Ini cikal bakal hegemoni bisnis dan dinasti politik Atut
A
A
A
Sindonews.com - Juru Bicara Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Fitron Nur Ikhsan, membeberkan cikal bakal hegemoni bisnis dan dinasti politik yang dibangun keluarga Ratu Atut.
Menurutnya, pembangunan politik dinasti Banten yang dilakukan oleh keluarga Ratu Atut tak berlangsung singkat, melainkan bertahap, terjal, dan penuh hambatan.
Fitron mengungkapkan, hegemoni bisnis dan politik gubernur yang akrab disapa Atut di Banten dimulai dari penguasaan aset ekonomi yang sangat melimpah. Pembangunan kerajaan bisnis dimulai sejak zaman Chasan Sochib yang juga sebagai ayah kandung Atut.
"Kenapa keluarga Atut begitu kuat di Banten? Karena sang ayah, Chasan Sochib mempunyai usaha besar yang bernaung di bawah PT Ciomas Raya. Pada tahun 1970, PT tersebut mendapat proyek senilai ratusan juta rupiah. Sejak saat itulah, keluarga Atut dipandang sebagai keluarga berpengaruh. Ini fakta, ini pernah diungkap oleh media nasional," kata Fitron, dalam Polemik SINDO Trijaya, di Cikini, Jakarta, Sabtu (12/10/2013).
Dikatakan Fitron, hegemoni dan cengkraman kerajaan bisnis dan politik Atut semakin menguat pasca reformasi 1998. Angin perubahan tersebut ternyata menjadi pijakan awal bagi bercokolnya dinasti Atut di wilayah paling barat Pulau Jawa itu.
Salah satu tuntutan utama dari reformasi, adalah proses pemilihan kepala daerah secara langsung. Sistem pemilihan tersebut dipandang sangat ideal dan mewakili aspirasi rakyat. Berbekal modal kapital dan pengaruh kharismatik tradisional, Atut bersama sang ayah mulai memperluas pengaruh. Sebagai instrumen awalnya adalah meraih kemenangan dalam setiap ajang pemilukada di provinsi Banten.
"Selain modal kapital kuat, keluarga Atut juga dikenal sebagai keluarga Jawara yang disegani seantero Banten. Jawara tersebut dipelihara oleh sang ayah sampai pada tataran paling rendah, di tingkat desa. Jawara itu sebagai basis akar rumput," jelas Fitron.
Dikonfirmasi terkait para jawara Banten yang berhasil digalang Almarhum Chasan Sochib, menurut Fitron, jawara dikatakan merupakan warisan budaya lokal berupa kepandaian dalam ilmu bela-diri, kemahiran menggunakan senjata. Ia juga menerangkan, praktik jawara tidak identik dengan kekuatan supranatural, semisal, santet, tenung, dan pelet.
"Ini kan local wisdom yang kita lestarikan, ada silat, debus, dan jaipong semua itu kan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan. Jadi kita harus fair dalam melihat persoalan tersebut. Jangan lantas dijustifikasi semuanya salah," ujar Fitron.
Baca juga berita Dinasti Atut berhak menjabat.
Menurutnya, pembangunan politik dinasti Banten yang dilakukan oleh keluarga Ratu Atut tak berlangsung singkat, melainkan bertahap, terjal, dan penuh hambatan.
Fitron mengungkapkan, hegemoni bisnis dan politik gubernur yang akrab disapa Atut di Banten dimulai dari penguasaan aset ekonomi yang sangat melimpah. Pembangunan kerajaan bisnis dimulai sejak zaman Chasan Sochib yang juga sebagai ayah kandung Atut.
"Kenapa keluarga Atut begitu kuat di Banten? Karena sang ayah, Chasan Sochib mempunyai usaha besar yang bernaung di bawah PT Ciomas Raya. Pada tahun 1970, PT tersebut mendapat proyek senilai ratusan juta rupiah. Sejak saat itulah, keluarga Atut dipandang sebagai keluarga berpengaruh. Ini fakta, ini pernah diungkap oleh media nasional," kata Fitron, dalam Polemik SINDO Trijaya, di Cikini, Jakarta, Sabtu (12/10/2013).
Dikatakan Fitron, hegemoni dan cengkraman kerajaan bisnis dan politik Atut semakin menguat pasca reformasi 1998. Angin perubahan tersebut ternyata menjadi pijakan awal bagi bercokolnya dinasti Atut di wilayah paling barat Pulau Jawa itu.
Salah satu tuntutan utama dari reformasi, adalah proses pemilihan kepala daerah secara langsung. Sistem pemilihan tersebut dipandang sangat ideal dan mewakili aspirasi rakyat. Berbekal modal kapital dan pengaruh kharismatik tradisional, Atut bersama sang ayah mulai memperluas pengaruh. Sebagai instrumen awalnya adalah meraih kemenangan dalam setiap ajang pemilukada di provinsi Banten.
"Selain modal kapital kuat, keluarga Atut juga dikenal sebagai keluarga Jawara yang disegani seantero Banten. Jawara tersebut dipelihara oleh sang ayah sampai pada tataran paling rendah, di tingkat desa. Jawara itu sebagai basis akar rumput," jelas Fitron.
Dikonfirmasi terkait para jawara Banten yang berhasil digalang Almarhum Chasan Sochib, menurut Fitron, jawara dikatakan merupakan warisan budaya lokal berupa kepandaian dalam ilmu bela-diri, kemahiran menggunakan senjata. Ia juga menerangkan, praktik jawara tidak identik dengan kekuatan supranatural, semisal, santet, tenung, dan pelet.
"Ini kan local wisdom yang kita lestarikan, ada silat, debus, dan jaipong semua itu kan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan. Jadi kita harus fair dalam melihat persoalan tersebut. Jangan lantas dijustifikasi semuanya salah," ujar Fitron.
Baca juga berita Dinasti Atut berhak menjabat.
(lal)