Swasta kelola Bandara
A
A
A
SEBANYAK 10 bandar udara (bandara) dipersiapkan untuk dioperasikan investor dalam dan luar negeri. Penetapan bandara yang akan dikerjasamakan dengan swasta tersebut ditetapkan setelah dilakukan riset (market sampling) oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) belum lama ini.
Fokus kerja sama diutamakan untuk bandara yang dibawahi unit pelaksan ateknis Kemenhub diantaranya BandaraPalu, Tanjung Karang, dan Labuan Bajo. Gayung bersambut, niat baik pemerintah melibatkan swasta untuk mengoperasikan bandara direspons positif. Kabarnya, tak kurang dari 30 investor luar dan dalam negeri sudah menyampaikan minat untuk ambil bagian mengelola bandara.
Sejumlah maskapai dalam negeri bahkan siap melebarkan sayap untuk menjadi pengelola bandara. Sebenarnya tawaran swasta terutama dari kalangan operator penerbangan mengoperasikan bandara sudah lama terdengar gaungnya, tetapi pemerintah selama ini belum memberikan respons serius. Selain mengajak swasta terlibat langsung dalam pengoperasian bandara, pemerintah juga sedang mempersiapkan sejumlah pembangunan bandara baru.
Melalui badan usaha milik negara (BUMN) operator bandara, PT Angkasa Pura I, segera menghadirkan bandara baru di Yogyakarta, Semarang, dan Sepinggan, Balikpapan. Bandara Yogyakarta yang diperkirakan bakal menelan anggaran Rp6 triliun berlokasi di wilayah Kulon Progo. Kehadiran bandara baru di Yogyakarta memang sangat dinantikan para operator penerbangan. Selain kepadatan di bandara yang bernama Adisutjipto itu terus meningkat, penerbangan komersial juga terganggu aktivitas pesawat latih militer yang memang bermarkas di bandara itu.
Data menunjukkan arus penumpang domestik dan internasional mencapai hampir 5 juta penumpang tahun lalu. Rencananya, bandara Yogyakarta siap dioperasikan dua tahun ke depan. Selama ini pengelolaan bandara boleh dikata tidak seiring dengan pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun terakhir ini. Dampaknya, penambahan armada maskapai penerbangan dan pertumbuhan jumlah penumpang udara tidak bisa diakomodasi dengan baik oleh bandara yang ada.
Tengok saja, bandara terbesar di negeri ini yakni Seokarno-Hatta (Soetta) Cengkareng yang banyak dikeluhkan maskapai penerbangan baik domestik maupun internasional karena tingkat kepadatan bandara sudah mengganggu jadwal penerbangan, yang akhirnya berdampak pada biaya operasional yang tinggi. Pemerintah memang tidak tinggal diam mengatasi masalah tersebut, namun belum ada solusi yang tepat. Awal tahun depan pemerintah mengizinkan Bandara Halim Perdanakusuma dipakai untuk penerbangan komersial berjadwal. Tahap awal sebanyak 80 penerbangan komersial dialihkan di bandara yang biasa dipakai menyambut tamu-tamu negara.
Selain berbagai solusi mengatasi kepadatan Bandara Soetta yang akan mulai diterapkan tahun depan, Kemenhub juga mendorong operator penerbangan membuka jadwal penerbangan hingga larut malam dari atau ke Bandara Soetta dan usulan mengganti armada berbadan kecil ke pesawat berbadan lebar. Namun, anjuran Kemenhub tersebut ditampik Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (Indonesia National Carriers Air Association/ INACA).
Tawaran untuk memperbanyak jadwal terbang malam bagi INACA tidak ada masalah, justru yang dipertanyakan adalah kesiapan infrastruktur bandara di beberapa kota yang masih terbatas alias tidak membuka layanan penerbangan malam. Menyesuaikan ukuran pesawat, INACA juga menilai tidak rasional misalnya penggantian pesawat dari ukuran sekelas Boeing 737 atau Airbus 320 ke pesawat Boeing 777 atau Airbus 330 tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat karena butuh proses yang panjang. Karena itu, penawaran kepada investor baik domestik maupun asing untuk turut serta mengelola bandara bisa menjadi solusi tepat saat Angkasa Pura I dan II kewalahan mengatasi perkembangan angkutan udara yang begitu pesat belakangan ini.
Fokus kerja sama diutamakan untuk bandara yang dibawahi unit pelaksan ateknis Kemenhub diantaranya BandaraPalu, Tanjung Karang, dan Labuan Bajo. Gayung bersambut, niat baik pemerintah melibatkan swasta untuk mengoperasikan bandara direspons positif. Kabarnya, tak kurang dari 30 investor luar dan dalam negeri sudah menyampaikan minat untuk ambil bagian mengelola bandara.
Sejumlah maskapai dalam negeri bahkan siap melebarkan sayap untuk menjadi pengelola bandara. Sebenarnya tawaran swasta terutama dari kalangan operator penerbangan mengoperasikan bandara sudah lama terdengar gaungnya, tetapi pemerintah selama ini belum memberikan respons serius. Selain mengajak swasta terlibat langsung dalam pengoperasian bandara, pemerintah juga sedang mempersiapkan sejumlah pembangunan bandara baru.
Melalui badan usaha milik negara (BUMN) operator bandara, PT Angkasa Pura I, segera menghadirkan bandara baru di Yogyakarta, Semarang, dan Sepinggan, Balikpapan. Bandara Yogyakarta yang diperkirakan bakal menelan anggaran Rp6 triliun berlokasi di wilayah Kulon Progo. Kehadiran bandara baru di Yogyakarta memang sangat dinantikan para operator penerbangan. Selain kepadatan di bandara yang bernama Adisutjipto itu terus meningkat, penerbangan komersial juga terganggu aktivitas pesawat latih militer yang memang bermarkas di bandara itu.
Data menunjukkan arus penumpang domestik dan internasional mencapai hampir 5 juta penumpang tahun lalu. Rencananya, bandara Yogyakarta siap dioperasikan dua tahun ke depan. Selama ini pengelolaan bandara boleh dikata tidak seiring dengan pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun terakhir ini. Dampaknya, penambahan armada maskapai penerbangan dan pertumbuhan jumlah penumpang udara tidak bisa diakomodasi dengan baik oleh bandara yang ada.
Tengok saja, bandara terbesar di negeri ini yakni Seokarno-Hatta (Soetta) Cengkareng yang banyak dikeluhkan maskapai penerbangan baik domestik maupun internasional karena tingkat kepadatan bandara sudah mengganggu jadwal penerbangan, yang akhirnya berdampak pada biaya operasional yang tinggi. Pemerintah memang tidak tinggal diam mengatasi masalah tersebut, namun belum ada solusi yang tepat. Awal tahun depan pemerintah mengizinkan Bandara Halim Perdanakusuma dipakai untuk penerbangan komersial berjadwal. Tahap awal sebanyak 80 penerbangan komersial dialihkan di bandara yang biasa dipakai menyambut tamu-tamu negara.
Selain berbagai solusi mengatasi kepadatan Bandara Soetta yang akan mulai diterapkan tahun depan, Kemenhub juga mendorong operator penerbangan membuka jadwal penerbangan hingga larut malam dari atau ke Bandara Soetta dan usulan mengganti armada berbadan kecil ke pesawat berbadan lebar. Namun, anjuran Kemenhub tersebut ditampik Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (Indonesia National Carriers Air Association/ INACA).
Tawaran untuk memperbanyak jadwal terbang malam bagi INACA tidak ada masalah, justru yang dipertanyakan adalah kesiapan infrastruktur bandara di beberapa kota yang masih terbatas alias tidak membuka layanan penerbangan malam. Menyesuaikan ukuran pesawat, INACA juga menilai tidak rasional misalnya penggantian pesawat dari ukuran sekelas Boeing 737 atau Airbus 320 ke pesawat Boeing 777 atau Airbus 330 tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat karena butuh proses yang panjang. Karena itu, penawaran kepada investor baik domestik maupun asing untuk turut serta mengelola bandara bisa menjadi solusi tepat saat Angkasa Pura I dan II kewalahan mengatasi perkembangan angkutan udara yang begitu pesat belakangan ini.
(nfl)