Inspirasi Timnas U-19
A
A
A
PUNGGAWA timnas U-19 kembali menyuguhkan setetes kebahagiaan untuk bangsa ini, setelah berhasil lolos pada babak kualifikasi kejuaraan Piala AFC U-19 yang akan digelar di Myanmar pada 2014 nanti.
Kebahagiaan ini begitu terasa karena pasukan Indra Sjafri tersebut berhasil membungkam sang juara bertahan, Korea Selatan (Korsel), dengan skor 3-2. Sebelumnya, mereka berhasil menyuguhkan trofi juara AFF Cup U-19. Walaupun baru sebatas lolos babak kualifikasi Piala AFC, kemenangan atas Korsel patut menjadi kebanggaan karena pasukan Taegeuk Warriors tersebut adalah pemegang kasta tertinggi sepak bola.
Tim U-19 mereka adalah peraih rekor juara AFC terbanyak, 12 kali juara! Dengan menundukkan Korsel, secara tidak langsung mendeklarasikan bahwa sepak bola U-19 Indonesia sudah masuk pusaran persaingan tingkat Asia. Hingga beberapa hari pascakemenangan itu, ekspresi kegembiraan dan puja-puji atas apa yang dipersembahkan Evan Dimas dkk itu masih sangat terasa.
Terlebih, masyarakat kemudian membandingkannya dengan penampilan timnas senior saat berhadapan dengan China di Kualifikasi Piala Asia 2015. Komentator amatiran di dunia maya membandingkan penampilan timnas U-19 dengan senior mereka, seperti penampilan Barcelona-nya Asia dengan tim kelas tarkam. Lihat saja penampilan yang dipertontonkan Evan Dimas, Maldini Pali, Muhammad Hargianto, Zulfiandi, Fatchu Rochman, Hansamu Yama Pranata, Putu Gede Juni Antara, Ravi Murdianto, dan lainnya. Permainan secara individu dan tim begitu luar biasa.
Tenaga dan semangat mereka untuk memenangkan pertandingan juga luar biasa. Hasilnya pun luar biasa. Apa yang disuguhkan timnas U-19 tersebut harus bisa menjadi benchmark. Namun, terlalu kecil jika yang diperbandingkan adalah timnas senior atau sepak bola Indonesia secara keseluruhan. Pasalnya, sebenarnya secara lebih luas para punggawa Garuda Jayaitu banyak memberi inspirasi pada bangsa ini.
Sangat sayang jika inspirasi itu hanya dikotakkan sebatas kekaguman dan euforia atas kehebatan mereka bermain bola. Mereka memberi pelajaran bangsa ini akan pentingnya kedisiplinan, kerja keras, dan semangat tanpa menyerah. Mereka memberikan pelajaran tentang arti penting kekompakan dan kolektivitas sebagai faktor penting untuk mendukung strategi mencapai tujuan. Nilai-nilai positif harus diakui telah luntur dari jiwa masyarakat dan bangsa ini.
Anak-anak muda itu memberi pelajaran pentingnya rasa syukur terhadap segala nikmat yang diperoleh dan penghormatan terhadap pemimpin, dalam hal ini pelatih Indra Sjafri. Mereka bersujud setiap berhasil mencetak gol, dan mencium tangan pelatih saat ditarik keluar. Harus diakui pula, etika vertikal dan horizontal tersebut telah kian melemah. Mereka juga memberi pelajaran akan pentingnya rasa bangga terhadap Garuda,serta rasa percaya diri yang begitu tinggi dan tidak peduli siapa lawan yang dihadapi.
Lihat saja pernyataan Evan Dimas, “Semua bisa dikalahkan kecuali Tuhan.” Semangat memperjuangkan nama dan harga diri bangsa terbukti bisa menjadi energi luar biasa untuk memenangkan kompetisi. Selama ini, mental inlander dan inferior masih rapat membungkus mental bangsa ini, sehingga Indonesia sering kalah sebelum bertarung dalam banyak bidang kehidupan.
Peran Indra Sjafri tentu tidak boleh dinafikan. Mantan pelatih Semen Padang itu telah memberi pelajaran berharga bagaimana menjadi pemimpin sejati. Dia telah menunjukkan bahwa pemimpin harus mampu membangun kepercayaan diri, memotivasi, membuat strategi, membangun kerja sama, dan mampu menegakkan disiplin. Tidak kalah penting, pemimpin harus mengetahui segala potensi walaupun itu adanya di ujung Aceh ataupun Pulau Alor.
Timnas U-19 dan Indra Sjafri telah membuktikan, karakter positif, kekuatan Tuhan, nasionalisme, dan kepemimpinan kuat mampu menghasilkan kekuatan luar biasa. Nilai-nilai tersebut sejatinya ada dalam diri bangsa ini, yang entah karena pragmatisme, individualisme, hedonisme, sektarianisme, atau lainnya menjadi terlupakan dan terabaikan. Pada akhirnya, marilah menjadikan timnas U-19 sebagai inspirasi bersama.
Kebahagiaan ini begitu terasa karena pasukan Indra Sjafri tersebut berhasil membungkam sang juara bertahan, Korea Selatan (Korsel), dengan skor 3-2. Sebelumnya, mereka berhasil menyuguhkan trofi juara AFF Cup U-19. Walaupun baru sebatas lolos babak kualifikasi Piala AFC, kemenangan atas Korsel patut menjadi kebanggaan karena pasukan Taegeuk Warriors tersebut adalah pemegang kasta tertinggi sepak bola.
Tim U-19 mereka adalah peraih rekor juara AFC terbanyak, 12 kali juara! Dengan menundukkan Korsel, secara tidak langsung mendeklarasikan bahwa sepak bola U-19 Indonesia sudah masuk pusaran persaingan tingkat Asia. Hingga beberapa hari pascakemenangan itu, ekspresi kegembiraan dan puja-puji atas apa yang dipersembahkan Evan Dimas dkk itu masih sangat terasa.
Terlebih, masyarakat kemudian membandingkannya dengan penampilan timnas senior saat berhadapan dengan China di Kualifikasi Piala Asia 2015. Komentator amatiran di dunia maya membandingkan penampilan timnas U-19 dengan senior mereka, seperti penampilan Barcelona-nya Asia dengan tim kelas tarkam. Lihat saja penampilan yang dipertontonkan Evan Dimas, Maldini Pali, Muhammad Hargianto, Zulfiandi, Fatchu Rochman, Hansamu Yama Pranata, Putu Gede Juni Antara, Ravi Murdianto, dan lainnya. Permainan secara individu dan tim begitu luar biasa.
Tenaga dan semangat mereka untuk memenangkan pertandingan juga luar biasa. Hasilnya pun luar biasa. Apa yang disuguhkan timnas U-19 tersebut harus bisa menjadi benchmark. Namun, terlalu kecil jika yang diperbandingkan adalah timnas senior atau sepak bola Indonesia secara keseluruhan. Pasalnya, sebenarnya secara lebih luas para punggawa Garuda Jayaitu banyak memberi inspirasi pada bangsa ini.
Sangat sayang jika inspirasi itu hanya dikotakkan sebatas kekaguman dan euforia atas kehebatan mereka bermain bola. Mereka memberi pelajaran bangsa ini akan pentingnya kedisiplinan, kerja keras, dan semangat tanpa menyerah. Mereka memberikan pelajaran tentang arti penting kekompakan dan kolektivitas sebagai faktor penting untuk mendukung strategi mencapai tujuan. Nilai-nilai positif harus diakui telah luntur dari jiwa masyarakat dan bangsa ini.
Anak-anak muda itu memberi pelajaran pentingnya rasa syukur terhadap segala nikmat yang diperoleh dan penghormatan terhadap pemimpin, dalam hal ini pelatih Indra Sjafri. Mereka bersujud setiap berhasil mencetak gol, dan mencium tangan pelatih saat ditarik keluar. Harus diakui pula, etika vertikal dan horizontal tersebut telah kian melemah. Mereka juga memberi pelajaran akan pentingnya rasa bangga terhadap Garuda,serta rasa percaya diri yang begitu tinggi dan tidak peduli siapa lawan yang dihadapi.
Lihat saja pernyataan Evan Dimas, “Semua bisa dikalahkan kecuali Tuhan.” Semangat memperjuangkan nama dan harga diri bangsa terbukti bisa menjadi energi luar biasa untuk memenangkan kompetisi. Selama ini, mental inlander dan inferior masih rapat membungkus mental bangsa ini, sehingga Indonesia sering kalah sebelum bertarung dalam banyak bidang kehidupan.
Peran Indra Sjafri tentu tidak boleh dinafikan. Mantan pelatih Semen Padang itu telah memberi pelajaran berharga bagaimana menjadi pemimpin sejati. Dia telah menunjukkan bahwa pemimpin harus mampu membangun kepercayaan diri, memotivasi, membuat strategi, membangun kerja sama, dan mampu menegakkan disiplin. Tidak kalah penting, pemimpin harus mengetahui segala potensi walaupun itu adanya di ujung Aceh ataupun Pulau Alor.
Timnas U-19 dan Indra Sjafri telah membuktikan, karakter positif, kekuatan Tuhan, nasionalisme, dan kepemimpinan kuat mampu menghasilkan kekuatan luar biasa. Nilai-nilai tersebut sejatinya ada dalam diri bangsa ini, yang entah karena pragmatisme, individualisme, hedonisme, sektarianisme, atau lainnya menjadi terlupakan dan terabaikan. Pada akhirnya, marilah menjadikan timnas U-19 sebagai inspirasi bersama.
(nfl)