SEAPAC, usaha jerat koruptor lintas negara

Kamis, 24 Oktober 2013 - 15:08 WIB
SEAPAC, usaha jerat koruptor lintas negara
SEAPAC, usaha jerat koruptor lintas negara
A A A
Sindonews.com – Sidang Umum Southeast Asian Parliamentarians Against Corruption (SEAPAC), forum yang dapat dijadikan usaha untuk menjerat koruptor di kawasan Asia Tenggara. Pasalnya, tidak sedikit para koruptor melakukan transaksi suap menyuap di luar negeri terutama di negara yang tidak memiliki perjanjian ektradisi.

Presiden SEAPAC Marzuki Alie, mengatakan forum SEAPAC sebagai ajang bertukar pengalaman dan mencari terobosan dalam rangka pemberantasan korupsi. Dia mengatakan korupsi saat ini sudah menjadi persoalan lintas negara.

“Kita tahu korupsi ini sudah seperti terorisme tidak mengenal wilayah. Tentu kerja sama harus lintas batas,” katanya.

Pertemuan yang diselenggarakan selama dua hari yakni 23-24 Oktober tersebut dihadiri tujuh parlemen dari sebelas negara anggota ASEAN yaitu Indonesia, Thailand, Malaysia, Kamboja, Timor Leste, Brunei, dan Laos. Sementara Vietnam, Singapura, Myanmar, dan Filipina tidak hadir dalam acara ini. Tema dalam sidang umum tahun ini adalah “Corrupt-free Southeast Asia: Common Goal, Common Action”.

Marzuki mengatakan kerja sama antar parlemen dalam upaya pemberantasan korupsi dapat dilakukan dalam konteks pembuatan peraturan atau perundang-undangan. Menurut dia dengan kerja sama antar parlemen ini maka akan ada kesamaan undang-undang (UU) di negara-negara Asia Tenggara untuk memberantas korupsi.

“Masih ada hambatan-hambatan kerja sama antar pemerintah. Tentu kita dorong kerja sama parlemen dan lain-lain. Mudah-mudahaan dengan kerja sama antar anggota parlemen bisa mendorong kerja sama antar bangsa. ASEAN kan mempunyai cita-cita bersama komunitas 2015. Kan tidak ada gunanya kalau isu korupsi tidak diselesaikan,” katanya.

Ketua DPR ini mengatakan persoalan korupsi di kawasan Asia Tenggara masih tergolong serius, sebagaimana digambarkan dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari organisasi Transparency International (TI).

Beragam skor nilai yang diraih negara-negara ASEAN dalam peringkat bebas korupsi pada tahun 2012 yang lalu. Hal ini merupakan tantangan besar, utamanya bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang berada pada level bawah dari peringkat bebas korupsi.

“Untuk itu, kita tentunya terbuka untuk saling bertukar pengalaman, pengetahuan dan 'best practices' dari negara-negara sahabat di kawasan Asia Tenggara yang telah mencapai kesuksesan dalam pemberantasan korups,” ungkapnya.

Politikus Partai Demokrat ini mengatakan bahwa tindak pidana korupsi merupakan jenis kejahatan luar biasa yang akan memunculkan beragam dampak buruk bagi masyarakat kita dan di kawasan. Korupsi menghambat efektifitas mobilisasi dan alokasi sumber daya pembangunan bagi pengentasan kemiskinan dan kelaparan, serta juga menghambat pencapaian pembangunan yang berkelanjutan.

Namun demikian, Singapura sebagai surga para koruptor tidak hadir dalam forum ini. Menurut Marzuki ketidakhadiran Singapura disebabkan ada hal-hal menyangkut ketentuan terkait Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Korupsi (UNCAC) yang belum diterapkan Singapura. Khususnya mengenai pencucian uang dan ekstradisi pelaku korupsi.

"Memang Singapura tidak hadir, kita harap bisa hadir karena Singapura jadi pusat keuangan di Asia juga internasional, sehingga memiliki peran penting untuk pemberantasan korupsi," katanya.

Marzuki memahami ada kebijakan hukum yang berbeda di Singapura terkait pencucian uang dan ekstradisi koruptor. Hal inilah yang secara tidak langsung menjadikan negara itu sebagai salah satu safe heaven bagi pelaku korupsi, termasuk dari Indonesia.

Terkait hal ini, Marzuki bertekad akan terus melakukan pendekatan dengan Ketua Parlemen Singapura, untuk bergabung dan berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi di kawasan ASEAN. Selain itu juga, Marzuki ingin mendorong adanya perjanjian ekstradisi tentang pencucian uang. Sehingga jangan sampai tidak adanya ekstradisi menjadi tempat berlindung yang nyaman bagi para koruptor.

“Ini yang harus kita lakukan bagaiamana menekan Singapura mau melakukan perjanjian atau kerja sama yang isisnya tentang pencucian uang. Hal ini karena di Singapura ada judi yang tidak bisa menjadi tindak pidana pencucian uang. Kalau indonesia bisa saja. Makanya pasal-pasal itu menjadi kerja sama antar parlemen ini dan ada kesepahaman legislasi yang tidak menimbulkan persoalan kalau kita melakukan ekstradisi,” ungkapnya.

Baca juga berita: Korupsi di negara bayangan
(lal)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3992 seconds (0.1#10.140)