Refly Harun pernah ungkap 'kenakalan' Akil Mochtar

Kamis, 03 Oktober 2013 - 03:22 WIB
Refly Harun pernah ungkap...
Refly Harun pernah ungkap 'kenakalan' Akil Mochtar
A A A
Sindonews.com - Dugaan 'kenakalan' Akil Mochtar bukan hanya saat menjadi politikus di DPR. Ketika masih menjadi hakim konstitusi, Akil juga pernah diungkap 'bermain', kali ini dalam penyelesaian sengketa pilkada pada tahun 2010.

Akil diungkap 'bermain' dalam penyelesaian sengketa Pilkada Kabupaten Simalungun di Mahkamah Konstitusi. Akil yang mengetuai sidang sengketa memenangkan calon Bupati Simalungun, Jopinus Ramli Saragih.

Kuasa hukum Jopinus Ramli Saragih, Refly Harun, mengungkap permainan tersebut dalam sebuah testimoni yang dikirimkannya ke media massa saat itu. Berdasarkan testimoni, Refly menyebutkan Jopinus Saragih memberikan imbalan sekira Rp1 miliar kepada Akil atas jasanya memenangkan sengketa.

Testimoni yang menggegerkan itu kemudian membuat Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu Mahfud MD membentuk tim investigasi. Mahfud menunjuk sang pembuat testimoni, Refly Harun, sebagai ketua tim investigasi.

Refly kemudian melaporkan hasil investigasinya secara tertutup kepada Mahfud MD. Hasil investigasi terbagi menjadi dua. Pertama, dugaan pemerasaan yang melibatkan hakim MK. Kedua, dugaan pemerasaan dan atau penyuapan yang melibatkan panitera pengganti MK.

Sayangnya setelah itu, MK justru melaporkan Refly ke KPK atas percobaan penyuapan suap terhadap hakim konstitusi. Refly saat itu mengatakan, laporan Mahfud soal dugaan percobaan penyuapan hakim itu merupakan kesimpulan sendiri yang dibuat oleh MK.

Berikut testimoni Refly Harun yang dikirimkannya kepada media massa tiga tahun lalu.

Rabu, 22 September 2010, Jopinus Ramli Saragih yang saat itu calon Bupati Simalungun mengundang saya (Refly Harun) dan Maheswara Prabandono yang juga penasehat hukum dari JR Saragih, pertemuan dilakukan di kediaman JR Saragih di Pondok Indah (Jalan Raya Pondok Indah Nomor 21, Jakarta Selatan).

Saya (Refly Harun) dan Maheswara Prabandono secara sendiri-sendiri terlebih dahulu berkunjung ke Rumah Sakit Pondok Indah untuk menjenguk ibunda JR Saragih yang sedang jatuh sakit. Saat bertemu Jopinus kemudian ia mengajak kami berdua ke kediamannya.

Satu mobil dengan saya adalah Maheswara dan Jumadiah Wardati (sekretaris Jopinus Saragih). Sesampainya di rumah kemudian mereka berbincang-bincang tanpa kehadiran Jumadiah, perbincangan membahas seputar Pilkada Kabupaten Simalungun.

Saat itu JR Saragih mengatakan bahwa dalam Pilkada tersebut diketuai oleh hakim konstitusi AKil Mochtar dan dianggotai oleh Hamdan Zoelva dan Muhammad Alim.

Jopinus saat itu juga menceritakan bahwa dirinya sudah bertemu dengan Akil Mochtar, dalam pertemuan dengan Akil, ia didampingi dua orang yang enggan disebutkan namanya. Sedangkan Akil Mochtar didampingi satu orang yakni TM Nurlif, anggota BPK RI yang kini menjadi tersangka dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI, Miranda Goeltom yang juga berasal dari Partai Golkar.Pertemuan itu terjadi sekitar tanggal 21 September 2010.

Saya menduga TM Nurlif karena sebelumnya saya mendapatkan SMS dari calon Wakil Bupati Toli Toli, Sulawesi Tengah, Supratman Andi Agtas yang juga klien saya, yang menyatakan bahwa pihak lawan telah menghubungi Akil Mochtar dengan perantara TM Nurlif. SMS yang dikirimkan pada tanggal 5 September 2010 itu berbunyi, "Gpp pa, memang pihak lawan kt dibantu lwt tm nurlif yang berhbngan dgn pa akil lewat jalur pp. Nanti menjlng putusan br sy tau. tx".
SMS itu adalah respons atas permintaan maaf saya karena tidak mampu memenangkan kasus Pilkada Kabupaten Toli Toli yang saya tangani, padahal seharusnya minimal penghitungan suara ulang bisa dikabulkan.

Menurut Jopinus, ia sudah sepakat untuk memberikan uang senilai Rp 1 milliar kepada Akil Mochtar. Kalau uang tidak diberikan, permohonan salah satu pasangan calon akan dikabulkan yang berakibat akan adanya pemungutan suara ulang. Menurut Jopinus, ia bahkan diperlihatkan draf putusan yang mengabulkan permohonan salah satu pemohon (pasangan calon dengan suara terbanyak nomor tiga).

Skenarionya, pasangan calon pemenang nomor dua akan digugurkan karena terkait dugaan ijazah palsu lalu diperintahkan pemungutan suara ulang. Awalnya, menurut Jopinus, Akil Mochtar meminta Rp 3 milliar, tetapi setelah negoisasi disepakati Rp 1 milliar.

Untuk meyakinkan saya dan Maheswara, Jopinus mengambil tas jinjing dari ruang tengah. Ia membuka tas tersebut dan memperlihatkannya kepada saya dan Maheswara. Isinya uang Dollar AS yang menurut Jopinus berjumlah Rp 1 milliar dan baru saja ditukar. Menurut Jopinus pula, uang itulah yang akan diserahkan kepada Akil Mochtar(ia tidak menyebut kapan dan di mana uang akan diserahkan, tapi perkiraan saya antara tanggal 22-24 September karena putusan baru tanggal 24 September)

Untuk meyakinkan kami pula bahwa ia memang telah bertemu Akil Mochtar, Jopinus membocorkan dua putusan MK yang akan dibacakan, yakni putusan pengujian Undang-undang yang diajukan Yusril ihza Mahendra dan Susno Duadji, menurut Jopinus, Akil Mochtar sendiri yang membocorkan putusan itu ke dirinya.
Benar saja, permohonan Yusril yang dibacakan beberapa jam kemudian setelah pertemuan saya dan Maheswara dengan Jopinus memang dikabulkan. Sedangkan permohonan Susno Duadji yang dibacakan bersamaan dengan pembacaan putusan Kabupaten Simalungun pada tanggal 24 September 2010 memang ditolak.

Berdasarkan fakta ini, saya berkesimpulan apa yang dikatakan Jopinus tidak bohong (apalagi Jopinus sendiri bukan orang yang kelihatannya menyimak soal-soal terkait dengan Susno dan Yusril)".
(lal)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0872 seconds (0.1#10.140)