Politik dinasti lebih banyak mudaratnya
A
A
A
Sindonews.com - Anggota Komisi II DPR Jazuli Juwaini mengatakan, kalau dinasti politik lebih banyak menimbulkan efek negatif di masyarakat. Hal itu disampaikannya saat mengomentari dinasti politik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiah.
"Politik dinasti itu pasti ada maslahatnya, tetapi mudaratnya lebih besar," kata Jazuli di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (10/10/2013).
Karena itu, kata dia, Komisi II DPR tengah menggodok Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), yang di dalam mampu mencegah terjadinya dinasti politik di suatu wilayah.
"Makanya di Komisi II DPR ini muncul wacana tentang calon kepala daerah akan ditertibkan. Kalau suami jadi bupati incumbent. Ada aturan untuk keluarganya agar dibatasi," terangnya.
Namun, rancangan tersebut masih harus didalami terlebih dahulu, agar tidak membatasi hak warga negara dalam berpolitik.
"Sedang kami dalami, karena jangan sampai semangatnya (jadi) membatasi itu. Memasung hak warga negara," terangnya.
"Rencananya rancangan itu akan masuk di Rancangan Undang-undang pilkada. Tapi, kami tidak ingin membuat kebijakan, hanya kerena muncul sebuah kasus. Jadi, harus berdasarkan kajian, bukan reaktif," tuntasnya.
Klik di sini untuk berita terkait.
"Politik dinasti itu pasti ada maslahatnya, tetapi mudaratnya lebih besar," kata Jazuli di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (10/10/2013).
Karena itu, kata dia, Komisi II DPR tengah menggodok Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), yang di dalam mampu mencegah terjadinya dinasti politik di suatu wilayah.
"Makanya di Komisi II DPR ini muncul wacana tentang calon kepala daerah akan ditertibkan. Kalau suami jadi bupati incumbent. Ada aturan untuk keluarganya agar dibatasi," terangnya.
Namun, rancangan tersebut masih harus didalami terlebih dahulu, agar tidak membatasi hak warga negara dalam berpolitik.
"Sedang kami dalami, karena jangan sampai semangatnya (jadi) membatasi itu. Memasung hak warga negara," terangnya.
"Rencananya rancangan itu akan masuk di Rancangan Undang-undang pilkada. Tapi, kami tidak ingin membuat kebijakan, hanya kerena muncul sebuah kasus. Jadi, harus berdasarkan kajian, bukan reaktif," tuntasnya.
Klik di sini untuk berita terkait.
(stb)