Refly Harun: 3 hal yang harus diakomodir dalam Perpu MK
Jum'at, 11 Oktober 2013 - 08:55 WIB

Refly Harun: 3 hal yang harus diakomodir dalam Perpu MK
A
A
A
Sindonews.com - Kredibilitas Mahkamah Konstitusi (MK) terkikis oleh Ketuanya sendiri yakni Akil Mochtar, yang tertangkap tangan melakukan praktik suap dalam penanganan perkara sengketa pemilukada di MK.
Lembaga negara penegak hukum tertinggi itu kini tidak dipercaya akan memberikan putusan yang adil dalam tiap perkara yang diadilinya, lantaran hakim konstitusi yang memiliki latar belakang partai politik masih tersisa di MK yaitu Patrialis Akbar.
Patrialis diketahui pernah menjadi elite Partai Amanat Nasional, sedangkan Akil diketahui mantan anggota DPR dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar).
Saat ini MK kehilangan satu hakim konstitusi sekaligus Ketua MK yakni Akil Mochtar. Kemudian dalam waktu dekat Hakim Konstitusi Harjono juga akan habis masa jabatannya. Sehingga akan dilakukan pemilihan dua hakim konstitusi dalam waktu dekat.
Diharapkan, hakim konstitusi berikutnya memiliki kredibilitas yang mumpuni dan terbebas dari latar belakang partai politik dan kepentingan partai politik.
Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada Refly Harun menilai, masih ada upaya penyelamat MK yang tidak lagi dipercaya publik sebagai lembaga penegak hukum yang adil. Dia mengatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang MK harus mengakomodir hakim konstitusi bebas dari keanggotaan partai dalam jangka waktu tertentu.
"Saya termasuk yang mendukung Perpu. Jadi itu harus mengatur tiga hal, pertama pengawasan hakim konstitusi, kedua mengatur metode rekrutmen hakim konstitusi, ketiga mengatur persyaratan sebagai hakim konstitusi," papar Refly saat berbincang dengan Sindonews, Jumat (11/10/2013).
Dia menjelaskan, dalam Perpu MK perlu dijelaskan lebih detail mengenai latar belakang calon hakim konstitusi dari partai politik. "Dalam persyaratan ini harus tegas disebutkan calon hakim konstitusi bukan anggota parpo sekurangnya lima tahun," tegas pria yang meraih gelar master hukum hak asasi di Universitas Notre Dame, Amerika Serikat ini.
Jika tidak mengakomodir tiga hal tersebut, lanjut dia, lebih baik draf Perpu MK yang disusun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ditolak oleh DPR. "Kalau isinya bukan itu, kita enggak dukung," tandasnya.
Sebagaimana diketahui, Presiden SBY memutuskan akan menerbitkan Perpu untuk mengatur persyaratan, aturan dan mekanisme seleksi dan pemilihan hakim konstitusi, juga mengatur pengawasan hakim konstitusi.
Keputusan SBY ini diambil sebagai respons terhadap ditangkapnya Ketua MK Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena dugaan menerima suap dari anggota DPR terkait penanganan perkara sengketa pemilukada di MK.
Baca juga berita SBY terlalu tergesa-gesa tanggapi kasus Akil.
Lembaga negara penegak hukum tertinggi itu kini tidak dipercaya akan memberikan putusan yang adil dalam tiap perkara yang diadilinya, lantaran hakim konstitusi yang memiliki latar belakang partai politik masih tersisa di MK yaitu Patrialis Akbar.
Patrialis diketahui pernah menjadi elite Partai Amanat Nasional, sedangkan Akil diketahui mantan anggota DPR dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar).
Saat ini MK kehilangan satu hakim konstitusi sekaligus Ketua MK yakni Akil Mochtar. Kemudian dalam waktu dekat Hakim Konstitusi Harjono juga akan habis masa jabatannya. Sehingga akan dilakukan pemilihan dua hakim konstitusi dalam waktu dekat.
Diharapkan, hakim konstitusi berikutnya memiliki kredibilitas yang mumpuni dan terbebas dari latar belakang partai politik dan kepentingan partai politik.
Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada Refly Harun menilai, masih ada upaya penyelamat MK yang tidak lagi dipercaya publik sebagai lembaga penegak hukum yang adil. Dia mengatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang MK harus mengakomodir hakim konstitusi bebas dari keanggotaan partai dalam jangka waktu tertentu.
"Saya termasuk yang mendukung Perpu. Jadi itu harus mengatur tiga hal, pertama pengawasan hakim konstitusi, kedua mengatur metode rekrutmen hakim konstitusi, ketiga mengatur persyaratan sebagai hakim konstitusi," papar Refly saat berbincang dengan Sindonews, Jumat (11/10/2013).
Dia menjelaskan, dalam Perpu MK perlu dijelaskan lebih detail mengenai latar belakang calon hakim konstitusi dari partai politik. "Dalam persyaratan ini harus tegas disebutkan calon hakim konstitusi bukan anggota parpo sekurangnya lima tahun," tegas pria yang meraih gelar master hukum hak asasi di Universitas Notre Dame, Amerika Serikat ini.
Jika tidak mengakomodir tiga hal tersebut, lanjut dia, lebih baik draf Perpu MK yang disusun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ditolak oleh DPR. "Kalau isinya bukan itu, kita enggak dukung," tandasnya.
Sebagaimana diketahui, Presiden SBY memutuskan akan menerbitkan Perpu untuk mengatur persyaratan, aturan dan mekanisme seleksi dan pemilihan hakim konstitusi, juga mengatur pengawasan hakim konstitusi.
Keputusan SBY ini diambil sebagai respons terhadap ditangkapnya Ketua MK Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena dugaan menerima suap dari anggota DPR terkait penanganan perkara sengketa pemilukada di MK.
Baca juga berita SBY terlalu tergesa-gesa tanggapi kasus Akil.
(lal)