Kisruh DPT lagi

Senin, 28 Oktober 2013 - 12:39 WIB
Kisruh DPT lagi
Kisruh DPT lagi
A A A
PELAKSANAAN Pemilu Legislatif 9 April dan Pemilu Presiden 9 Juli 2014 sudah semakin dekat. Namun tahapan-tahapan persiapan yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih meragukan.

Hingga akhir pekan ini KPU belum bisa memastikan kapan daftar pemilih tetap (DPT) akan diumumkan. Padahal, sesuai dengan jadwal, DPT seharusnya diumumkan tanggal 23 Oktober 2013. Sejumlah kalangan di DPR dan partai politik meminta KPU menunda pengumuman DPT karena berbagai masalah klasik yang belum beres. Terutama soal akurasi data pemilih.

Sejumlah pihak menemukan banyak kasus soal pemilih ganda, penduduk yang belum didaftar, nama-nama fiktif, data-data lama yang belum diperbarui, dan masih banyak soal dalam daftar pemilih sementara yang diumumkan KPU. Padahal pemerintah sudah menghabiskan anggaran negara sekitar Rp5 triliun untuk proyek e-KTP yang diyakini akan menyelesaikan problem utama kisruh DPT seperti yang terjadi pada Pemilu 2009 lalu. Tapi megaproyek e-KTP itu sendiri tak luput dari masalah.

Hingga kini masih banyak warga yang belum mendapatkan KTP yang telah dilengkapi dengan teknologi canggih tersebut. Ada masalah apa di sana, publik tidak tahu. Yang ada saling tuding, saling klaim paling benar, dan seterusnya. Lantas apa yang bisa diharapkan masyarakat dari Pemilu 2014 jika masalah DPT saja tidak pernah bisa beres? Alih-alih mendapatkan pemimpin yang hebat dan mumpuni melalui pemilu, mendapatkan hak asasi sebagai warga negara untuk memilih pun rasanya masih berat.

KPU yang diisi orang-orang hebat, berpengalaman, independen, dan pekerja keras seperti tidak berdaya menghadapi gelombang awan hitam yang menyelimuti DPT itu. Atau memang sistem yang membuat KPU tidak berdaya untuk memberikan DPT yang berkualitas nomor satu seperti yang kita impikan?

Artinya ada skenario besar untuk membuat DPT menjadi semacam wilayah abu-abu yang bisa dipergunakan kapan saja untuk mempersoalkan hasil pemilu sesuai dengan kepentingan pihak-pihak tertentu. Ketidakberesan DPT akan berdampak besar terhadap legitimasi hasil Pemilu 2014. Kita tidak ingin Pemilu 2014 bernasib sama dengan ratusan pilkada yang separuh lebih di antaranya harus berakhir di meja sidang Mahkamah Konstitusi (MK) yang kini sedang dirundung persoalan juga.

Pemilu 2014 yang diharapkan bisa membawa Indonesia menjadi lebih baik justru terjadi sebaliknya karena politik kekuasaan yang menghalalkan segala cara. Karena itu, kita berharap KPU benar-benar bersinergi penuh dengan masyarakat agar terhindar dari kooptasi, intimidasi, infiltrasi pihak-pihak yang ingin memancing ikan di air keruh. KPU memang lembaga independen.

Tapi dalam bekerja menyiapkan hajatan besar pemilu tentu mereka tidak bisa bekerja sendirian. Ada banyak unsur, elemen, institusi, dan individu yang harus diajak bekerja sama untuk mempersiapkannya. KPU harus bekerja dengan cara-cara yang transparan, terbuka, akuntabel, dan mudah diakses publik untuk menangkal berbagai macam intervensi. Termasuk menyampaikan secara terbuka tentang kesulitan dan kendala menyusun DPT yang berkualitas seperti diharapkan masyarakat.

Pengawasan dalam proses penyusunan DPT memang masih sangat lemah. Di samping akses masyarakat menuju ke sana memang sangat terbatas. Teknologi informasi (TI) mestinya mampu mempermudah KPU memberikan akses seluas-luasnya kepada publik untuk memberi masukan, mengawasi, mengoreksi DPT. Namun, TI pemilu juga menjadi isu krusial yang patut dibedah lebih dalam lagi. Artinya TI juga bagian dari masalah besar pemilu yang harus dibereskan pula.

Lantas dari mana memulainya? KPU harus memulai dari yang paling mungkin dan paling mendesak. Jika ragu, KPU harus langsung meminta pendapat masyarakat mana yang harus didahulukan karena masyarakatlah pihak yang lebih netral di antara stakeholder pemilu lainnya.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7807 seconds (0.1#10.140)