Kerja sama KPU-Lemsaneg terus menuai kontroversi
A
A
A
Sindonews.com - Kepastian Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang melakukan kerja sama atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) terus menuai kecaman dari berbagai kalangan. Pasalnya, MoU tersebut dinilai tak independen.
Menurut wakil ketua Indonesia Human Right for Social Juscite (IHCS) Ridwan Darmawan, Lemsaneg merupakan lembaga yang tak berdiri sendiri. Lembaga itu langsung di bawah garis koordinasi dengan pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Saya kira beralasan dan sangat wajar ada kekhawatiran dari parpol peserta pemilu dan juga masyarakat atas MoU KPU dan Lemsaneg tersebut, karena bagaimana pun Lemsaneg itu lembaga yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden," ujar Ridwan kepada Sindonews, Jakarta, Selasa (8/10/2013).
Selain itu, kata Ridwan, KPU harus mampu berdiri sendiri sebagai lembaga yang independen dalam menyelenggarakan pemilu. Gabungnya Lemsaneg dinilai mengurangi independensi KPU.
"Apa manfaatnya kerja sama dengan Lemsaneg. KPU harus komitmen dengan cita-cita pemilu berkualitas," tegas seorang advokat itu.
Ridwan mengatakan, terobosan yang bisa dilakukan masyarakat yang merasa dirugikan atas penandatangan nota kesepahaman tersebut antara lain, bisa mengajukan gugatan dengan memakai ketentuan Pasal 1341 KUHP yakni actio paulina.
"Yakni gugatan pihak ketiga yang merasa dirugikan atas nota kesepahaman tersebut," sambungnya.
Ridwan menyarankan, pihak-pihak yang merasa dirugikan bisa melakukan gugatan atas keberlakuan MoU tersebut, tentu saja ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, salah satunya kapasitas hukum untuk mengajukan gugatan tersebut. Artinya kata Ridwan, yang menggugat harus punya dasar hukum yang jelas, umpanya LSM yang bergerak di bidang peningkatan kualitas pemilu atau demokrasi di negeri ini.
Sebelumnya, kerja sama KPU dengan Lemsaneg banyak menuai kontroversi. Partai peserta pemilu 2014 pun merasa keberatan dengan kerja sama yang dilakukan dua lembaga negara tersebut.
Baca juga berita Klarifikasi Lemsaneg soal MoU dengan KPU.
Menurut wakil ketua Indonesia Human Right for Social Juscite (IHCS) Ridwan Darmawan, Lemsaneg merupakan lembaga yang tak berdiri sendiri. Lembaga itu langsung di bawah garis koordinasi dengan pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Saya kira beralasan dan sangat wajar ada kekhawatiran dari parpol peserta pemilu dan juga masyarakat atas MoU KPU dan Lemsaneg tersebut, karena bagaimana pun Lemsaneg itu lembaga yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden," ujar Ridwan kepada Sindonews, Jakarta, Selasa (8/10/2013).
Selain itu, kata Ridwan, KPU harus mampu berdiri sendiri sebagai lembaga yang independen dalam menyelenggarakan pemilu. Gabungnya Lemsaneg dinilai mengurangi independensi KPU.
"Apa manfaatnya kerja sama dengan Lemsaneg. KPU harus komitmen dengan cita-cita pemilu berkualitas," tegas seorang advokat itu.
Ridwan mengatakan, terobosan yang bisa dilakukan masyarakat yang merasa dirugikan atas penandatangan nota kesepahaman tersebut antara lain, bisa mengajukan gugatan dengan memakai ketentuan Pasal 1341 KUHP yakni actio paulina.
"Yakni gugatan pihak ketiga yang merasa dirugikan atas nota kesepahaman tersebut," sambungnya.
Ridwan menyarankan, pihak-pihak yang merasa dirugikan bisa melakukan gugatan atas keberlakuan MoU tersebut, tentu saja ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, salah satunya kapasitas hukum untuk mengajukan gugatan tersebut. Artinya kata Ridwan, yang menggugat harus punya dasar hukum yang jelas, umpanya LSM yang bergerak di bidang peningkatan kualitas pemilu atau demokrasi di negeri ini.
Sebelumnya, kerja sama KPU dengan Lemsaneg banyak menuai kontroversi. Partai peserta pemilu 2014 pun merasa keberatan dengan kerja sama yang dilakukan dua lembaga negara tersebut.
Baca juga berita Klarifikasi Lemsaneg soal MoU dengan KPU.
(lal)