Vonis terpidana korupsi dinilai anti demokrasi

Senin, 09 September 2013 - 13:44 WIB
Vonis terpidana korupsi dinilai anti demokrasi
Vonis terpidana korupsi dinilai anti demokrasi
A A A
Sindonews.com - Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM menilai penanganan hukum tindak korupsi di Indonesia belum maksimal. Hal tersebut sangat jelas tergambar pada vonis hukuman bagi pelaku korupsi yang masih saja ringan.

"Vonis hakim Pengadilan Tipikor di Indonesia bisa dikatakan anti demokrasi. Bagaimana bisa dikatakan demokrasi jika keputusan vonis bagi pelaku koruptor tidak mengakomodir rasa keadilan masyarakat, bahkan tidak mendengarkan aspirasi masyarakat," tegas Direktur Eksekutif Pukat UGM Hasrul Halili ketika ditemui di Kantor Pukat UGM, Yogyakarta, Senin (9/9/2013).

Hasrul menuturkan, vonis kasus korupsi yang diputuskan selama ini hanya menjadi hasil dari "rasa" hakim semata. Contoh vonis yang tidak berkeadilan tersebut seperti yang terjadi pada terpidana kasus korupsi simulator SIM Irjen Pol Djoko Susilo yang hanya 10 tahun perjara dan Sudjiono Timan yang hanya 15 tahun untuk kasus korupsi bantuan likuidasi Bank Indonesia.

"Kami melihat ada kecenderungan keputusan vonis dalam kasus korupsi justru berwatak tirani dengan melawan masyarakat. Bahkan rasanya hukum Tipikor kita hanya bertaji di kasus-kasus yang "ecek-ecek" saja," imbuhnya.

Masih lemahnya penindakan bagi para koruptor tersebut menurut Hasrul harus ditiadakan. Ia berharap, optimalisasi vonis koruptor bisa dilakukan, tidak hanya sebagai upaya menimbulkan efek jera tapi juga mampu menegakkan hukum dengan memenuhi rasa keadilan masyarakat Indonesia.

Sementara, Peneliti Pukat UGM Fariz Fachryan menuturkan, dalam periode Januari-Juli 2013, tren vonis bagi koruptor rata-rata memang hanya di bawah tiga tahun. Dari 42 kasus korupsi yang divonis, 18 kasus diantaranya mendapat hukuman di bawah tiga tahun penahanan. Tidak heran jika kondisi ini menjadi alasan kemungkinan besar masih seringnya muncul para koruptor.

"Melihat hal ini, tampak sekali kurang adanya efek jera bagi para koruptor. Ini berarti masih ada yang kurang dalam penegakan hukum korupsi," ujarnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7521 seconds (0.1#10.140)