Biaya dinas bengkak

Kamis, 24 Oktober 2013 - 06:26 WIB
Biaya dinas bengkak
Biaya dinas bengkak
A A A
BIAYA perjalanan dinas bagi pegawai negeri sipil (PNS) salah satu mata anggaran yang menyita perhatian masyarakat. Selain nilai anggaran tersebut cukup besar, juga terus menggelembung setiap tahun.

Padahal, pemerintah sudah memasukkan biaya perjalanan dinas dalam daftar pemangkasan anggaran demi menghemat anggaran negara. Keinginan pemerintah mengurangi anggaran tersebut boleh dikata hanya berwacana sebab faktanya tidak tercermin dalam tindakan. Lihat saja, pemerintah mematok biaya perjalanan dinas mengalami kenaikan sebesar Rp8 triliun dari sebesar Rp24 triliun tahun ini menjadi sekitar Rp32 triliun tahun depan.

Anggaran perjalanan dinas PNS yang menggelembung sebesar Rp8 triliun itu mendapat respons negatif dari sejumlah wakil rakyat yang bermarkas di Senayan, Jakarta Pusat. Mereka menilai pemerintah tidak serius melakukan penghematan anggaran. Reaksi paling keras dilontarkan Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Aziz yang meminta pemerintah segera merevisi anggaran perjalanan dinas itu. Revisi anggaran yang diinginkan politikus Partai Golkar tersebut bukanlah sebatas memangkas nilainya, tetapi juga berkaitan dengan kriteria yang jelas seputar perjalanan dinas.

Artinya, tidak semua aktivitas harus diikuti oleh PNS sehingga jelas mana perjalanan dinas yang termasuk wajib dan yang mana tugas sekadar pilihan. Ketika anggaran perjalanan dinas PNS yang dipatok pemerintah sebesar Rp32 triliun untuk tahun depan bocor di telinga publik, jangan salahkan masyarakat kalau menilai komitmen pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan tidak konsisten.

Lihat saja, dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2014, pemerintah mengalokasikan anggaran Program Keluarga Harapan (PKH) untuk orang miskin hanya sebesar Rp5,2 triliun guna menyasar sebanyak 3,2 juta rumah tangga sangat miskin (RTSM). Bayangkan seandainya kenaikan biaya perjalanan dinas sebesar Rp8 triliun itu ditujukan buat program RTSM, berapa banyak masyarakat yang dapat terentaskan. Atau dana tersebut dialokasikan mengatasi kemacetan di Jakarta pasti begitu besar manfaatnya.

Mendapat kritikan dari DPR soal pembengkakan anggaran perjalanan dinas tersebut pemerintah menanggapi ringan saja. Kenaikan anggaran tersebut tidak ditampik Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Hatta Rajasa yang menilai itu sebatas angka yang dianggarkan, belum tercatat sebagai realisasi. “Itu kan budget-nya, tetapi realisasinya kan belum segitu,” kata Hatta ketika dimintai tanggapan oleh wartawan. Suara senada juga dilontarkan Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri yang menyatakan anggaran perjalanan dinas tersebut belum diputuskan.

Saat ini Kementerian Keuangan masih melakukan pembahasan karena menyangkut kebutuhan anggaran kementerian dan lembaga terkait. Yang pasti, Chatib berjanji akan melakukan pemangkasan terhadap anggaran perjalanan dinas untuk tahun depan. Pada prinsipnya, menurut mantan kepala Badan Koordinasi Penanam Modal (BKPM) itu, kalau bisa diefisienkan, kenapa mesti dibiarkan. Mulai tahun depan para pejabat yang melakukan perjalanan dinas tidak diizinkan lagi memakai layanan first class pada penerbangan. Bisakah menyetop kebiasaan para pejabat tersebut?

Seharusnya bisa, para pejabat negara harus memberi teladan yang baik sehingga dapat menjadi contoh para bawahan. Biaya perjalanan dinas PNS salah satu pos anggaran yang rawan dimainkan alias dikorupsi. Dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) laporan keuangan kementerian lembaga (LKKI) tahun lalu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memasukkan pemalsuan perjalanan dinas sebagai poin penting.

Berdasarkan laporan BPK, penyelewengan laporan perjalanan dinas PNS umumnya terjadi pada posisi eselon II ke bawah. Kita berharap sebelum anggaran perjalanan itu disahkan hendaknya dipertimbangkan betul efektif dan tidak anggaran yang super besar itu. Sungguh ironis, di satu sisi pemerintah berjibaku menaikkan harga BBM bersubsidi demi penghematan anggaran, tetapi di sisi lain terjadi pemborosan anggaran dalam perjalanan dinas.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3826 seconds (0.1#10.140)