Hukum Indonesia dalam bencana
A
A
A
Sindonews.com - Penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bencana sistem peradilan negara.
"Hemat saya, ketika lembaga-lembaga hukum sudah tercemar korupsi itusudah bencana," ujar Pengamat Hukum Pidana Universitas Parahyangan, Asep Warlan, kepada Sindonews, Kamis (3/10/2013).
Praktik suap-menyuap di lembaga hukum, kata dia, menjatuhkan wibawa sistem peradilan yang dimuliakan atas nama keadilan di negara ini.
"lembaga hukum juga banyak suap-menyuap itu sungguh menampar muka lembaga yang dimuliakan atas nama hukum," kata Asep.
Praktik suap di kalangan pemegang palu keadilan, menjadi pekerjaan berat bagi pemeirntah untuk mengembalikan kepercayaan publik. Hakim yang dipilih melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan di DPR masih juga belum mampu menghasilkan sosok yang menjalankan tugasnya sebagai pemegang keadilan hukum.
Seperti diketahui, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar ditangkap oleh KPK di rumah dinasnya, Jalan Widya Chandra III, No 7, Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan.
Akil ditangkap atas dugaan penerimaan suap sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah, dengan nilai suap sekira Rp2-3 miliar dalam bentuk mata uang Dolar Singapura.
Bersama Akil juga ditangkap berinisial CHN diduga Chairunnisa yang merupakan anggota DPR dari Fraksi Golkar, kemudian HB yang diduga Hambit Bintih Bupati Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan CN dan DH yang berprofesi pengusaha.
"Hemat saya, ketika lembaga-lembaga hukum sudah tercemar korupsi itusudah bencana," ujar Pengamat Hukum Pidana Universitas Parahyangan, Asep Warlan, kepada Sindonews, Kamis (3/10/2013).
Praktik suap-menyuap di lembaga hukum, kata dia, menjatuhkan wibawa sistem peradilan yang dimuliakan atas nama keadilan di negara ini.
"lembaga hukum juga banyak suap-menyuap itu sungguh menampar muka lembaga yang dimuliakan atas nama hukum," kata Asep.
Praktik suap di kalangan pemegang palu keadilan, menjadi pekerjaan berat bagi pemeirntah untuk mengembalikan kepercayaan publik. Hakim yang dipilih melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan di DPR masih juga belum mampu menghasilkan sosok yang menjalankan tugasnya sebagai pemegang keadilan hukum.
Seperti diketahui, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar ditangkap oleh KPK di rumah dinasnya, Jalan Widya Chandra III, No 7, Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan.
Akil ditangkap atas dugaan penerimaan suap sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah, dengan nilai suap sekira Rp2-3 miliar dalam bentuk mata uang Dolar Singapura.
Bersama Akil juga ditangkap berinisial CHN diduga Chairunnisa yang merupakan anggota DPR dari Fraksi Golkar, kemudian HB yang diduga Hambit Bintih Bupati Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan CN dan DH yang berprofesi pengusaha.
(lal)