Menanti kasus Emir Moeis jadi komoditi politik
A
A
A
Sindonews.com - Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Profesor Siti Zuhro tidak merasa kaget jika kasus yang menjerat mantan Ketua Komisi XI DPR Izedrik Emir Moeis nantinya dijadikan komoditi politik untuk menjatuhkan PDIP.
"Tidak hanya kasus yang menimpa Pak Emir Moeis. Semua kasus-kasus atau isu-isu yang dianggap seksi, itu akan dijadikan komoditi politik," ujar ketika dihubungi Sindonews, Kamis (29/11/2013).
Ia menyalahkan para elite politik karena telah membangun kompetisi dengan cara-cara yang tidak sehat. Elite partai politik juga terjebak pada satu kompetisi yang tidak positif.
"Ini kan pertanyaannya kompetisi kok kompetisi banyak-banyakan korupsi. Ini kan musibah namanya," tandasnya.
Menurutnya, para elite politik seharusnya berkompetisi dengan mengkontestasikan kompetensinya, keunggulannya, dan kehebatannya. Yang terjadi justru, parpol berlomba menunjukkan jumlah politikus yang terlibat korupsi.
"Ini kan musibah bagi negara ini. Seolah-olah demokrasi kita membolehkan ada kompetisi yang tidak sehat," ucap Siti.
Kata dia, kompetisi dalam satu proses demokratisasi agar semua elite dan masyarakat itu menjadi matang berpolitik. Dengan mengelola kompetisi sangat elegan, profesional dan bisa dipertanggungjawabkan.
"Daripada saling menusuk dari belakang. Untuk yang tidak demokratis dimungkinkan untuk menusuk dari belakang, samping kiri dan kanan. Namun, di negara demokrasi jangan."
"Silakan berkompetisi tentang kompetensi masing-masing dan track record nya. Jadi yang dikompetisikan keunggulannya. Tapi kita kan kebalikannya, yang sedang kita kompetisikan malah jor-joran kejelekannya. Ini berlomba banyak-banyakan," pungkasnya.
Baca berita:
PDIP persilahkan KPK selidiki sumber suap ke Emir
"Tidak hanya kasus yang menimpa Pak Emir Moeis. Semua kasus-kasus atau isu-isu yang dianggap seksi, itu akan dijadikan komoditi politik," ujar ketika dihubungi Sindonews, Kamis (29/11/2013).
Ia menyalahkan para elite politik karena telah membangun kompetisi dengan cara-cara yang tidak sehat. Elite partai politik juga terjebak pada satu kompetisi yang tidak positif.
"Ini kan pertanyaannya kompetisi kok kompetisi banyak-banyakan korupsi. Ini kan musibah namanya," tandasnya.
Menurutnya, para elite politik seharusnya berkompetisi dengan mengkontestasikan kompetensinya, keunggulannya, dan kehebatannya. Yang terjadi justru, parpol berlomba menunjukkan jumlah politikus yang terlibat korupsi.
"Ini kan musibah bagi negara ini. Seolah-olah demokrasi kita membolehkan ada kompetisi yang tidak sehat," ucap Siti.
Kata dia, kompetisi dalam satu proses demokratisasi agar semua elite dan masyarakat itu menjadi matang berpolitik. Dengan mengelola kompetisi sangat elegan, profesional dan bisa dipertanggungjawabkan.
"Daripada saling menusuk dari belakang. Untuk yang tidak demokratis dimungkinkan untuk menusuk dari belakang, samping kiri dan kanan. Namun, di negara demokrasi jangan."
"Silakan berkompetisi tentang kompetensi masing-masing dan track record nya. Jadi yang dikompetisikan keunggulannya. Tapi kita kan kebalikannya, yang sedang kita kompetisikan malah jor-joran kejelekannya. Ini berlomba banyak-banyakan," pungkasnya.
Baca berita:
PDIP persilahkan KPK selidiki sumber suap ke Emir
(kri)