Dikhawatirkan, pendaftaran Dewan Etik Hakim Konstitusi sepi peminat
A
A
A
Sindonews.com - Muncul kekhawatiran tidak akan ada orang yang bersedia menjadi Dewan Etik Hakim Konstitusi. Ada yang menilai semestinya pembentukan dewan etik hakim konstitusi tersebut bisa lebih disederhanakan, langsung ditunjuk tanpa dibentuk panitia seleksi (pansel).
"Kalau nanti ada mekanisme orang harus daftar, maka para negarawan itu tidak mau mendaftar. Tapi kita perlu tahu bagaimana mekanisme dari pansel sendiri," ujar Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin saat dihubungi wartawan, Kamis (31/10/2013).
Akan tetapi, menurutnya, tidak menjadi masalah juga jika dengan adanya pansel pembentukan dewan etik semakin membangun kepercayaan publik.
"Saya takutnya, orang yang seharusnya menjadi dewan etik itu sendiri malah menjadi pansel. Anggota panselnya saja sudah tinggi seperti itu, siapa yang mau daftar nanti," katanya.
Selain itu, kata dia, tidak mudah mencari tokoh dari latar belakang akademisi, mantan hakim konstitusi dan tokoh masyarakat yang bersedia menjadi dewan etik hakim konstitusi.
"Semua itu tidak mudah menemukan orang seperti itu. Setelah ketemu kriterianya pun belum tentu mau. Harusnya bisa disederhanakan," pungkasnya.
Seperti diberitakan Sindonews sebelumnya, meski pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Perppu MK), MK tetap membentuk dewan etik hakim konstitusi.
Menurut MK, pembentukan dewan etik hakim konstitusi tersebut dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku hakim konstitusi dan menegakkan kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi atau sapta karsa hutama.
"Sebagaimana keputusan dalam rapat pemusyawaratan hakim (RPH) pada 6 Oktober 2013, MK memutuskan untuk membentuk dewan etik yang sebelumnya kami istilahkan dengan majelis etik," ujar Wakil Ketua MK, Hamdan Zoelva saat jumpa pers di gedung MK, jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu 30 Oktober 2013.
Dalam perkembangan yang ada, kata dia, Mahkamah memutuskan untuk menamai majelis etik dengan dewan etik. Pembentukan dewan etik tersebut, ucap dia, dituangkan dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 2 Tahun 2013 tentang Dewan Etik hakim konstitusi.
"Karena keluarnya Perppu Nomor 1 tahun 2013 (Perppu MK), pembentukan dewan etik ini adalah dalam rangka mengisi kekosongan sebelum aturan-aturan detail mengenai majelis kehormatan MK berdasarkan perppu itu," ungkapnya.
Pansel tersebut terdiri atas tiga orang, yakni mantan Hakim Konstitusi Laica Marzuki, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra dan Pakar Hukum Tata Negara Saldi Isra.
"Mereka bersedia jadi pansel. Ketiga tokoh tersebut akan bertugas maksimal 30 hari kedepan untuk memilih anggota dewan etik hakim konstitusi periode 2013-2016," katanya.
Baca berita:
MK bentuk Dewan Etik Hakim Konstitusi
"Kalau nanti ada mekanisme orang harus daftar, maka para negarawan itu tidak mau mendaftar. Tapi kita perlu tahu bagaimana mekanisme dari pansel sendiri," ujar Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin saat dihubungi wartawan, Kamis (31/10/2013).
Akan tetapi, menurutnya, tidak menjadi masalah juga jika dengan adanya pansel pembentukan dewan etik semakin membangun kepercayaan publik.
"Saya takutnya, orang yang seharusnya menjadi dewan etik itu sendiri malah menjadi pansel. Anggota panselnya saja sudah tinggi seperti itu, siapa yang mau daftar nanti," katanya.
Selain itu, kata dia, tidak mudah mencari tokoh dari latar belakang akademisi, mantan hakim konstitusi dan tokoh masyarakat yang bersedia menjadi dewan etik hakim konstitusi.
"Semua itu tidak mudah menemukan orang seperti itu. Setelah ketemu kriterianya pun belum tentu mau. Harusnya bisa disederhanakan," pungkasnya.
Seperti diberitakan Sindonews sebelumnya, meski pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Perppu MK), MK tetap membentuk dewan etik hakim konstitusi.
Menurut MK, pembentukan dewan etik hakim konstitusi tersebut dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku hakim konstitusi dan menegakkan kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi atau sapta karsa hutama.
"Sebagaimana keputusan dalam rapat pemusyawaratan hakim (RPH) pada 6 Oktober 2013, MK memutuskan untuk membentuk dewan etik yang sebelumnya kami istilahkan dengan majelis etik," ujar Wakil Ketua MK, Hamdan Zoelva saat jumpa pers di gedung MK, jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu 30 Oktober 2013.
Dalam perkembangan yang ada, kata dia, Mahkamah memutuskan untuk menamai majelis etik dengan dewan etik. Pembentukan dewan etik tersebut, ucap dia, dituangkan dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 2 Tahun 2013 tentang Dewan Etik hakim konstitusi.
"Karena keluarnya Perppu Nomor 1 tahun 2013 (Perppu MK), pembentukan dewan etik ini adalah dalam rangka mengisi kekosongan sebelum aturan-aturan detail mengenai majelis kehormatan MK berdasarkan perppu itu," ungkapnya.
Pansel tersebut terdiri atas tiga orang, yakni mantan Hakim Konstitusi Laica Marzuki, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra dan Pakar Hukum Tata Negara Saldi Isra.
"Mereka bersedia jadi pansel. Ketiga tokoh tersebut akan bertugas maksimal 30 hari kedepan untuk memilih anggota dewan etik hakim konstitusi periode 2013-2016," katanya.
Baca berita:
MK bentuk Dewan Etik Hakim Konstitusi
(kri)