Akil Mochtar getarkan Indonesia
A
A
A
MALAM itu, Rabu, 2 Oktober lalu, seusai rapat Ikatan Keluarga Alumni UII, sekitar jam 21.45 WIB, saya sedang ngobrol asyik bersama Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah dan Ketua Fraksi PKB DPR Marwan Ja’far.
Tiba-tiba handphone saya berdering. Sahabat saya, wartawan senior Elman Saragih, memanggil. “Pak, apakah sudah mendengar Akil Mochtar akan ditangkap KPK?” tanyanya. “Tidak. Itu tak mungkin. Itu berita dari orang iseng saja,” jawab saya. “Bapak cek saja. Ini info A-1. KPK sudah di rumah dinas Widya Chandra, Pak,” kata Bang Elman.
Saya pun meletakkan handphone untuk kemudian tertawa bersama Halim dan Marwan karena menganggap info A-1 dari Bang Elman itu sebagai Info A-10. Tetapi, kemudian saya coba juga menelepon Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedjri M Gaffar untuk menanyakan ada apa di Gedung MK. “Saya di kantor, Pak. Tidak ada apa-apa di sini, semua berjalan biasa,” jawab Janedjri.
“Ketua di mana?” tanya saya. “Sudah pulang, baru saja. Apa ada yang bisa saya bantu?” kata Janedjri. “Ada berita tak jelas. Coba dicek, ada di mana Pak Akil. Saya minta informasi secepatnya,” kata saya seraya menutup telepon. Sekitar jam 22.15 WIB Janedjri menelepon saya dengan gugup dan setengah meraung. ”Aduh Paaak, MK hancur, Paaak. Pak Akil ditangkap. Sekarang dibawa ke KPK”. Saya pun gugup. “Apa benar? Coba cek lagi, mungkin itu Akil lain,” kata saya.
Janedjri pun memastikan bahwa info itu benar karena dia berbicara langsung dengan ajudan ketua MK yang saat itu bertugas. Saya pun terpana beberapa waktu. Setelah itu Prof Saldi Isra yang selama ini ikut menjadi “tentara penjaga kewibawaan MK” menelepon saya dengan suara bergetar untuk mengonfirmasi berita itu. “Ya, Mas. Hancur kita. Saya pastikan bahwa Akil Mochtar ditangkap KPK,” jawab saya.
Saya dan Saldi tak berbicara panjang, tampaknya terbawa untuk terpana tanpa bisa ngomong. Tak terasa air mata saya berlinang. Suasana batin saya mungkin bisa tergambar dari lagu Bing ciptaan Titiek Puspa, “Siang itu surya berapi sinarnya/ Tiba-tiba redup langit kelam/Hati yang bahagia terhentak seketika/ ... tak percaya tapi nyata”. Mulai malam itu akan terjadi keguncangan dan tsunami besar, bukan hanya di MK, melainkan juga di Indonesia.
Ketua MK Akil Mochtar mengguncangkan Indonesia. Betapa tidak. MK selama ini sangat kami banggakan karena secara umum mendapat kepercayaan publik. Tetapi, malam ini ketua MK ditangkap karena tindak pidana penyuapan atau korupsi. Ini baru pertama terjadi, bukan hanya di Indonesia, melainkan juga di dunia: seorang ketua lembaga yudikatif ditangkap karena tindak pidana luar biasa.
Gilaaaa. Terbayanglah kebersamaan saya bersama Akil Mochtar selama lima tahun terakhir di MK. Rasanya selama ini dia baik-baik saja, bahkan sering mengatakan di depan teman-teman bahwa dirinya tinggal akan mengabdi kepada negara melalui penegakan hukum. Dia pun pernah diperiksa Majelis Kehormatan MK dan dilaporkan ke KPK, tetapi sampai saya meninggalkan MK tidak ada temuan apa pun dari KPK yang perkasa itu.
Ketika kemudian saya ditelepon oleh berbagai media untuk wawancara by phone saya memastikan dua hal. Pertama, benar Akil Mochtar telah ditangkap oleh KPK; kedua, tanpa bermaksud mendahului proses hukum saya yakin bahwa Akil takkan bisa mengelak dari penghukuman oleh pengadilan tipikor. Selama ini saya selalu yakin lebih dari 90% bahwa jika seseorang sudah dijadikan tersangka oleh KPK, apalagi tertangkap tangan, si tersangka takkan pernah bisa mengelak.
Semua orang yang ditangkap KPK selalu saja membantah, tidak mengaku telah melakukan korupsi. Tetapi, setelah dibawa ke pengadilan selalu pula mereka tak bisa membantah karena KPK selalu bisa secara runut membuktikan dakwaan dakwaannya. KPK biasanya sudah mempunyai rekaman pembicaraan dan kegiatankegiatan lain melalui penyadapan dan penguntitan yang cermat sehingga ketika disetel, diurai, atau ditayangkan foto-foto dan videonya di pengadilan sang terdakwa tak bisa membantah sedikit pun.
Semakin berusaha membantah semakin banyak bukti- bukti yang bisa ditunjukkan KPK. Saya tidak percaya pada pancingan-pancingan pertanyaan wartawan tentang kemungkinan ada rekayasa atau konspirasi dari pihak tertentu untuk menghancurkan MK atau dengan maksud melakukan demoralisasi terhadap hakim-hakim dan mantan hakim MK.
Bagi saya, penangkapan Akil adalah fakta penegakan hukum oleh KPK yang bekerja secara profesional dan cermat melalui pembuntutan dan perekaman dalam waktu yang bukan tibatiba. Saya tak percaya ada rekayasa dari kekuatan politik mana pun dalam kasus ini. Oleh siapa dan untuk apa rekayasa seperti itu dilakukan? Sebab itu, saya maklum jika masyarakat marah, semarah-marahnya. Akil, MK, dan hakim-hakimnya dihujat habis.
Rakyat berhak marah pada MK sebab MK ini dibiayai oleh rakyat dan untuk rakyat, tetapi dikhianati oleh pemimpinnya. Akil menang harus dihukum yang seberat-beratnya. Koktidak seadil-adilnya saja? Ya, karena hukuman yang adil bagi Akil adalah hukuman yang seberat-beratnya.
MOH MAHFUD MD
Guru Besar Hukum Konstitusi
Tiba-tiba handphone saya berdering. Sahabat saya, wartawan senior Elman Saragih, memanggil. “Pak, apakah sudah mendengar Akil Mochtar akan ditangkap KPK?” tanyanya. “Tidak. Itu tak mungkin. Itu berita dari orang iseng saja,” jawab saya. “Bapak cek saja. Ini info A-1. KPK sudah di rumah dinas Widya Chandra, Pak,” kata Bang Elman.
Saya pun meletakkan handphone untuk kemudian tertawa bersama Halim dan Marwan karena menganggap info A-1 dari Bang Elman itu sebagai Info A-10. Tetapi, kemudian saya coba juga menelepon Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedjri M Gaffar untuk menanyakan ada apa di Gedung MK. “Saya di kantor, Pak. Tidak ada apa-apa di sini, semua berjalan biasa,” jawab Janedjri.
“Ketua di mana?” tanya saya. “Sudah pulang, baru saja. Apa ada yang bisa saya bantu?” kata Janedjri. “Ada berita tak jelas. Coba dicek, ada di mana Pak Akil. Saya minta informasi secepatnya,” kata saya seraya menutup telepon. Sekitar jam 22.15 WIB Janedjri menelepon saya dengan gugup dan setengah meraung. ”Aduh Paaak, MK hancur, Paaak. Pak Akil ditangkap. Sekarang dibawa ke KPK”. Saya pun gugup. “Apa benar? Coba cek lagi, mungkin itu Akil lain,” kata saya.
Janedjri pun memastikan bahwa info itu benar karena dia berbicara langsung dengan ajudan ketua MK yang saat itu bertugas. Saya pun terpana beberapa waktu. Setelah itu Prof Saldi Isra yang selama ini ikut menjadi “tentara penjaga kewibawaan MK” menelepon saya dengan suara bergetar untuk mengonfirmasi berita itu. “Ya, Mas. Hancur kita. Saya pastikan bahwa Akil Mochtar ditangkap KPK,” jawab saya.
Saya dan Saldi tak berbicara panjang, tampaknya terbawa untuk terpana tanpa bisa ngomong. Tak terasa air mata saya berlinang. Suasana batin saya mungkin bisa tergambar dari lagu Bing ciptaan Titiek Puspa, “Siang itu surya berapi sinarnya/ Tiba-tiba redup langit kelam/Hati yang bahagia terhentak seketika/ ... tak percaya tapi nyata”. Mulai malam itu akan terjadi keguncangan dan tsunami besar, bukan hanya di MK, melainkan juga di Indonesia.
Ketua MK Akil Mochtar mengguncangkan Indonesia. Betapa tidak. MK selama ini sangat kami banggakan karena secara umum mendapat kepercayaan publik. Tetapi, malam ini ketua MK ditangkap karena tindak pidana penyuapan atau korupsi. Ini baru pertama terjadi, bukan hanya di Indonesia, melainkan juga di dunia: seorang ketua lembaga yudikatif ditangkap karena tindak pidana luar biasa.
Gilaaaa. Terbayanglah kebersamaan saya bersama Akil Mochtar selama lima tahun terakhir di MK. Rasanya selama ini dia baik-baik saja, bahkan sering mengatakan di depan teman-teman bahwa dirinya tinggal akan mengabdi kepada negara melalui penegakan hukum. Dia pun pernah diperiksa Majelis Kehormatan MK dan dilaporkan ke KPK, tetapi sampai saya meninggalkan MK tidak ada temuan apa pun dari KPK yang perkasa itu.
Ketika kemudian saya ditelepon oleh berbagai media untuk wawancara by phone saya memastikan dua hal. Pertama, benar Akil Mochtar telah ditangkap oleh KPK; kedua, tanpa bermaksud mendahului proses hukum saya yakin bahwa Akil takkan bisa mengelak dari penghukuman oleh pengadilan tipikor. Selama ini saya selalu yakin lebih dari 90% bahwa jika seseorang sudah dijadikan tersangka oleh KPK, apalagi tertangkap tangan, si tersangka takkan pernah bisa mengelak.
Semua orang yang ditangkap KPK selalu saja membantah, tidak mengaku telah melakukan korupsi. Tetapi, setelah dibawa ke pengadilan selalu pula mereka tak bisa membantah karena KPK selalu bisa secara runut membuktikan dakwaan dakwaannya. KPK biasanya sudah mempunyai rekaman pembicaraan dan kegiatankegiatan lain melalui penyadapan dan penguntitan yang cermat sehingga ketika disetel, diurai, atau ditayangkan foto-foto dan videonya di pengadilan sang terdakwa tak bisa membantah sedikit pun.
Semakin berusaha membantah semakin banyak bukti- bukti yang bisa ditunjukkan KPK. Saya tidak percaya pada pancingan-pancingan pertanyaan wartawan tentang kemungkinan ada rekayasa atau konspirasi dari pihak tertentu untuk menghancurkan MK atau dengan maksud melakukan demoralisasi terhadap hakim-hakim dan mantan hakim MK.
Bagi saya, penangkapan Akil adalah fakta penegakan hukum oleh KPK yang bekerja secara profesional dan cermat melalui pembuntutan dan perekaman dalam waktu yang bukan tibatiba. Saya tak percaya ada rekayasa dari kekuatan politik mana pun dalam kasus ini. Oleh siapa dan untuk apa rekayasa seperti itu dilakukan? Sebab itu, saya maklum jika masyarakat marah, semarah-marahnya. Akil, MK, dan hakim-hakimnya dihujat habis.
Rakyat berhak marah pada MK sebab MK ini dibiayai oleh rakyat dan untuk rakyat, tetapi dikhianati oleh pemimpinnya. Akil menang harus dihukum yang seberat-beratnya. Koktidak seadil-adilnya saja? Ya, karena hukuman yang adil bagi Akil adalah hukuman yang seberat-beratnya.
MOH MAHFUD MD
Guru Besar Hukum Konstitusi
(nfl)