Komisi I: Pemerintah bisa minta keterangan Snowden
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah Indonesia bisa menggali keterangan dari mantan kontraktor National Security Agency (NSA), Edward Snowden untuk mencari bukti terkait kabar penyadapan oleh Amerika Serikat dan Australia.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi I, TB Hasanuddin saat dimintai komentar terkait hal tersebut. Menurutnya, bila pemerintah tak bisa mencari alat bukti penyadapan melalui teknologi yang dimiliki, maka bisa menggalinya dari Snowden.
"Yah bisa (minta keterangan dari Snowden), kalau kita tidak punya bukti tetapi kalau punya bukti cukup lah," katanya di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11/2013).
Dalam kesempatan itu, dirinya juga menyampaikan bahwa konvensi internasional telah membentuk kesepakatan bahwa antar negara dilarang saling melakukan intervensi maupun penyadapan.
"Itu bisa dibawa ke Mahkamah Internasional. Jadi, tidak boleh ada pengintaian, penyelidikan, spionase," tegasnya.
Namun, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini mengatakan bahwa untuk membawa persoalan tersebut ke Mahkamah Internasional perlu adanya bukti-bukti yang menguatkan adanya praktek penyadapan.
"Tapi, tentu syaratnya pertama punya cukup bukti, bahwa terbukti negara itu melakukan penyadapan, baik bukti teknologi maupun data informasi akurat. Walaupun tidak ada data teknologi, kita bisa minta data yang bisa dijadikan bukti akurat, misal dari Snowden," tuntasnya.
Seperti diberitakan Sindonews sebelumnya, ada dugaan skandal operasi spionase Amerika Serikat, meluas hingga ke Asia, termasuk Indonesia. AS diduga melakukan penyadapan dengan menggunakan alat yang terpasang di Kedutaan Besar AS, di Jakarta.
Hal itu terungkap dari bocoran dokumen milik bekas kontraktor National Security Agency (NSA), Edward Snowden. Mengutip laporan media Australia, smh.com.au, dari bocoran Snowden terungkap, fasilitas penyadapan AS sebanyak 90 titik yang tersebar di seluruh dunia.
Untuk wilayah, Asia Tenggara, berbagai alat penyadapan AS diduga terpasang di Kedutaan Besar di Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, Phnom Penh dan Yangon. Pada 13 Agustus 2010, sebuah peta tidak menunjukkan fasilitas penyadapan itu terpasang di Australia, Selandia Baru, Inggris, Jepang dan Singapura, yang semuanya diketahui sebagai sekutu terdekat AS.
Baca berita:
Istana sebut kabar penyadapan ganggu hubungan RI & AS
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi I, TB Hasanuddin saat dimintai komentar terkait hal tersebut. Menurutnya, bila pemerintah tak bisa mencari alat bukti penyadapan melalui teknologi yang dimiliki, maka bisa menggalinya dari Snowden.
"Yah bisa (minta keterangan dari Snowden), kalau kita tidak punya bukti tetapi kalau punya bukti cukup lah," katanya di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11/2013).
Dalam kesempatan itu, dirinya juga menyampaikan bahwa konvensi internasional telah membentuk kesepakatan bahwa antar negara dilarang saling melakukan intervensi maupun penyadapan.
"Itu bisa dibawa ke Mahkamah Internasional. Jadi, tidak boleh ada pengintaian, penyelidikan, spionase," tegasnya.
Namun, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini mengatakan bahwa untuk membawa persoalan tersebut ke Mahkamah Internasional perlu adanya bukti-bukti yang menguatkan adanya praktek penyadapan.
"Tapi, tentu syaratnya pertama punya cukup bukti, bahwa terbukti negara itu melakukan penyadapan, baik bukti teknologi maupun data informasi akurat. Walaupun tidak ada data teknologi, kita bisa minta data yang bisa dijadikan bukti akurat, misal dari Snowden," tuntasnya.
Seperti diberitakan Sindonews sebelumnya, ada dugaan skandal operasi spionase Amerika Serikat, meluas hingga ke Asia, termasuk Indonesia. AS diduga melakukan penyadapan dengan menggunakan alat yang terpasang di Kedutaan Besar AS, di Jakarta.
Hal itu terungkap dari bocoran dokumen milik bekas kontraktor National Security Agency (NSA), Edward Snowden. Mengutip laporan media Australia, smh.com.au, dari bocoran Snowden terungkap, fasilitas penyadapan AS sebanyak 90 titik yang tersebar di seluruh dunia.
Untuk wilayah, Asia Tenggara, berbagai alat penyadapan AS diduga terpasang di Kedutaan Besar di Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, Phnom Penh dan Yangon. Pada 13 Agustus 2010, sebuah peta tidak menunjukkan fasilitas penyadapan itu terpasang di Australia, Selandia Baru, Inggris, Jepang dan Singapura, yang semuanya diketahui sebagai sekutu terdekat AS.
Baca berita:
Istana sebut kabar penyadapan ganggu hubungan RI & AS
(kri)