Miris, kasus Wilfrida jadi komoditas politik
A
A
A
Sindonews.com - Munculnya beberapa pihak yang merasa peduli dengan kasus Wilfrida Soik (17), Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang terancam hukuman mati di Malaysia, patut dipertanyakan.
Direktur Eksekutif Migrant Institute, Adi Chandra Utama mengatakan, dengan adanya fenomena ini, di mana beberapa pejabat langsung menunjukkan kepeduliannya, menandakan bahwa penyelesaian kasus TKI hanya dijadikan komoditi politik belaka.
"Respons pemerintah atas kasus Wilfrida adalah representasi dari posisi dan sikap politik pemerintah atas TKI. Dalam kaca mata pemerintah, TKI tidak lebih sebagai komoditas ekonomi dan politik," kata Adi kepada Sindonews, Senin (30/9/2013).
Lebih lanjut dia mengatakan, sikap Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Prabowo Subianto, dan Rieke Dyah Pitaloka, tak lain hanya untuk kepentingan belaka.
"Pihak tersebut bersikap sebagai politisi. Setelah kasus ramai dan jadi atensi publik, bagi Kemenakertrans dan BNP2TKI kasus ini dikhawatirkan akan menggoyang legitimasi mereka sebagai penanggung jawab atas pengelolaan dan perlindungan TKI," pungkasnya.
Sebelumnya, politikus beramai-ramai terbang ke Malaysia untuk memberikan pembelaannya terhadap Wilfrida. Kasus dakwaan hukuman mati yang menimpa gadis remaja asal Nusa Tenggara Timur (NTT) itu di Malaysia, menjadi kesempatan bagi politikus menjadi 'pahlawan'.
Mereka yang telah berada di Malaysia antara lain, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto, Menakertrans yang juga Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, dan kini akan menyusul Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Jumhur Hidayat, serta politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Rieke Dyah Pitaloka.
Simak berita terkait soal Wilfrida Soik yang terancam hukuman mati di Malaysia.
Direktur Eksekutif Migrant Institute, Adi Chandra Utama mengatakan, dengan adanya fenomena ini, di mana beberapa pejabat langsung menunjukkan kepeduliannya, menandakan bahwa penyelesaian kasus TKI hanya dijadikan komoditi politik belaka.
"Respons pemerintah atas kasus Wilfrida adalah representasi dari posisi dan sikap politik pemerintah atas TKI. Dalam kaca mata pemerintah, TKI tidak lebih sebagai komoditas ekonomi dan politik," kata Adi kepada Sindonews, Senin (30/9/2013).
Lebih lanjut dia mengatakan, sikap Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Prabowo Subianto, dan Rieke Dyah Pitaloka, tak lain hanya untuk kepentingan belaka.
"Pihak tersebut bersikap sebagai politisi. Setelah kasus ramai dan jadi atensi publik, bagi Kemenakertrans dan BNP2TKI kasus ini dikhawatirkan akan menggoyang legitimasi mereka sebagai penanggung jawab atas pengelolaan dan perlindungan TKI," pungkasnya.
Sebelumnya, politikus beramai-ramai terbang ke Malaysia untuk memberikan pembelaannya terhadap Wilfrida. Kasus dakwaan hukuman mati yang menimpa gadis remaja asal Nusa Tenggara Timur (NTT) itu di Malaysia, menjadi kesempatan bagi politikus menjadi 'pahlawan'.
Mereka yang telah berada di Malaysia antara lain, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto, Menakertrans yang juga Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, dan kini akan menyusul Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Jumhur Hidayat, serta politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Rieke Dyah Pitaloka.
Simak berita terkait soal Wilfrida Soik yang terancam hukuman mati di Malaysia.
(maf)