Menyelamatkan polisi

Senin, 16 September 2013 - 07:00 WIB
Menyelamatkan polisi
Menyelamatkan polisi
A A A
SATU kaki di pengadilan, satu kaki di kuburan. Itu dilema yang kerap dihadapi petugas kepolisian. Karena sifat pekerjaannya, polisi kerap berurusan langsung dengan penjahat dan masyarakat.

Kalau terlalu cepat bertindak, seperti salah tembak, si polisi sendiri yang berakhir di pengadilan. Sebaliknya, jika terlambat bertindak, bisa berisiko nyawa melayang alias masuk ke kuburan. Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo menyampaikan dilema ini saat memaparkan Laporan Akhir Tahun 2012 Polri. Hal ini dilatarbelakangi banyaknya polisi yang tewas pada tahun lalu.

Menurut catatan Polri, sebanyak 15 anggotanya tewas, dua orang di Solo, Jawa Tengah; enam orang di Poso, Sulawesi Tengah; dan tujuh orang di Papua. Sedangkan, polisi yang terluka hingga dirawat di rumah sakit sebanyak sembilan orang. Sementara, menurut data Indonesia Police Watch (IPW), jumlah polisi yang tewas pada tahun 2012 mencapai 28 orang, dan 12 orang lainnya luka-luka. Jumlah ini meningkat cukup tajam dibandingkan tahun 2011, menurut catatan IPW ada 20 orang polisi yang tewas.

Namun, dalam data IPW tidak semua polisi itu tewas sebagai korban penembakan atau serangan lainnya. IPW juga mencatat, pada 2011 ada 65 pos polisi yang dibakar, tahun 2012 sebanyak 85 pos polisi, dan hingga bulan Agustus 2013 sudah ada 58 pos polisi yang dibakar. Merujuk data Polri, sebanyak delapan orang tewas akibat serangan aksi teror, sedangkan tujuh lainnya tewas ditembak kelompok bersenjata di Papua. Dua orang menjadi korban serangan kelompok teroris di Solo, dan enam orang lainnya di Poso.

Sementara di Papua, para polisi naas itu diserang kelompok separatis di beberapa tempat berbeda. Tahun ini serangan kepada anggota kepolisian kembali berulang. Yang terkini, serangan itu terjadi dijantung Ibu Kota. Bripka Sukardi tewas ditembak sekelompok orang tidak dikenal di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (10/9) malam lalu.

Dia ditembak saat mengendarai sepeda motor untuk mengawal iring-iringan truk pengangkut peralatan konstruksi. Sebelumnya, selama tiga bulan terakhir, tiga orang polisi tewas ditembak di daerah pinggiran Jakarta. Mereka adalah Aiptu Dwiyatno, Aiptu Kushendratna, dan Bripka Ahmad Maulana. Aiptu Dwiyatno tewas ditembak di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Aiptu Kushendratna dan Bripka Ahmad Maulana tewas ditembak di Pondok Aren, juga Tangerang Selatan.

Dugaan balas dendam

Rentetan serangan mematikan kepada anggota kepolisian ini sangat meresahkan. Sebab, penegak hukum merupakan simbol negara dalam menegakkan hukum. Serangan beruntun terhadap polisi ini memberikan pesan bahwa negara ini tidak aman. Jika anggota kepolisian saja, yang bertugas menjaga keamanan dan dipersenjatai, menjadi korban, bagaimana dengan masyarakat pada umumnya?

Apalagi, menurut catatan IPW, penembakan terhadap lima polisi ini, empat tewas dan satu terluka, merupakan bagian dari 22 kasus penembakan misterius selama tiga bulan terakhir. Dan dari 22 kasus penembakan itu, baru satu pelaku saja yang tertangkap. Modus penembakan itu bervariasi, sehingga sulit menyimpulkan bahwa aksi penembakan itu hanya dilakukan para teroris.

Pada peristiwa penembakan terbaru, misalnya, ada dugaan keterkaitan dengan persaingan dalam bisnis jasa pengawalan. Dugaan lain, bisa jadi ini buntut dari aksi polisi membasmi premanisme belakangan ini. Atau bisa juga, seperti analisa pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar, merupakan reaksi dari sekelompok orang tertentu terhadap cara kerja kepolisian, terutama Densus 88 dalam memberantas teroris.

Balas dendam pada polisi sebagai motif serangan terhadap polisi ini juga pernah ditengarai oleh Kapolri. Tapi, saat itu konteksnya terkait peristiwa serangan terhadap polisi di Solo pada 2012 lalu. Hal ini dilihat dari modus serangan yang menggunakan pos polisi sebagai target sasaran penyerangan. Namun, serangan kepada polisi atau simbol-simbol kepolisian seperti pos polisi tidak selalu terkait dengan terorisme.

Sebagian lainnya berkaitan dengan ketidakpuasan masyarakat atas kualitas pelayanan dari jajaran kepolisian yang mengecewakan masyarakat, atau akibat penanganan berbagai kasus yang menurut penilaian publik tidak memihak pada rasa keadilan masyarakat.

Dalam kasus di Jakarta, kelompok yang berada di balik aksi penembakan ini juga tidak bisa serta merta dikatakan teroris. Kepolisian dalam menjalankan tugasnya tidak hanya berhadapan dengan para teroris, tapi juga dengan mafia narkoba, preman, dan lainnya. Serangan terhadap polisi bisa dilakukan salah satu pihak itu.

Profesionalisme polri

Polri harus mengusut serangkaian penembakan ini secara cepat, terukur, dan tuntas. Sebab jika polisi lamban, apalagi gagal mengungkap pelaku dan motifnya, bisa meningkatkan serangan terhadap polisi. Sedangkan jika terlalu cepat dan gegabah, maka si polisi yang justru akan diperkarakan di pengadilan, sehingga terjadi “satu kaki di pengadilan, satu kaki di kuburan” itu tadi.

Serangkaian penembakan terhadap anggota polisi ini juga harus dijadikan bahan evaluasi dan introspeksi bagi institusi kepolisian, khususnya, untuk memperbaiki perilaku aparat Polri saat berhadapan dengan masyarakat. Selama ini banyak laporan tentang pelanggaran HAM yang dilakukan anggota Polri, misalnya terkait tindakan Densus 88 dalam menyergap atau menangkap tersangka teroris.

Densus 88 diduga kerap gegabah dan main tembak terhadap tersangka terorisme. Sepanjang 2012 Polri menangani 14 kasus terorisme dengan 78 orang tersangka. Dari 78 orang ini 10 orang di antaranya tewas saat penangkapan. Polri tidak boleh terlihat lemah, apalagi kalah, menghadapi aksi terorisme dan kejahatan lainnya.

Sebab Polri adalah alat negara yang bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. Tapi, Polri juga tetap harus taat prosedur hukum dan menghormati HAM dalam memburu dan memproses hukum para pelaku kejahatan, baik pelaku terorisme maupun kejahatan lainnya.

TRIMEDYA PANJAITAN
Anggota Komisi III DPR RI, Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0918 seconds (0.1#10.140)