Soal deportasi, KPU harus atasi pemilih TKI
A
A
A
Sindonews.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai tak memiliki strategi khusus untuk menangani Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bakal dideportasi oleh negara tempatnya bekerja.
Padahal, jumlah pemilih luar negeri (LN) kategori TKI tak terhitung jumlahnya. Bahkan lebih besar jika dibanding dengan mahasiswa atau keluarga yang menetap di luar negeri.
Lembaga Syadaya Masyarakat (LSM) Migrant Care menyayangkan sikap KPU yang belum menyiapkan antisipasi bakal terjadinya deportasi TKI di luar negeri secara besar-besaran.
"Tentang antisipasi deportasi yang terjadi di Arab, ternyata KPU belum mempunyai strategi untuk antisipasi ini. Padahal deportasi untuk Arab kira-kira 80 ribu, selain itu Malaysia juga ada, bahkan setiap bulan ada deportasi dari Malaysia," kata Ketua Desk Pemilu Luar Negeri Migrant Care Syaiful Anas kepada Sindonews, Jakarta Pusat, Jumat (22/11/2013).
Untuk mengatasi TKI deportasi itu, KPU harusnya bisa mengakomodir mereka. Atau bisa menempatkan mereka pada pemilih khusus (DPK). Namun dari hasil audiensinya dengan komisioner KPU, kata Anas, ternyata KPU belum mempunyai rencana apakah mereka akan masuk dalam DPK.
"Yang ada DPK hanya diperuntukan di dalam negeri. Harapanya KPU segera membuat aturan yang bisa menjembatani mereka yang belum terdaftar dalam DPT itu," katanya.
Ditambahkan dia, kelemahan KPU dalam hal ini juga karena lemahnya koordinasi bersama dengan lembaga terkait seperti Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja dan Kementerian Tenaga Kerja dan Trasnmigrasi.
Anas mengatakan, tanggung jawab tersebut memang tak bisa dipikul sendiri oleh KPU. Menurutnya KPU wajib melibatkan Kemenakertrans dan BNP2TKI dalam menyelesaikan masalah itu.
"Saya kira KPU harus tegas terhadap mereka karena mereka punya peranan yang besar, misalnya BNP2TKI punya KTKLN (kartu tanda tenaga kerja luar negeri). Itu penting karena setiap TKI ke luar negeri harus punya KTKLN, kalau ini dikelola dengan baik, bisa jadi sangat membantu," katanya.
KPU targetkan 75% partisipasi pemilih luar negeri
Padahal, jumlah pemilih luar negeri (LN) kategori TKI tak terhitung jumlahnya. Bahkan lebih besar jika dibanding dengan mahasiswa atau keluarga yang menetap di luar negeri.
Lembaga Syadaya Masyarakat (LSM) Migrant Care menyayangkan sikap KPU yang belum menyiapkan antisipasi bakal terjadinya deportasi TKI di luar negeri secara besar-besaran.
"Tentang antisipasi deportasi yang terjadi di Arab, ternyata KPU belum mempunyai strategi untuk antisipasi ini. Padahal deportasi untuk Arab kira-kira 80 ribu, selain itu Malaysia juga ada, bahkan setiap bulan ada deportasi dari Malaysia," kata Ketua Desk Pemilu Luar Negeri Migrant Care Syaiful Anas kepada Sindonews, Jakarta Pusat, Jumat (22/11/2013).
Untuk mengatasi TKI deportasi itu, KPU harusnya bisa mengakomodir mereka. Atau bisa menempatkan mereka pada pemilih khusus (DPK). Namun dari hasil audiensinya dengan komisioner KPU, kata Anas, ternyata KPU belum mempunyai rencana apakah mereka akan masuk dalam DPK.
"Yang ada DPK hanya diperuntukan di dalam negeri. Harapanya KPU segera membuat aturan yang bisa menjembatani mereka yang belum terdaftar dalam DPT itu," katanya.
Ditambahkan dia, kelemahan KPU dalam hal ini juga karena lemahnya koordinasi bersama dengan lembaga terkait seperti Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja dan Kementerian Tenaga Kerja dan Trasnmigrasi.
Anas mengatakan, tanggung jawab tersebut memang tak bisa dipikul sendiri oleh KPU. Menurutnya KPU wajib melibatkan Kemenakertrans dan BNP2TKI dalam menyelesaikan masalah itu.
"Saya kira KPU harus tegas terhadap mereka karena mereka punya peranan yang besar, misalnya BNP2TKI punya KTKLN (kartu tanda tenaga kerja luar negeri). Itu penting karena setiap TKI ke luar negeri harus punya KTKLN, kalau ini dikelola dengan baik, bisa jadi sangat membantu," katanya.
KPU targetkan 75% partisipasi pemilih luar negeri
(lal)