Pembatasan alat peraga kampanye, caleg sulit dikenal publik
A
A
A
Sindonews.com - Rencana Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terkait pembatasan calon legislalatif (caleg) untuk memasang alat peraga kampanye seperti billboard, baliho, dan spanduk dinilai akan menyebabkan caleg sulit dikenal publik.
Wasekjen PAN Yandri Susanto menyatakan, tidak setuju dengan rencana aturan tersebut. Menurutnya pembatasan tersebut malah akan memperlemah pelaksanaan pemilu.
"Tingkat pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap pemilu akan ada itu akan minim," katanya saat dihubungi SINDO di Jakarta, Selasa (27/8/2013) malam.
Dia mengatakan peraturan ini akan merugikan para caleg. Apalagi untuk caleg-caleg baru semakin susah bersosialisasi. Sehingga menurutnya, ditengah apatis masyarakat dalam pemilu, KPU tidak perlu telalu detail mengatur hal tersebut.
"Kalau misalkan mereka door to door oke. Tapi dari mereka door to door, mereka perlu juga ditinggal disitu. Nah yang ditinggal itu alat peraga kampanye," tandasnya.
Dia menilai cara pandang KPU dalam menerapkan sebuah aturan main kampanye caleg agak sedikit kaku. Ia beranggapan, KPU sebaiknya membiarkan caleg berimprovisasi dan beraktualisasi dalam hal kampanye.
"Jadi tidak dapat disamaratakan. Misalkan aturan KPU bahwa satu desa satu spanduk, di Sumatera itu panjanganya satu kilometer (km) satu desa. Kemudian bagaimana kalau hanya pasang satu spanduk di desa yang panjangnya satu kilometer. Kemudian kalau Jawa, satu desa penduduknya bisa 12 ribu, kalau cuma satu spanduk ya tidak mewakili," katanya.
Wasekjen PAN Yandri Susanto menyatakan, tidak setuju dengan rencana aturan tersebut. Menurutnya pembatasan tersebut malah akan memperlemah pelaksanaan pemilu.
"Tingkat pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap pemilu akan ada itu akan minim," katanya saat dihubungi SINDO di Jakarta, Selasa (27/8/2013) malam.
Dia mengatakan peraturan ini akan merugikan para caleg. Apalagi untuk caleg-caleg baru semakin susah bersosialisasi. Sehingga menurutnya, ditengah apatis masyarakat dalam pemilu, KPU tidak perlu telalu detail mengatur hal tersebut.
"Kalau misalkan mereka door to door oke. Tapi dari mereka door to door, mereka perlu juga ditinggal disitu. Nah yang ditinggal itu alat peraga kampanye," tandasnya.
Dia menilai cara pandang KPU dalam menerapkan sebuah aturan main kampanye caleg agak sedikit kaku. Ia beranggapan, KPU sebaiknya membiarkan caleg berimprovisasi dan beraktualisasi dalam hal kampanye.
"Jadi tidak dapat disamaratakan. Misalkan aturan KPU bahwa satu desa satu spanduk, di Sumatera itu panjanganya satu kilometer (km) satu desa. Kemudian bagaimana kalau hanya pasang satu spanduk di desa yang panjangnya satu kilometer. Kemudian kalau Jawa, satu desa penduduknya bisa 12 ribu, kalau cuma satu spanduk ya tidak mewakili," katanya.
(kri)