Rampo: Indonesia butuh mitra bukan pendusta & penista

Kamis, 07 November 2013 - 18:50 WIB
Rampo: Indonesia butuh mitra bukan pendusta & penista
Rampo: Indonesia butuh mitra bukan pendusta & penista
A A A
Sindonews.com - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Ramadhan Pohan mengecam keras, dugaan penyadapan yang dilakukan Amerika Serikat (AS) dan Australia.

Menurutnya apa yang telah dilakukan kedua negara itu, tak sesuai dengan hasil konvensi internasional.
Politikus Partai Demokrat ini mengatakan, berdasarkan hasil konvensi, semestinya setiap kedutaan besar (Kedubes) memiliki tugas mulia dalam menjalankan fungsinya.

"Konvensi Vienna menentukan code of conduct yang menjadi hukum internasional, bahwa fungsi Kedutaan jelas. Mulia dalam mendorong kerja sama atau memajukan kepentingan nasional, sedangkan penyadapan itu hina," katanya melalui pesan tertulis, yang diterima Sindonews, Kamis (7/11/2013).

Lanjut dia, Kedubes AS maupun Australia yang ada di Jakarta semestinya tidak boleh melakukan penyadapan, seperti apa yang dibocorkan dari dokumen bekas kontraktor National Security Agency (NSA) Edward Snowden.

"Saya mengecam sekerasnya penyadapan itu. Ini harus disikapi Pemerintah Indonesia bahwa RI sejatinya tidak butuh mereka. Kami memerlukan mitra, bukan pendusta apalagi penista," tegasnya.

Pria yang akrab disapa Rampo ini juga menguraikan, bahwa di era reformasi dan IT, Indonesia telah menjadi terbuka dalam mencari informasi yang diinginkan.

"Info apapun dapat diperoleh dari sumber terbuka, atau setengah terbuka. Penyadapan itu short cut dalam mencari info dan hina nista dalam diplomasi. Penyadapan itu simbol keterbatasan atau low quality SDM. Memalukan jika AS dan Australia mau melakukannya," lanjutnya.

Terakhir, ia pun mendesak agar pemerintah meninjau ulang kerja sama dengan kedua negara tersebut bila mereka enggan meminta maaf.

"Jika AS dan Australia tidak minta maaf, maka saya ingin DPR RI desak Pemerintah RI meninjau ulang hubungan dan kerja samanya dengan keduanya, termasuk kerja sama dalam kemitraan strategisnya. Masih banyak negara lain, seperti China, Rusia dan Jerman bisa menggantikan posisi AS dan Australia," tuntasnya.

Klik di sini untuk berita terkait.
(stb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5515 seconds (0.1#10.140)