Monopoli ground handling pesawat charter di Ngurah Rai

Jum'at, 08 November 2013 - 06:53 WIB
Monopoli ground handling...
Monopoli ground handling pesawat charter di Ngurah Rai
A A A
ADA yang baru tentang aturan ground handling untuk pesawat dan penumpang penerbangan carter di Bandara Ngurah Rai Denpasar sejak Oktober ini, bersamaan dengan pelaksanaan pertemuan APEC yang lalu.

Mulai Oktober 2013, pihak Angkasa Pura I Bandara Ngurah Rai mengeluarkan surat pemberitahuan kepada maskapai penerbangan carter yang beroperasi di bandara tersebut untuk menggunakan perusahaan jasa ground handling baru, yaitu Execujet (PT Execujet Indonesia sebuah perusahaan PMA atau joint venture).

Selain itu, Angkasa Pura I Bandara Ngurah Rai mengharuskan untuk parkir pesawat dan tempat naik-turun penumpang di apron selatan atau seberang apron terminal penumpang saat ini, walaupun di sana saat ini belum ada bangunan terminalnya.

Bagi maskapai penerbangan carter seperti Travira, IAT, dan yang lain, perubahan peraturan untuk hanya menggunakan Execujet sebagai ground handling tunggal dan lokasi apron baru tersebut akan menyulitkan pergerakan pesawat dari lokasi hanggar atau parkir di apron utara yang harus menyeberangi runway serta mengangkut penumpangnya dari terminal check inke apron pesawat.

Hal tersebut tentunya menjadi potensi hazardatas keselamatan pesawat dan penumpang serta lalu lintas pesawat karena adanya pergerakan pesawat dan bus penumpang yang menyeberangi runway. Di luar isu keselamatan ada beberapa isu lain yang dikeluhkan oleh Indonesia Air Carriers Association (INACA) maupun maskapai-maskapai penerbangan carter atas dikeluarkannya aturan untuk memindahkan lokasi ke apron selatan, tanpa adanya taxi way yang memenuhi faktor keselamatan maupun penunjukan ground handling tertentu yaitu Execujet.

Selama ini ada beberapa ground handling yang melayani penerbangan carter di Bandara Ngurah Rai, yaitu JAS, Gapura Angkasa, PTN, dan lainnya yang bersaing dalam hal layanan, harga, dan faktor keselamatan, sehingga maskapai bebas memilih sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa hanya Execujet yang ditunjuk oleh pihak Angkasa Pura I Bandara Ngurah Rai?

Apakah karena perusahaan ground handling domestik tidak mampu dibandingkan dengan perusahaan ground handling PMA tersebut? Apabila alasannya perusahaan lebih profesional, sebenarnya banyak juga ground handling luar negeri yang lebih profesional seperti Swissport. Jadi mengapa memilih Execujet?

Isu selanjutnya adalah apakah Execujet sudah memiliki sertifikasi atau izin operasi sebagai perusahaan pendukung kegiatan bandara oleh Direktorat Bandar Udara Ditjen Perhubungan Udara baik dalam hal kompetensi personel maupun peralatan penunjangnya (ground support equipment) sesuai SKEP Dirjen Perhubungan Udara Tahun 2007? Demikian juga isu penetapan harga atau tarif yang dirasa jauh lebih mahal dibandingkan perusahaan ground handling domestik yang ada.

Menurut pengurus INACA yang tidak mau disebut namanya, yang dikeluhkan adalah situasi monopolistik dan pengejar rente atas ditunjuknya Execujet sebagai ground handling tunggal untuk penerbangan carter di Bandara Ngurah Rai tersebut. Dikhawatirkan setelah Denpasar, perusahaan tersebut juga akan merambah ke Halim Perdanakusumah, Jakarta dan Sepinggan, Balikpapan.

Yang menjadi pertanyaan berikutnya bagi Kementerian BUMN dan Kementerian Perhubungan adalah, di tengah tuntutan untuk mempersiapkan industri penerbangan nasional menghadapi era ASEAN Open Sky dan juga ASEAN Economic Community tahun 2015 yang akan datang, kenapa industri penerbangan dan jasa pendukungnya masih saja dibebani oleh para pengejar rente yang menciptakan situasi pasar monopolistik dan ekonomi biaya tinggi?

Mestinya kita bisa meniru negara-negara tetangga ASEAN lainnya yang justru sangat serius mendorong daya saing perusahaan nasional dan menghindari iklim usaha yang monopolistik.

BAYU SUTANTO
Praktisi Industri Penerbangan
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8786 seconds (0.1#10.140)