sudah menjalani diperiksa beberapa kali oleh penyidik KPK, beberapa waktu yang lalu.
Hamdan menuturkan, bahwa dirinya dan dua hakim lainnya itu tidak menjalani ketentuan di dalam pasal 6 ayat 3 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK). Yakni, dalam pemeriksaan yang dilakukan KPK tersebut, tidak ada izin tertulis dari presiden.
Sekadar informasi, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK dan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2003 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 24 tentang MK menyatakan bahwa hakim konstitusi hanya dapat dikenai tindakan kepolisian atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan tertulis dari presiden.
"Menurut Pasal 6 Ayat 3 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, hakim konsitusi hanya bisa dimintai keterangan sebagai saksi baik di KPK, kejaksaan maupun di kepolisian, harus izin presiden dan atas perintah jaksa agung," ujar Hamdan saat jumpa pers di Gedung MK, jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (12/12/2013).
Maka dari itu, dia menegaskan, bahwa kesediaannya dan dua hakim lainnya diperiksa KPK, karena komitmen dari MK yang sejak awal untuk membantu dan memberiksan akses dalam rangka mempercepat penyelesaian perkara yang melibatkan mantan Ketua MK Akil Mochtar.
"Untuk segera memulihkan wibawa MK yang sebenarnya," katanya.
Lebih lanjut, dia menuturkan, bahwa kesediaan hakim konstitusi memenuhi permintaan KPK sedapat mungkin telah diupayakan untuk tidak mengganggu pelaksanaan tugas-tugas konstitusional MK. Sebab, kata dia, apabila pelaksanaan tugas konstitusionalnya terganggu, maka akan banyak perkara konstitusi yang terbengkalai.
Hal itu, kata dia, akan menciderai hak-hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh UUD 1945 dan akan berdampak terhadap penyelenggaraan negara. Apalagi, ujar dia, perkara-perkara sengketa pemilukada yang sudah harus diputus paling lambat dalam waktu 14 hari kerja.
"MK perlu menegaskan bahwa permintaan keterangan kepada hakim konstitusi oleh KPK untuk didengar keterangannya sebagai saksi atau tindakan kepolisian apapun tanpa memenuhi prosedur Pasal 6 Undang-Undang MK, hanya terjadi sekali ini saja, yakni pada kasus dugaan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh tersangka Akil Mochtar," imbuhnya.
Ke depan, lanjut dia, segala bentuk permintaan keterangan kepada hakim konstitusi oleh KPK atau penegak hukum lainnya, harus memenuhi prosedur sebagaimana ketentuan Pasal 6 UU MK. "Hal ini penting ditegaskan demi menjunjung tinggi hukum sebagai dasar penyelenggara negara," pungkasnya.
Baca berita:
Hakim MK dicecar soal Pemilukada Lebak
(kri)