Bebaskan MK dari hakim berlatar belakang parpol
A
A
A
Sindonews.com - Penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar dinilai mengejutkan dan memukul nalar keadilan publik, mengingat MK adalah lembaga yang menjaga gawang kedaulatan konstitusi.
Demikian dikatakan Ketua Bidang Kebijakan Publik PP Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Arif Susanto, melalui siaran pers yang diterima Sindonews, Rabu (8/10/2013). Menurutnya pengawasan terhadap MK dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman, bila tidak dikendalikan oleh pengawasan akan cenderung menjadi sangat korup.
"Problem yang terjadi di MK saat ini adalah tidak adanya pengawasan terhadap perilaku hakim MK," ujar Arif, Rabu (8/10/2013).
Merujuk pada putusan MK No 005/PUUIV/2006 mengenai uji materiil UU No 22/2004 tentang Komisi Yudisial, MK membatalkan sejumlah Pasal yang terdapat dalam UU No 22/2004, khususnya pasal-pasal yang berkaitan dengan fungsi, tugas, dan kewenangan Komisi Yudisial (KY) dalam hal melakukan pengawasan terhadap hakim karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
Hal ini berimplikasi pada tidak adanya pengawasan terhadap Mahkamah Konstitusi Untuk mengisi kekosongan peran dalam melaksanakan peran pengawasan terhadap Hakim MK. "KAMMI merekomendasikan agar Presiden segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang isinya mengamanatkan untuk membuat lembaga eksternal baru dengan fungsi untuk mengawasi perilaku keluhuran para hakim MK," ujar Arif.
Pengawasan Hakim MK dan penegakan kode etik hakim harus menjadi prioritas langkah untuk menyelamatkan kelembagaan Mahkamah Konstitusi. "Independensi dan kode etik Hakim Mahkamah Konstitusi harus ditegakkan," tegasnya.
Lebih jauh dia mengatakan, orang yang memegang kekuasaan kehakiman, setidaknya, harus memiliki integritas yang menegaskan independensi sikapnya dari intervensi siapapun, terutama para politikus. Dalam UUD 1945, dinyatakan dengan tegas bahwa Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.
"Oleh sebab itu KAMMI merekomendasikan untuk segera meninjau ulang komposisi hakim dengan latar belakang partai politik. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan segera menyusun Perpu yang melarang Hakim MK memiliki latar belakang sebagai politikus partai politik," tandasnya.
Baca berita MK: Kerjaan siapa narkoba di ruangan Akil?
Demikian dikatakan Ketua Bidang Kebijakan Publik PP Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Arif Susanto, melalui siaran pers yang diterima Sindonews, Rabu (8/10/2013). Menurutnya pengawasan terhadap MK dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman, bila tidak dikendalikan oleh pengawasan akan cenderung menjadi sangat korup.
"Problem yang terjadi di MK saat ini adalah tidak adanya pengawasan terhadap perilaku hakim MK," ujar Arif, Rabu (8/10/2013).
Merujuk pada putusan MK No 005/PUUIV/2006 mengenai uji materiil UU No 22/2004 tentang Komisi Yudisial, MK membatalkan sejumlah Pasal yang terdapat dalam UU No 22/2004, khususnya pasal-pasal yang berkaitan dengan fungsi, tugas, dan kewenangan Komisi Yudisial (KY) dalam hal melakukan pengawasan terhadap hakim karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
Hal ini berimplikasi pada tidak adanya pengawasan terhadap Mahkamah Konstitusi Untuk mengisi kekosongan peran dalam melaksanakan peran pengawasan terhadap Hakim MK. "KAMMI merekomendasikan agar Presiden segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang isinya mengamanatkan untuk membuat lembaga eksternal baru dengan fungsi untuk mengawasi perilaku keluhuran para hakim MK," ujar Arif.
Pengawasan Hakim MK dan penegakan kode etik hakim harus menjadi prioritas langkah untuk menyelamatkan kelembagaan Mahkamah Konstitusi. "Independensi dan kode etik Hakim Mahkamah Konstitusi harus ditegakkan," tegasnya.
Lebih jauh dia mengatakan, orang yang memegang kekuasaan kehakiman, setidaknya, harus memiliki integritas yang menegaskan independensi sikapnya dari intervensi siapapun, terutama para politikus. Dalam UUD 1945, dinyatakan dengan tegas bahwa Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.
"Oleh sebab itu KAMMI merekomendasikan untuk segera meninjau ulang komposisi hakim dengan latar belakang partai politik. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan segera menyusun Perpu yang melarang Hakim MK memiliki latar belakang sebagai politikus partai politik," tandasnya.
Baca berita MK: Kerjaan siapa narkoba di ruangan Akil?
(lal)