Semangat Garuda Jaya
A
A
A
RASA itu masih melekat. Walaupun kemenangan timnas Indonesia U-19 atas Vietnam sudah beberapa hari berlalu, kebanggaan atas perjuangan Garuda Jaya yang mati-matian menyuguhkan kemenangan pada AFF U-19 Youth Championship 2013 untuk bangsa ini masih mengiang dan menebarkan kesemringahan.
Rasanya baru kemarin Evan Dimas, Ilham Udin, Maldini Pali, dan lainnya berlari dan terus berlari tanpa kenal lelah. Rasanya baru kemarin Ravi Murdianto berjibaku menahan gempuran algojo lawan. Rasa itu memang membuncah kuat di benak masyarakat di seluruh pelosok negeri, karena selama ini mereka sudah haus mendapatkan kebanggaan dari sepak bola. Bagaimana tidak, sudah 22 tahun cabang olahraga paling populer di negeri ini absen menghadirkan gelar juara di level Asia Tenggara.
Dua kesempatan yang terjadi tiga tahun belakangan, yakni timnas senior pada Piala AFF 2010 dan timnas U-16 pada Piala AFF 2013, berakhir dengan kegagalan. Paling mengecewakan, di partai puncak itu Garudaharus bertekuk lutut di hadapan Harimau Malaya. Euforia atas prestasi timnas U-19 kalau ditelusuri lebih mendalam bukanlah sekadar pada trofi yang persembahkan.
Sejatinya, puluhan ribu suporter masyarakat datang memenuhi GOR Delta Sidoarjo, jutaan masyarakat dari Sabang-Merauke menyaksikan siaran langsung partai final di MNC TV hingga sharepenonton pada laga final tersebut mencapai 50% lebih, karena para talenta muda asuhan Indra Sjafri itu tulus dan bersungguh-sungguh bermain untuk Merah Putih. Lihatlah cara anak-anak muda yang sebagian besar direkrut dari kampung itu bermain taktis dan trengginas untuk merebut bola dan menguasai bola demi meraih kemenangan.
Semangat itu tidak akan terwujud jika mereka tidak mempunyai kebanggaan akan jersey timnas mereka kenakan, dan tanggung jawab untuk mengharumkan nama bangsa. Lihatlah bagaimana mereka mampu bermain hingga 120 menit tanpa mengendurkan tenaga sama sekali. Ilham Udin dkk seolah menjelma menjadi kuda yang tidak mempunyai rasa lelah, sementara pemain Vietnam silih berganti bergelimpangan. Empat orang yakni Ravi Murdianto, Sahrul Kurniawan, Evan Dimas, dan Putu Gede Antara, bahkan hingga akhir kompetisi tercatat bermain dalam tempo 600 menit.
Semangat itu sudah barang tentu tidak akan terwujud jika Garuda tidak menghujam kuat ke dada mereka. Semangat bermain dan memenangkan pertandingan yang ditunjukkan timnas U-19 memang patut digarisbawahi dan diapresiasi, karena hal tersebut sudah lama tidak ditunjukkan timnas, terutama timnas senior dan timnas U-23. Tengoklah permainan yang ditunjukkan timnas U-23 saat berhadapan dengan Palestina pada Islamic Solidarity Games (ISG) 2013 di Palembang.
Para pemain bukan hanya tidak menunjukkan permainan berkelas, melainkan juga tanpa semangat. Boro-boro memberikan kebanggaan, sebaliknya apa yang dipertontonkan asuhan Rahmad Darmawan (RD) itu justru sangat memalukan. Entah mengapa pemain seolah tidak mempunyai beban atas jersey yang mereka kenakan dan Garuda yang mereka pertaruhkan. Padahal, seperti kata Mourinho seusai memimpin Chelsea menekuk timnas Indonesia 8-1 di Stadion Gelora Bung Karno (25/7) lalu, semangat dan kebanggaanlah yang merupakan kunci kemenangan.
”Jika Indonesia tidak punya potensi spesial, bermainlah dengan penuh kegairahan yang besar dan kebanggaan,” ujar pelatih yang disapa The Only One itu. PSSI yang memegang otoritas pengembangan sepak bola di Tanah Air tidak boleh malu belajar dari kemenangan timnas U-19. Kemenangan timnas U-19 harus diakui antitesis dari kegagalan mencari pemain yang mempunyai kebanggaan dan semangat Merah Putih, serta pelatih yang mampu menanamkan rasa nasionalisme itu.
Kemenangan timnas U-19 membuktikan karakter pemain demikian masih banyak berceceran di Bumi Pertiwi. Begitu pun masih banyak pelatih-pelatih lain yang berkarakter seperti Indra Sjafri.
Rasanya baru kemarin Evan Dimas, Ilham Udin, Maldini Pali, dan lainnya berlari dan terus berlari tanpa kenal lelah. Rasanya baru kemarin Ravi Murdianto berjibaku menahan gempuran algojo lawan. Rasa itu memang membuncah kuat di benak masyarakat di seluruh pelosok negeri, karena selama ini mereka sudah haus mendapatkan kebanggaan dari sepak bola. Bagaimana tidak, sudah 22 tahun cabang olahraga paling populer di negeri ini absen menghadirkan gelar juara di level Asia Tenggara.
Dua kesempatan yang terjadi tiga tahun belakangan, yakni timnas senior pada Piala AFF 2010 dan timnas U-16 pada Piala AFF 2013, berakhir dengan kegagalan. Paling mengecewakan, di partai puncak itu Garudaharus bertekuk lutut di hadapan Harimau Malaya. Euforia atas prestasi timnas U-19 kalau ditelusuri lebih mendalam bukanlah sekadar pada trofi yang persembahkan.
Sejatinya, puluhan ribu suporter masyarakat datang memenuhi GOR Delta Sidoarjo, jutaan masyarakat dari Sabang-Merauke menyaksikan siaran langsung partai final di MNC TV hingga sharepenonton pada laga final tersebut mencapai 50% lebih, karena para talenta muda asuhan Indra Sjafri itu tulus dan bersungguh-sungguh bermain untuk Merah Putih. Lihatlah cara anak-anak muda yang sebagian besar direkrut dari kampung itu bermain taktis dan trengginas untuk merebut bola dan menguasai bola demi meraih kemenangan.
Semangat itu tidak akan terwujud jika mereka tidak mempunyai kebanggaan akan jersey timnas mereka kenakan, dan tanggung jawab untuk mengharumkan nama bangsa. Lihatlah bagaimana mereka mampu bermain hingga 120 menit tanpa mengendurkan tenaga sama sekali. Ilham Udin dkk seolah menjelma menjadi kuda yang tidak mempunyai rasa lelah, sementara pemain Vietnam silih berganti bergelimpangan. Empat orang yakni Ravi Murdianto, Sahrul Kurniawan, Evan Dimas, dan Putu Gede Antara, bahkan hingga akhir kompetisi tercatat bermain dalam tempo 600 menit.
Semangat itu sudah barang tentu tidak akan terwujud jika Garuda tidak menghujam kuat ke dada mereka. Semangat bermain dan memenangkan pertandingan yang ditunjukkan timnas U-19 memang patut digarisbawahi dan diapresiasi, karena hal tersebut sudah lama tidak ditunjukkan timnas, terutama timnas senior dan timnas U-23. Tengoklah permainan yang ditunjukkan timnas U-23 saat berhadapan dengan Palestina pada Islamic Solidarity Games (ISG) 2013 di Palembang.
Para pemain bukan hanya tidak menunjukkan permainan berkelas, melainkan juga tanpa semangat. Boro-boro memberikan kebanggaan, sebaliknya apa yang dipertontonkan asuhan Rahmad Darmawan (RD) itu justru sangat memalukan. Entah mengapa pemain seolah tidak mempunyai beban atas jersey yang mereka kenakan dan Garuda yang mereka pertaruhkan. Padahal, seperti kata Mourinho seusai memimpin Chelsea menekuk timnas Indonesia 8-1 di Stadion Gelora Bung Karno (25/7) lalu, semangat dan kebanggaanlah yang merupakan kunci kemenangan.
”Jika Indonesia tidak punya potensi spesial, bermainlah dengan penuh kegairahan yang besar dan kebanggaan,” ujar pelatih yang disapa The Only One itu. PSSI yang memegang otoritas pengembangan sepak bola di Tanah Air tidak boleh malu belajar dari kemenangan timnas U-19. Kemenangan timnas U-19 harus diakui antitesis dari kegagalan mencari pemain yang mempunyai kebanggaan dan semangat Merah Putih, serta pelatih yang mampu menanamkan rasa nasionalisme itu.
Kemenangan timnas U-19 membuktikan karakter pemain demikian masih banyak berceceran di Bumi Pertiwi. Begitu pun masih banyak pelatih-pelatih lain yang berkarakter seperti Indra Sjafri.
(nfl)