ILR: Hamdan Zoelva bukan solusi bagi keterpurukan MK
A
A
A
Sindonews.com - Terpilihnya Hamdan Zoelva sebagai Ketua Mahkamah Konsititusi (MK) menggantikan Akil Mochtar yang tersangkut kasus dugaan suap pemilukada dinilai tak akan membawa angin segar bagi MK. Hamdan dianggap bukanlah solusi yang tepat untuk mengangkat keterpurukan MK.
"Benar, terpilihnya Hamdan, bukan solusi bagi MK. Malah sebaliknya, menunjukan MK tidak responsif dan tertutup terhadap masukan publik," ujar Peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar kepada Sindonews, Senin (4/11/2013).
Ia meragukan, latar belakang Hamdan yang merupakan seorang politikus Partai Persatuan Bangsa (PBB) bisa membuat dirinya bebas dari konflik kepentingan. Erwin mengatakan hal itu berkaca dari kasus yang menimpa Akil Mochtar.
"Kebijakan Hamdan sebagai Plt yang membuat dewan etik yang secara jelas bertentangan dengan maksud Perppu atau menafikan maksud Perppu, adalah bukti ketertutupan MK dalam melakukan pembenahan sebagaimana keinginan publik," tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva terpilih sebagai Ketua MK definitif menggantikan Akil Mochtar. Hal itu merupakan hasil pemilihan Ketua MK yang telah digelar belum lama ini dengan cara pemungutan suara atau voting.
Dalam pemilihan Ketua MK definitif yang dimulai sejak pukul 14.00 WIB itu, Hamdan memperoleh lima suara atau suara terbanyak. Sementara, Arif Hidayat yang merupakan pesaingnya hanya memperoleh tiga suara. Pemilihan Ketua MK definitif itu berlangsung dua putaran. Pasalnya, pada putaran pertama, Hamdan hanya memperoleh empat suara.
Pada putaran pertama, Hamdan Zoelva memperoleh empat suara, kemudian disusul oleh Arif Hidayat yang hanya memperoleh tiga suara. Lalu, Ahmad Fadil Sumadi yang memperoleh satu suara.
Kendati demikian, nantinya Hamdan Zoeolva bakal menjalani tugas sebagai Ketua MK dengan masa jabatan dua tahun enam bulan terhitung sejak sumpah jabatan dilakukan. Pemilihan Ketua MK definitif itu dilakukan secara pemungutan suara, karena proses musyawarah oleh para hakim konstitusi tidak menghasilkan kata mufakat.
Baca berita:
Anas: Hamdan harus mampu pulihkan citra MK
"Benar, terpilihnya Hamdan, bukan solusi bagi MK. Malah sebaliknya, menunjukan MK tidak responsif dan tertutup terhadap masukan publik," ujar Peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar kepada Sindonews, Senin (4/11/2013).
Ia meragukan, latar belakang Hamdan yang merupakan seorang politikus Partai Persatuan Bangsa (PBB) bisa membuat dirinya bebas dari konflik kepentingan. Erwin mengatakan hal itu berkaca dari kasus yang menimpa Akil Mochtar.
"Kebijakan Hamdan sebagai Plt yang membuat dewan etik yang secara jelas bertentangan dengan maksud Perppu atau menafikan maksud Perppu, adalah bukti ketertutupan MK dalam melakukan pembenahan sebagaimana keinginan publik," tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva terpilih sebagai Ketua MK definitif menggantikan Akil Mochtar. Hal itu merupakan hasil pemilihan Ketua MK yang telah digelar belum lama ini dengan cara pemungutan suara atau voting.
Dalam pemilihan Ketua MK definitif yang dimulai sejak pukul 14.00 WIB itu, Hamdan memperoleh lima suara atau suara terbanyak. Sementara, Arif Hidayat yang merupakan pesaingnya hanya memperoleh tiga suara. Pemilihan Ketua MK definitif itu berlangsung dua putaran. Pasalnya, pada putaran pertama, Hamdan hanya memperoleh empat suara.
Pada putaran pertama, Hamdan Zoelva memperoleh empat suara, kemudian disusul oleh Arif Hidayat yang hanya memperoleh tiga suara. Lalu, Ahmad Fadil Sumadi yang memperoleh satu suara.
Kendati demikian, nantinya Hamdan Zoeolva bakal menjalani tugas sebagai Ketua MK dengan masa jabatan dua tahun enam bulan terhitung sejak sumpah jabatan dilakukan. Pemilihan Ketua MK definitif itu dilakukan secara pemungutan suara, karena proses musyawarah oleh para hakim konstitusi tidak menghasilkan kata mufakat.
Baca berita:
Anas: Hamdan harus mampu pulihkan citra MK
(kri)