KPK nilai insentif Jasa Raharja ke Djoko pelanggaran

Rabu, 14 Agustus 2013 - 21:11 WIB
KPK nilai insentif Jasa...
KPK nilai insentif Jasa Raharja ke Djoko pelanggaran
A A A
Sindonews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku akan mendalami uang Rp1,05 miliar, yang diterima terdakwa Irjen Pol Djoko Susilo dari PT Jasa Raharja.

Pasalnya insentif selama 2009 hingga September 2010 itu, bisa masuk dalam pelanggaran.

Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bambang Widjojanto menyataka, ada bebarapa hal yang harus dilihat terkait keterangan Djoko Susilo soal insentif Rp1,05 miliar dari Jasa Raharja.

Pertama, apakah Djoko mempunyai kewenangan atau hak untuk menerima itu? Menurutnya, mantan Gubernur Akpol itu tidak berhak memiliki, berarti penerimaan instetif Rp50 juta dengan tambahan Rp10 juta per bulan dari kurun 2009 hingga September 2010 masuk dalam pelanggaran.

"Itu pelanggaran. Simple saja. Kalau pemberi (Jasa Raharja) itu memberi lalu kemudian pemberian itu tidak dalam kapasitas kewenangannya ya dia juga melanggar," ungkap Bambang di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/8/13) sore.

Dia menuturkan, selama ini dalam berita acara pemeriksaan (BAP) diproses penyidikan Djoko tidak pernah mengatakan soal insentif itu. Karenanya, KPK mencurigai ini adalah alibi yang dibangun.

Karena wajar terdakwa membangun alibi. Menurutnya, kalau Djoko mengatakan dari awal dalam proses pemeriksaan soal insentif itu tentu akan beda.

"Pasti pertanyaannya (di penyidikan) juga akan beda. Tapi itu kan dibangun ketika diperiksa sebagai terdakwa," paparnya.

Secara umum kesaksian Djoko yang membatah seluruh tudingan Jaksa KPK pada sidang Selasa (13/8) kemarin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta ada tiga penilaian yang patut dikedepankan.

Pertama, jenderal polisi bintan dua itu tidak berhasil membangun argumentasi dan menjustifikasi asal usul kekayaan yang dia miliki. Kedua, Djoko juga tidak faseh menjelaskan akumulasi kekayaan yang dia miliki. Ketiga, apa yang dijelaskannya itu sangat bertentangan dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan Djoko ke KPK.

"Kalau LHKPN diingkari, artinya kan dia sedari awal sudah dengan sengaja ingin menutup-nutupi harta dan kekayaannya. Dan itu memang strategi orang-orang yang terlibat TPPU, ya seperti itu. Dia akan menggiring opini," bebernya.

Jika Djoko benar salah mencantumkan nilai hartanya, seperi dalam LHKPN yang dilaporkan ke KPK maka ketidaksengajaan itu adalah suatu pengakuan. Pengakuan itu lanjut Bambang, karena memang Djoko memiliki harta yang asal-usulnya tidak jelas.

Tapi menurut KPK apa yang dijelaskannya Djoko itu tidak masuk akal sehat. Pasalnya, tidak mugkin Djoko mengakumulasikan kekayaannya dari salon, jual beli keris dan satu SPBU.

"Enggak mugkin itu. Dan menurut hitungan kami, angka yang kami masukkan di situ sekitar Rp140 miliar. Itu adalah angka konservatif, misalnya tanah. Tanah itu harganya NJOP, tapi harga riilnya bisa lebih dari itu. Belum ada pengakuan sebelumnya soal itu, dan itu biasa," ujarnya.

Dikonfirmasi apakah tidak melaporkan LHKPN termasuk insetif dari Jasa Raharja ke KPK masuk delik pidana tersendiri, Bambang hanya menyatakan, untuk menjamin kebohongan maka Djoko harus melakukan kebohongan yang lain untuk menyembunyikan hartanya.

"Dan itu sudah rumus kebohongan dari para pembohong," tandasnya.
(stb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7707 seconds (0.1#10.140)